Labi-Labi, Sita Perhatian Pengunjung Kaltim Fair 2015 : Ajang Diseminasi Hasil Penelitian BALITEK KSDA

Samarinda, 14 April 2015. Labi-labi (Amydacartilaginea) yang dikenal juga dengan nama bulus menjadi salah satu daya tarik pengunjung pada pameran nasional Produk unggulan, pariwisata, Investasi dan Hasil Pembangunan Daerah Kalimantan Timur dengan tajuk “Kaltim Fair 2015”, yang ditampilkan Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA). Kaltim Fair 2015 merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam rangka memperingati HUT ke-58 Provinsi Kalimantan Timur yang diikuti oleh SKPD Kaltim, Kabupaten/Kota, Perbankan, UMKN dan sejumlah lembaga lainnya yang digelar di Komplek Stadion Sempaja Samarinda selama 5 hari dari tanggal 9 s.d 13 April 2015, event tahunan ini dibuka oleh Gubernur Kalimantan Timur yang diwakili oleh Asisten II bidang Ekonomi dan Pembangunan HM Sabani yang sebelumnya dilakukan pagelaran berbagai atraksi kesenian khas daerah dari Kalimantan Timur dan juga dari warga nusa tenggara timur yang berdomisili di Kota Samarinda.

Pameran yang ditampilkan oleh Balitek KSDA mengangkat berbagai kegiatan penelitian yang telah dilakukan dalam mewujudkan Teknologi Konservasi Sumberdaya Alam, diantaranya Labi-labi (Amydacartilaginea), poster Tumbuhan Hutan Berkhasiat Obat dan poster Jenis-jenis tumbuhan lokal untuk reklamasi lahan bekas tambang batubara serta berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan Balitek KSDA beberapa tahun terakhir dalam bentuk leaflet. Labi-labi menjadi salah satu magnet dari stand pameran Lingkungan hidup dan Kehutanan karena ditampilkan contoh hewan amphibi tersebut dalam keadaan hidup. menurut Teguh Muslim, peneliti dari Balitek KSDA “Labi-labi (Amydacartilaginea) termasuk satwaliar yang tidak dilindungi oleh undang undang RI namun masuk dalam kategori Apendix II CITES dan Red List IUCN dalam kategori rentan”. Kaltim Fair 2015 merupakan pameran perdagangan dan perindustrian yang menampilkan produk unggulan daerah, investasi, pariwisata, perikanan, pertanian, kehutanan, serta perusahan binaan BUMN”. Selain itu, pameran ini sangat penting sebagai media promosi potensi unggulan daerah, pemerintah, investor maupun masyarakat baik itu dibidang industri, ekonomi, perikanan, kehutanan, pariwisata, perdagangan baik skala kecil sampai skala besar.

Balitek KSDA merupakan salah satu institusi penghasil IPTEK Kehutanan yang ada di Kalimantan Timur, Sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya kepada publik berkewajiban menyebarluaskan hasil-hasil penelitian kepada masyarakat salah satunya dengan turut berpartisipasi untuk menyampaikan hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai bentuk diseminasi yang disampaikan kepada masyarakat luas antara lain pengunjung pameran, kalangan pendidikan dan akademisi, instansi dan stakeholders. Pada pameran ini, Balitek KSDA bersama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur beserta UPTD Dishut,  Pusat Pengendali Ekoregion Kalimantan dan beberapa UPT Kementerian Kehutanan yang berada di Kalimantan Timur tergabung dalam satu stand bersama yaitu Stand Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kalimantan Timur.

