Mengembalikan Habitat Orangutan di Sekunyer, Kalimantan Tengah

Butuh “keajaiban” untuk mengembalikan habitat orangutan di daerah Sekunyer, Kumai, Kalimantan Tengah, kata aktivis lingkungan menyambut Hari Bumi, Rabu (22/04).

Sebanyak 250 siswa sekolah dasar berpartisipasi dalam kegiatan menanam pohon di tempat di mana populasi orangutan semakin berkurang akibat banyaknya kegiatan pertambangan dan perkebunan sawit.

Penanaman 30 jenis tanaman lokal Kalimantan ini merupakan langkah kecil yang bisa dilakukan.

“Nanti setidaknya lahan ini bisa menjadi kawasan agroforestry. Karena untuk mengembalikan habitat orangutan di kawasan ini, butuh keajaiban dan harapannya kecil,” ujar Basuki Budi Santoso dengan nada pesimistis.

Pegiat di Friends of National Parks Foundation Kalimantan ini mengatakan bahwa lokasi penanaman sangat dekat dengan penemuan tulang belulang orangutan beberapa tahun lalu.

“Wilayah ini adalah penyangga Taman Nasional Tanjung Puting, dan diapit konsesi sawit. Habitatnya tergerus, namun masih ada hutan kecil di mana kita bisa menemukan satu dua orangutan.”

Kuburan Orangutan

Pada 2013 lalu, aktivis lingkungan Rahma Shofiana melihat sendiri penemuan tulang belulang orangutan di kawasan itu.

“Bagian-bagian tulang terpisah, kita menemukan tengkorak, lalu beberapa meter di depannya ada tulang hasta, lengan, jalan lagi, ketemu tulang kaki dan jari,” katanya kepada BBC Indonesia.

Belum jelas ada berapa banyak orangutan yang terkubur di lokasi yang merupakan perbatasan antara dua konsesi kelapa sawit tersebut.

“Dugaannya adalah habitat mereka terjepit antara dua kebun sawit, sehingga ketika makanan habis, mereka pergi ke perkebunan sawit. Di kebun sawit itu diduga orangutan dibunuh karena mengganggu,” sambung Rahma, Media Campaigner Greenpeace Indonesia.

Orangutan Foundation International (OFI) dan Friends of National Parks Foundation (FNPF), dalam surat kepada pihak berwenang, menggambarkan kawasan ini sebagai “kuburan” orangutan.

Sumber : klik disini

Share Button

Bareskrim Bongkar Perdagangan Ilegal Trenggiling

Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Bareskrim Polri membongkar sindikat perdagangan ilegal hewan langka trenggiling. Penggeledahan terjadi pekan lalu di sebuah gudang kompleks Perdagangan Niaga Malindo, Medan, Sumatera Utara.‎

Direktur Tipiter Bareskrim Polri Brigjen Yazid Fanani mengungkapkan, ‎polisi telah mengamankan seorang tersangka berinisial SUM alias AB (60), warga Kampung Tambora, Jakarta Barat. Dalam aksinya, SUM dibantu empat karyawan yang masih dalam pengejaran. Keempatnya dipekerjakan oleh SOF alias AS. Polisi juga tengah menyelidiki keberadaan SOF.

Menurut dia tersangka mendapatkan satwa liar dengan nama ilmiah Manis Javanica itu dari warga yang menangkapnya di hutan. “Trenggiling dijual dengan harga Rp 120 ribu per kilogram dalam keadaan hidup maupun mati,” ujar Yazid di Bareskrim Polri, Senin (27/4).

Dalam sehari, mereka bisa menerima sekitar 100 kg dari warga. Sistemnya, lanjut dia, setiap penjual dilarang datang langsung ke gudang. Penjual cukup mengirimkan pesan singkat (SMS) dan menyebutkan berat barang, kemudian pelaku akan menghampirinya.

Trenggiling tersebut akan dikirim ke Tiongkok. ‎Disana, daging satwa itu dipercaya dapat mengobati segala macam penyakit. Sisiknya juga bisa dimanfaatkan untuk bahan kosmetik hingga narkotika. “Daging trenggiling dijual USD 300, sisiknya USD 3.000,” ujarnya. Polisi menyita sejumlah barang bukti. Antara lain, 96 ekor trenggiling hidup, daging trenggiling beku sebanyak 5 ton, sisik trenggiling 77 kg, dan 3 buah kendaraan roda 4 berupa 2 mini bus dan 1 pick up. ‎

”Kerugian negara ditaksir mencapai Rp 23,5 miliar. ‎Padahal, aktivitas perdagangan trenggiling sudah dilakukan selama enam bulan. Jika dihitung dari awal mereka melakukan praktik usaha, kerugian negara bisa lebih besar‎,” kata Yazid.

