Indonesia berada di peringkat kelima sebagai negara yang paling banyak kehilangan tutupan pohon pada periode tahun 2011-2013. Selama kurun waktu itu, angka rata-rata kehilangan Indonesia adalah 1,6 juta hektar per tahun.
Berada di urutan pertama adalah Rusia (4,3 juta ha), diikuti Kanada (2,4 juta ha), Brasil (2,1 juta ha) dan Amerika Serikat dengan 1,7 juta ha tutupan hutan yang hilang tiap tahunnya. Lalu Kongo (608 ribu ha), Cina (523 ribu ha), Malaysia (465 ribu ha), Argentina (439 ribu ha) dan Paraguay (421 ribu ha).
Data-data tersebut berasal dari hasil pengolahan citra satelit resolusi tinggi oleh World Resources Institute (WRI). Organisasi riset internasional yang bermarkas di Amerika Serikat ini mengkoordinir proyek Global Forest Watch.
Proyek yang melibatkan perguruan tinggi, lembaga riset dan swadaya masyarakat berbagai negara ini telah dimulai sejak tahun 2001. Untuk Indonesia, tahun 2013 merupakan angka kehilangan tutupan pohon tahunan yang terendah dalam satu dasawarsa terakhir.
“Data terbaru ini harus dapat mendorong momentum memperbaiki sistem pengawasan dan pengelolaan hutan di Indonesia,” kata Nirarta Samadhi, Direktur WRI Indonesia, dalam rilisnya, Kamis, 2 April 2015.
Dia mengusulkan sejumlah perbaikan, yaitu penegakan hukum dan transparansi data, kerja sama antar lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk mempromosikan pengembangan komoditas yang berkelanjutan, memperkuat moratorium kehutanan, dan meningkatkan kerja sama dalam pemetaan hutan.
Data terbaru ini diperoleh dari University of Maryland dan Google sehingga Global Forest Watch dapat menampilkan data kehilangan tutupan pohon dari tahun 2000–2013 dengan resolusi 30 meter.
Definisi kehilangan tutupan pohon adalah ukuran dari total kehilangan pohon pada area tertentu yang tidak tergantung pada penyebab kehilangan tutupan pohon tersebut.
Hal ini mencakup deforestasi akibat ulah manusia, kebakaran hutan yang terjadi secara alamiah maupun disengaja, pembukaan lahan untuk pengembangan pertanian, pembalakan, perkebunan, serta kematian pohon yang disebabkan oleh penyakit dan penyebab alamiah lainnya.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya telah menerima kajian WRI terbaru. “Informasi terbaru ini menuturkan cerita positif mengenai hutan di Indonesia,” ujarnya. Dia mengakui terlalu dini untuk mengatakan bahwa ini adalah tren yang pasti. Yang jelas pihaknya sedang meneliti dan membandingkan angka yang dimiliki Kementerian dengan temuan WRI ini.
Apabila benar, ujar Menteri Nurbaya, ini dapat menjadi indikator kuat bahwa investasi signifikan yang dilakukan Indonesia untuk melindungi telah hutan terbayarkan. “Kami akan mengambil langkah-langkah tambahan untuk memastikan tren positif ini tetap berlanjut,” ia berjanji.
Kajian ini menghitung angka kehilangan tutupan hutan primer, yakni hutan dewasa yang alami dan tidak pernah dibuka selama 30 tahun terakhir. Di sini juga terjadi pelambatan menjadi rata-rata kurang dari setengah juta hektar per tahun pada periode 2011–2013, ini angka terendah dalam 10 tahun terakhir.
Penurunan angka kehilangan tutupan hutan primer di Indonesia pada 2013 menunjukkan adanya pergeseran arah karena riset sebelumnya yang dipublikasikan University of Maryland dan WRI menunjukkan peningkatan pada angka kehilangan tutupan hutan primer pada 2001-2012.
Ada beberapa kemungkinan penyebab turunnya angka kehilangan tutupan hutan primer dan tutupan pohon. Antara lain kebijakan moratorium atas izin konversi hutan, penurunan drastis pada harga-harga komoditas (khususnya kelapa sawit), komitmen perusahaan untuk menerapkan kebijakan nol-deforestasi (zero-deforestation), dan fakta bahwa hutan yang mudah untuk diakses sudah dibuka.
Memang riset yang lebih mendalam perlu dilakukan untuk mengetahui pendorong utama perubahan pergeseran tren ini. Belinda Margono, peneliti di University of Maryland dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menjelaskan kita melihat betapa cepatnya Indonesia kehilangan tutupan hutan primernya selama 12 tahun terakhir. “Jadi melambatnya angka kehilangan tutupan hutan primer menjadi kurang dari setengah juta hektar pada 2013 adalah berita baik,” ujarnya seperti termuat dalam rilis WRI.
Menurut dia, pembukaan hutan terdegradasi tetap merupakan masalah serius di mana 98% dari angka kehilangan tutupan pohon terjadi di area yang sudah dibalak atau terdegradasi dengan berbagai cara. Hutan-hutan ini masih sangat penting karena menyimpan stok karbon yang signifikan, ujar Belinda, dan harus direstorasi serta dilestarikan untuk generasi yang akan datang.
Sumber : klik disini