IMG_1471 Pengunjung terlihat sangat antusias dalam pameran ini. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya minat pengunjung untuk menggali informasi dari stan lingkungan hidup dan kehutanan selain itu Informasi tentang labi-labi menjadi salah satu topik yang banyak diperhatikan oleh masyarakat karena salah satu jenis amphibi yang sangat jarang dilihat oleh masyarakat luas, selaian itu Tumbuhan Hutan Berkhasiat Obat juga menjadi sumber informasi yang banyak diperhatikan oleh pengunjung merupakan pengetahuan praktis sehari-hari tentang tumbuhan obat yang merupakan tumbuhan asli Kalimantan yang banyak dijumpai disekitar pemukiman dan kebun dan juga jenis-jenis tumbuhan lokal untuk reklamasi lahan bekas tambang batubara.IMG_1508

Dalam pameran ini Balitek KSDA berkesempatan membagikan kepada pengunjung berupa pembatas buku dengan tema hasil-hasil penelitian yang dilakukan dan yang dipamerkan pada saat itu seperti labi-labi, Bekantan dan orangutan. Stand Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Pameran kaltim Fair 2015 sendiri diketuai oleh Ahmad Gadang pamungkas dengan dibantu seluruh anggota panitia Kaltim Fair 2015 yang berasal dari Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur beserta UPTD, Pusat Pengendali Ekoregion Kalimantan dan beberapa UPT Kementerian Kehutanan yang berada di Kalimantan Timur dengan mengemban tugas bertanggungjawab atas kelancaran dan partisipasi dalam Kaltim Fair 2015. (DAP)

 

Share Button

Workshop Pengelolaan Data dan Informasi

FORDA (Bogor, 09/04/2015)_Dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang lebih baik di lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen-LHK), Badan Litbang Kehutanan/ Forestry Research Development Agency (FORDA) bekerjasama dengan The Center for International Forestry Research (CIFOR) mengadakan Workshop Pengembangan Pengelolaan Data dan Informasi, di Ruang Rapat Bulungan, CIFOR, Bogor (Kamis, 09/04).

Workshop yang dihadiri oleh sekitar 25 orang dari semua perwakilan seluruh Eselon 1 Kemen-LHK tersebut bertujuan untuk sharing ilmu, wawasan dan pengalaman dalam mengelola data dan informasi, terutama pengelolaan website di instansi masing-masing.

“Ini adalah suatu cara, bagaimana mengintegrasikan semua data di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan bisa dipublish dalam satu media yang sama,” kata Drs. Teguh Prio Adi Sulistyo, M.Si., Kepala Bagian Data dan Informasi, Biro Perencanaan.

Lebih lanjut, Teguh menyatakan bahwa selama ini pengelolaan data dan informasi di Kemen-LHK masih berjalan tersebar dengan koordinasi yang kurang sehingga menyebabkan sistem informasi yang terkotak-kotak dan sulit untuk diintegrasikan.

Oleh karena itu, Menteri LHK berharap akan dibuatkan satu ruangan khusus yang berisikan semua data online dan terkini sehingga bisa dilihat oleh Menteri setiap saat. “Informasi LHK bisa diakses oleh siapapun!, “kata Teguh menirukan harapan Menteri LHK.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencapai hal tersebut adalah mempublikasikan informasi secara online, melalui media website yang interaktif maupun media sosial.

Hal ini juga didukung oleh John Colmey, Director of Communication and External Relation, CIFOR. Colmey menyatakan bahwa dengan internet atau website, Cifor telah memberikan dampak yang sangat bagus dalam menyebarkan informasi maupun kegiatan di CIFOR. Sebelum menggunakan website, informasi tersebar secara terbatas. Tetapi setelah menggunakan website atau online, Informasi bisa tersebar mencapai 2-3 juta orang dan diseluruh dunia.

“Komunikasi secara digital merupakan sistem pengiriman yang sangat canggih,” kata Colmey.

Lebh lanjut, Colmey menjelasakan bahwa penyebaran informasi di CIFOR juga dilakukan melalui media sosial baik facebook, twitter, you tube, flicker, slideshare maupun blog.

Namun demikian, Colmey mengingatkan bahwa dalam membangun website haruslah menarik dan pengunjung muda merupakan target utama. Selain itu, konten website sebaiknya mudah dicari oleh mesin pencari dan selalu update.

Sedangkan Ir. Nugroho S.P, M.Sc, Kabag Evaluasi, Diseminasi dan Perpustakaan, Sekretariat Badan Litbanghut dalam paparannya mengatakan bahwa pembelajaran yang di dapat dalam pengelolaan data dan informasi, khususnya website yaitu perubahan  mindset  pelaksanaan kegiatan dan pendayagunaan tools yang ada.