Sumber : klik disini

Share Button

Indonesia Masuk Kelompok 5 Negara Penggundul Hutan Terbesar

Indonesia berada di peringkat kelima sebagai negara yang paling banyak kehilangan tutupan pohon pada periode tahun 2011-2013. Selama kurun waktu itu, angka rata-rata kehilangan Indonesia adalah 1,6 juta hektar per tahun.
Berada di urutan pertama adalah Rusia (4,3 juta ha), diikuti Kanada (2,4 juta ha), Brasil (2,1 juta ha) dan Amerika Serikat dengan 1,7 juta ha tutupan hutan yang hilang tiap tahunnya. Lalu Kongo (608 ribu ha), Cina (523 ribu ha), Malaysia (465 ribu ha), Argentina (439 ribu ha) dan Paraguay (421 ribu ha).
Data-data tersebut berasal dari hasil pengolahan citra satelit resolusi tinggi oleh World Resources Institute (WRI). Organisasi riset internasional yang bermarkas di Amerika Serikat ini mengkoordinir proyek Global Forest Watch.
Proyek yang melibatkan perguruan tinggi, lembaga riset dan swadaya masyarakat berbagai negara ini telah dimulai sejak tahun 2001. Untuk Indonesia, tahun 2013 merupakan angka kehilangan tutupan pohon tahunan yang terendah dalam satu dasawarsa terakhir.
“Data terbaru ini harus dapat mendorong momentum memperbaiki sistem pengawasan dan pengelolaan hutan di Indonesia,” kata Nirarta Samadhi, Direktur WRI Indonesia, dalam rilisnya, Kamis, 2 April 2015.
Dia mengusulkan sejumlah perbaikan, yaitu penegakan hukum dan transparansi data, kerja sama antar lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk mempromosikan pengembangan komoditas yang berkelanjutan, memperkuat moratorium kehutanan, dan meningkatkan kerja sama dalam pemetaan hutan.
Data terbaru ini diperoleh dari University of Maryland dan Google sehingga Global Forest Watch dapat menampilkan data kehilangan tutupan pohon dari tahun 2000–2013 dengan resolusi 30 meter.
Definisi kehilangan tutupan pohon adalah ukuran dari total kehilangan pohon pada area tertentu yang tidak tergantung pada penyebab kehilangan tutupan pohon tersebut.
Hal ini mencakup deforestasi akibat ulah manusia, kebakaran hutan yang terjadi secara alamiah maupun disengaja, pembukaan lahan untuk pengembangan pertanian, pembalakan, perkebunan, serta kematian pohon yang disebabkan oleh penyakit dan penyebab alamiah lainnya.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya telah menerima kajian WRI terbaru. “Informasi terbaru ini menuturkan cerita positif mengenai hutan di Indonesia,” ujarnya. Dia mengakui terlalu dini untuk mengatakan bahwa ini adalah tren yang pasti. Yang jelas pihaknya sedang meneliti dan membandingkan angka yang dimiliki Kementerian dengan temuan WRI ini.
Apabila benar, ujar Menteri Nurbaya, ini dapat menjadi indikator kuat bahwa investasi signifikan yang dilakukan Indonesia untuk melindungi telah hutan terbayarkan. “Kami akan mengambil langkah-langkah tambahan untuk memastikan tren positif ini tetap berlanjut,” ia berjanji.
Kajian ini menghitung angka kehilangan tutupan hutan primer, yakni hutan dewasa yang alami dan tidak pernah dibuka selama 30 tahun terakhir. Di sini juga terjadi pelambatan menjadi rata-rata kurang dari setengah juta hektar per tahun pada periode 2011–2013, ini angka terendah dalam 10 tahun terakhir.
Penurunan angka kehilangan tutupan hutan primer di Indonesia pada 2013 menunjukkan adanya pergeseran arah karena riset sebelumnya yang dipublikasikan University of Maryland dan WRI menunjukkan peningkatan pada angka kehilangan tutupan hutan primer pada 2001-2012.
Ada beberapa kemungkinan penyebab turunnya angka kehilangan tutupan hutan primer dan tutupan pohon. Antara lain kebijakan moratorium atas izin konversi hutan, penurunan drastis pada harga-harga komoditas (khususnya kelapa sawit), komitmen perusahaan untuk menerapkan kebijakan nol-deforestasi (zero-deforestation), dan fakta bahwa hutan yang mudah untuk diakses sudah dibuka.
Memang riset yang lebih mendalam perlu dilakukan untuk mengetahui pendorong utama perubahan pergeseran tren ini. Belinda Margono, peneliti di University of Maryland dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menjelaskan kita melihat betapa cepatnya Indonesia kehilangan tutupan hutan primernya selama 12 tahun terakhir. “Jadi melambatnya angka kehilangan tutupan hutan primer menjadi kurang dari setengah juta hektar pada 2013 adalah berita baik,” ujarnya seperti termuat dalam rilis WRI.
Menurut dia, pembukaan hutan terdegradasi tetap merupakan masalah serius di mana 98% dari angka kehilangan tutupan pohon terjadi di area yang sudah dibalak atau terdegradasi dengan berbagai cara. Hutan-hutan ini masih sangat penting karena menyimpan stok karbon yang signifikan, ujar Belinda, dan harus direstorasi serta dilestarikan untuk generasi yang akan datang.