Lebih lanjut Nugroho mengatakan bahwa dalam pengelolaan website beberapa aspek yang diperlukan agar website populer yaitu ; 1) adanya launching; 2) Updating periodik; 3) Promoting dengan berbagai media; dan 4) Managing.

Di sisi lain, Ir. Tri Joko Mulyono, MM, Sekretaris Badan Litbang kehutanan (Sekbadan) menyatakan bahwa pembangunan website FORDA merupakan salah satu alat diseminasi Badan Litbang Kehutanan. “Litbang tanpa diseminasi tidak ada artinya!, “ tegas Sekbadan.

Lebih lanjut Sekbadan berharap bahwa workshop ini bisa saling menguatkan dan mendelegasikan sesuatu yang lebih sempurna sehingga bisa meningkatkan pelayanan publik .

“ Tugas kita adalah bagaimana menyakinkan informasi kepada publik dengan sebaik-baiknya. Paling tidak Kemen-LHK berkontribusi dalam e-goverment yang menjadi strategi nasional kita,” kata Sekbadan.***THS

Materi terkait silahkan klik pada link berikut:

  1. Communicating science at Cifor : A Partnership for impact
  2. Pengelolaan Data dan Informasi Kehutanan
  3. Pengelolaan Data dan Informasi di Badan Litbang Kehutanan
  4. Library as a Research Partner
  5. Cifor TV
  6. How CIFOR Manages Publication Process
  7. Website Management
  8. Pengelolaan Website FORDA dan REDD-I

 

http://www.forda-mof.org atau www.litbang.dephut.go.id

#Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

#Forestry Research and Development Agency

#FORDA

Share Button

Riset Harus Berkesinambungan dan Bersinergi

FORDA (Serpong, 13/04/2015)_Permasalahan dalam pembangunan di Indonesia, terutama di bidang pangan, energi serta transportasi seharusnya dapat diselesaikan dengan penelitian atau riset yang baik. Untuk itu, diharapkan penelitian itu seharusnya berkesinambungan dan bersinergi antar lembaga riset. Hal ini disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, saat memberikan sambutan pada acara National Innovation Forum (NIF) 2015, di Graha widya Bhakti,  Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Serpong-Banten (Senin, 13/04).

“Penelitian itu harusnya selalu ada kesinambungan. Artinya antara basic research, play research serta Innovation reserach betul-betul ada kesinambungan. Kalau tidak ekonomis secara matematis, harus diteliti secara ekonomis itu seperti apa, sehingga bisa menemukan produk penelitian dan dapat bergandengan dengan industri,” kata Presiden sambil mengingatkan banyak penelitian yang sudah dilakukan tetapi sudah tidak ada kabarnya, seperti penelitian di bidang energi (jarak).

Pada kesempatan tersebut, Presiden juga mengingatkan bahwa berbagai hasil penelitian yang ada saat ini hanya terbatas pada lahan atau pemakaian yang sempit, tidak dilakukan pada lahan yang luas. Seperti keberhasilan tumpang sari tanaman jagung pada perkebunan jati yang dilakukan di Perum Perhutani.

“Kenapa keberhasilan tersebut tidak diimplementasikan di kebun sawit,” Kata Presiden yang menyadari bahwa perkebunan sawit di Indonesia lebih luas daripada perkebunan jati.

Selain itu, Presiden juga mengingatkan bahwa dalam implementasi hasil penelitian harus selalu didampingi sehingga akan membuahkan hasil sesuai yang diharapkan.

“Keputusan-keputusan tersebut yang harus kita lakukan. Tidak hanya pada lahan sempit tetapi harus dilakukan secara nasional dan adanya pendampingan,” kata Presiden.

Presiden menyadari bahwa dukungan pemerintah dalam hal anggaran memang tidak terlalu besar. Tetapi, presiden berharap bahwa peneliti bisa bijaksana dengan anggaran tersebut. Peneliti harus fokus pada tujuan yang hendak dicapai serta berkesinambungan.