Sumber : klik disini

Share Button

Belajar Mencintai Bumi dengan Cara Sederhana

Miliaran orang berpijak di Bumi. Sebanyak itu pula yang harusnya merawat juga mencintai Bumi. Kini Bumi sudah tak muda, beragam masalah terus dihadapinya dan satu yang paling serius, ialah perubahan iklim. Perkembangan zaman memaksa Bumi harus menerima segala perubahan yang akhirnya berdampak tidak baik.

Melalui Hari Bumi, warga dunia diajak berkomitmen untuk berubah dengan cara mencintai dan merawatnya agar Bumi tetap lestari.

Pada 2015 ini, Hari Bumi Sedunia mengambil tema “It’s Our Turn to Lead” dengan tujuan menumbuhkan kesadaran tentang lingkungan, dan mengembangkan inisiatif hidup berkelanjutan.

Bagaimana cara mudah mencintai dan merawat Bumi? Tidak sulit! Berikut beberapa cara sederhana nan jitu untuk menyelamatkan Bumi seperti dikutip dari Huffington Post.

Mengurangi penggunaan energi. Setengah dari emisi gas rumah kaca di Amerika berasal dari penggunaan mobil. Jika Anda ingin mengurangi emisi gas rumah kaca, caranya sederhana. Coba gunakan transportasi ramah lingkungan seperti sepeda, atau berjalan kaki.

Kurangi makan daging. Industri daging telah menghasilkan seperlima emisi gas rumah kaca di seluruh dunia.

Kembangkan pupuk kompos. Lebih dari satu miliar pon makanan dibuang tiap tahun. Untuk mengurangi limbah makanan sisa, mengapa tidak mulai membuat pupuk kompos?

Sesuaikan suhu air. Anda pengguna pemanas air untuk mandi? Jika ya, bijaklah menggunakannya. Karena limbah pemanas air ternyata juga memberi dampak buruk bagi Bumi.

Berhenti gunakan kantong plastik. Cintai Bumi dengan kurangi penggunaan plastik. Bahan satu ini sangat sulit dan membutuhkan waktu lama agar dapat hancur.

Belilah produk lokal. Apa hubungan produk lokal dengan mencintai Bumi? Ternyata ada hubungan antara produk lokal dengan Bumi. Ketika Anda menggunakan produk lokal, maka jarak antar pun ikut berkurang. Dengan demikian, Anda telah mengurangi jejak karbon yang dihasilkan dari kendaraan pengantar.

Kurangi ‘jejak’ Anda. Apa maksudnya? Kurangi jejak ekologis Anda dengan mengurangi penggunaan kendaraan. Gunakan transportasi ramah lingkungan atau berjalan kaki. Selain sehat, cara ini Anda juga menyehatkan Bumi.

Jangan lupa matikan listrik. Anda pasti sering sekali lupa mencabut peralatan listrik dari sumber listrik. Mulai sekarang sebelum pergi, tak ada salahnya untuk mengecek setiap sudut rumah agar tidak ada peralatan listrik yang tertancap pada sumber listrik.

Mendaur ulang barang elektronik. Setiap tahun, ribuan ton perangkat elektronikdibuang ke tempat pembuangan. Akhirnya limbah elektronik ini mencemari lingkungan dan berdampak buruk bagi Bumi.

Itulah beberapa cara sederhana untuk selalu mencintai Bumi. Kalau tidak sekarang memulainya, kapan lagi? Dan jika bukan kita, siapa lagi yang memulai aksi mencintai Bumi?

Sumber : klik disini

Share Button

Jaringan Perdagangan Trenggiling Terbongkar

Mabes Polri bersama Wildlife Conservation Society (WCS), berhasil membongkar perdagangan trenggiling Kamis (23/4/15) di sebuah gudang Kawasan Industri, Kompleks Niaga Malindo, Medan, Sumatera Utara. Seorang pria menjadi tersangka  dan barang bukti sitaan, yaitu 3.400 kg atau tiga ton lebih daging trenggiling sudah dikuliti. Juga 96 trenggiling hidup. Mereka ditemukan di kandang plastik ukuran 1×80 meter. Juga ditemukan sisik trenggiling 70 kg.

Irma Hermawati, Legal Advisor Wildlife Crime Unit (WCS), kepada MongabayIndonesia (24/4/15), mengatakan, mereka mendapatkan informasi dari masyarakat tentang gudang penampungan trenggiling ini. Informsi didalami dan ternyata benar.

Setelah itu, WCS menyampaikan ke kepolisian, dan pendalaman selama empat hari. Baru Kamis berhasil membongkar jaringan ini beserta barang bukti yang rencana dijual ke Malaysia dan Tiongkok.

“Penggerebekan dipimpin Lucky Arliansyah, Kasubdit I Tipiter Mabes Polri. Kondisi trenggiling sangat mengerikan. Yang masih hidup dalam kandang kecil dan sempit. Ada yang sudah mati, dikuliti. Sadis.”

Dari luar, tak disangka gudang itu menjadi penampungan trenggiling skala besar, karena seperti rumah toko (ruko) biasa. Kondisi trenggiling hidup, ada di keranjang isi tiga sampai empat ekor. Yang dikuliti, di freezer dan kulkas. Sedangkan sisik trenggiling di karung.

Sebenarnya, katanya,  di Medan sekitar, sering terungkap penangkapan trenggiling. Namun proses hukum atau penyidikan, rata-rata tidak sampai pada pelaku, hanya barang bukti disita, baik hidup maupun mati. “Ini disayangkan sekali, dengan kasus ini dan berhasil menangkap pelaku, diharapkan kepolisian mampu mengungkap jaringan lain yang belum tertangkap.”

Ada diduga, mereka merupakan jaringan internasional. Penyidik kepolisian diharapkan bisa melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), untuk menelusuri transaksi perbankan dari pelaku yang terungkap.

Sementara itu, Kombes Pol Lucky Arliansyah, Kasubdit I Tipiter Mabes Polri, mengatakan, setelah pengusutan dan pendalaman, terbongkarlah kasus ini dan mengamankan tersangka bernama Soemiarto alias Abeng, penanggungjawab. “Barang bukti sudah dipacking, sepertinya tinggal kirim.”

Saat penggerebekan diamankan empat karyawan, dan satu penangungjawab. Yang jadi tersangka bary Abeng, empat lain sebatas saksi.

Arliansyah mengatakan, ini diduga jaringan perdagangan satwa internasional, karena ada pelaku lain F, yang menempatkan Abeng sebagai penanggungjawab melalui orang lain dibawah koordinasi F. Ini diduga untuk memutus benang merah ke pelaku lain.

Dari penyidikan trenggiling didapat dari berbagai lokasi Sumut dan Aceh. Cara kerja mereka, pelaku dengan empat karyawan akan menjemput jika ada telephone dari kelompok lain untuk mengambil barang bukti di suatu lokasi.

Ada dugaan jaringan ini menjalankan bisnis lebih dari satu tahun. Jika dilihat lokasi dan tempat penyimpanan, sudah ada kotoran mengering. Meskipun, pekerja menyatakan, baru selama enam bulan terakhir.

“Modelnya, jaringan atas tidak pernah merekrut orang lebih enam bulan. Sekali menjemput bisa membawa barang bukti lebih 10 kg. Jaringan ini menjalankan bisnis sangat rapi. Ada yang mencari barang, ada menjemput, yang mengkoordinir. “Sudah diatur rapi dan clear, supaya tidak terbongkar.”

Dari penyidikan juga terungkap, trenggiling dikirim melalui jalur laut dan muara sungai, dan menggunakan kapal-kapal kecil. Di tengah laut, sudah menunggu kapal lain yang mengambil barang bukti. Lalu dibawa ke negara tujuan.

Sumber : klik disini

Share Button

Hari Bumi dan Fakta-fakta Menyedihkan tentang Alam Indonesia

Tanggal 22 April diperingati sebagai Hari Bumi. Bagi Indonesia yang kaya akan sumber daya alam, seharusnya hari ini diperingati dengan sukacita. Namun, dengan kerusakan alam yang terjadi, Indonesia justru harus menangis.
Ambil contoh pada apa yang terjadi dengan hutan. Indonesia semula merupakan negara yang memiliki hutan hujan tropis terluas di dunia. Kini, luasan hutan terus menyusut akibat deforestasi.
Data Global Forest watch dan Forest Watch Indonesia mengungkap bahwa sepanjang tahun 2009 hingga 2013 saja, Indonesia kehilangan hutan seluas 4,6 juta hektar. Itu berarti, setiap menit, Indonesia kehilangan hutan seluas tiga kali lapangan sepak bola.
Data Forest Watch Indonesia mengungkapkan, luas wilayah hutan Indonesia pada tahun 1950 diperkirakan 193 juta hektar. Tahun 2009, luas hutan Indonesia berkurang lebih dari setengahnya, menjadi cuma sekitar 88 juta hektar. Lalu, tahun 2013, jumlahnya tinggal sekitar 82 juta hektar.
Deforestasi berakibat buruk. Kebakaran hutan di Riau pada tahun 2013 yang dipicu oleh ekspansi kelapa sawit mengakibatkan kerugian 1,7 triliun dollar AS. Deforestasi membuat Orang Rimba mengalami krisis, 14 orang meninggal dalam tiga bulan terakhir.
Indonesia memulai moratorium hutan untuk menghentikan sementara penerbitan izin kehutanan pada tahun 2011. Namun,studi yang diterbitkan di Proceedings of the National Academy of Sciencesmenyatakan, moratorium tak efektif. Jutaan hektar hutan rusak selama moratorium.
Kondisi menyedihkan juga bisa dilihat di lahan gambut, salah satu wilayah yang menyimpan banyak stok karbon. Banyak lahan gambut kini rusak. Kubah gambut rusak karena dipakai untuk area perkebunan.
Penelitian Center for International Forestry Research (CIFOR)mengungkap fakta menyedihkan. Akumulasi karbon di wilayah gambut Indonesia membutuhkan waktu hingga 11.000 tahun, sementara pelepasan karbonnya berlangsung sangat cepat.
Dari 3.300 ton karbon yang tersimpan di lahan gambut, setengahnya akan hilang dalam 100 tahun terakhir akibat konversi gambut menjadi lahan kelapa sawit. Jumlah karbon yang hilang setara dengan jumlah karbon yang terakumulasi selama 2.800 tahun.
Bila pelepasan karbon di lahan gambut terus terjadi, emisi karbon Indonesia akan tinggi. Indonesia akan gagal memenuhi target penurunan emisi karbon 26 persen pada tahun 2020 seperti dijanjikan oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Masalah lingkungan hidup, selain hutan, antara lain pencemaran logam berat merkuri. Penambangan emas secara liar, tambang batubara, serta sektor minyak dan gas mengakibatkan merkuri yang berbahaya terlepas ke lingkungan.
Studi Bali Fokus di wilayah Cisitu menunjukkan bahwa konsentrasi merkuri di udara tinggi, mencapai 50.549,91 nanogram per meter kubik (ng/m3) di kolam ikan. Konsentrasi merkuri di udara yang tinggi juga ditemukan di Bombana, Sulawesi Tenggara, dan Sekotong, NTB.
Dampaknya, di Cisitu, ada seorang anak yang memiliki kepala abnormal, menderita kejang sejak berusia 2 tahun, dan mengalami hipersalivasi (liur berlebih). Gejala itu sangat berkaitan dengan keracunan merkuri. Ada banyak kasus lagi di Bombana dan Sekotong.
Selain limbah merkuri, sampah perkotaan dan limbah plastik juga menjadi masalah. Sampah plastik di Indonesia begitu banyak. Kini, Indonesia tercatat sebagai negara penyetor sampah plastik ke lautan kedua terbesar di dunia.
Di perkotaan, beragam sampah termasuk plastik terakumulasi di sungai. Studi peneliti dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Abdul Muhari, menunjukkan bahwa banjir Jakarta tahun 2013 terjadi karena sampah.
Masih banyak fakta menyedihkan tentang alam Indonesia yang bisa diuraikan, mulai dari laut Nusantara yang mengalamioverfishing hingga terancam punahnya gajah sumatera, harimau sumatera, orangutan, dan beragam fauna lainnya.
Hari ini ini menjadi momentum untuk berubah, jika ingin alam Indonesia tetap mampu mendukung keberlangsungan hidup. Perhatian pada kebijakan lingkungan hidup perlu, demikian juga perubahan-perubahan kecil, seperti tidak membuang air berlebihan dan mengurangi penggunaan plastik.

Sumber : klik disini

Share Button