“Kalau penelitian kita masih parsial, tidak fokus serta tidak ada kesinambungan, maka anggaran yang sedikit tersebut akan lari kemana-mana dan tidak menghasilkan apa-apa,” kata Presiden.

Oleh karena itu, Presiden berharap bahwa adanya sinergi antar lembaga riset, perguruan tinggi (PT), dunia industri serta dunia usaha. Tujuanya kemana harus disinkronkan sehingga bisa terwujud kerjasama yang jelas dan konkrit antara peneliti, dunia usaha serta PT sehingga menghasilkan produk yang bermanfaat bagi rakyat.

Sedangkan untuk manipulasi anggaran serta tunjangan jabatan peneliti, perekayasa serta pengawas radiasi yang kurang besar, Presiden menyarankan adanya sharing antara perusahaan dengan peneliti atau fungsional lainnya tersebut.

“Banyak skema yang bisa dilakukan, sehingga peneliti bisa mendapatkan share income dari perusahaan” kata Presiden.

Disisi lain, Budi Santoso, Direktur Utama PT. Dirgantara Indonesia, menyatakan bahwa dunia usaha selalu bertumpu pada pasar dan didukung oleh teknologi. Dunia usaha akan lebih bisa bersaing dengan luar apabila didukung denga inovasi yang menghasilkan produk dan teknologi yang tepat.

Lebih lanjut, Budi menyatakan bahwa perusahaan tidak mungkin melakukan semuanya dari penelitiann dasar sampai dengan pengembangan. Diharapkan PT dan lembaga riset untuk selalu memulai penelitian dasar sampai menemukan core teknologi atau komponen, sehingga perusahaan bisa memulai dari core teknologi tersebut untuk menghasilkan produk yang bermanfaat.

“Kami berharap pemerintah bisa membimbing Kami untuk membuat suatu rencana sehingga semua penelitian dasar atau aplikasi yang telah dihasilkan tidak hanya selesai sampai paper yang disimpan dalam perpustakaan tetapi sampai pada Kami, sehingga Kami tidak meraba penelitian atau teknologi yang telah dihasilkan,”kata Budi.

Acara National Innovation Forum (NIF) 2015 yang dihadiri oleh kurang lebih 728 tamu undangan tersebut, merupakan salah satu forum yang berupaya untuk memperkuat program hilirisasi hasil riset ke dunia usaha atau industri.

Pada acara tersebut juga dipromosikan hasil-hasil riset dalam 40 stand pameran yang bertujuan untuk membangun komunikasi dan interaksi pelaku penelitian dengan dunia usaha, pengguna dan masyarakat serta pembuat kebijakan. Diharapkan dapat diketaui peran serta para aktor dalam mempercepat komersialisasi hasil-hasil penelitian.

Selain itu, pada acara tersebut juga dilaksanakan penandatanganan kerjasama tentang pemanfaatan teknologi sebyak 27 buah yang dikelompokkan dalam 7 bidang, yaitu: a). Pangan, b). Energi terbarukan, c). Teknologi informasi dan komunikasi, d). Pertahanan dan keamanan, e). Material maju,  f). Kesehatan dan g). Transportasi. ***THS

http://www.forda-mof.org atau www.litbang.dephut.go.id

#Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

#Forestry Research and Development Agency

#FORDA

Share Button

Rapat di Luar Kantor harus Selektif dan Akuntabel

Pemerintah tetap konsisten untuk melakukan penghematan keuangan negara, khususnya terkait dengan pembatasan rapat di luar kantor. Kebijakan yang semula dituangkan dalam Surat Edaran Menteri PANRB No. 11/2014, ditingkatkan menjadi Peraturan Menteri PANRB tentang Pedoman Pembatasan Pertemuan/Rapat di Luar Kantor dalam Rangka Peningkatan Efisiensi dan Efektivitas Kerja Aparatur.
Menteri  Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Yuddy Chrisnandi menegaskan, pedoman ini mengatur kriteria yang bersifat umum dan merupakan acuan bagi seluruh instansi penyelenggara pemerintahan. “Rapat di luar kantor dapat dilaksanakan secara selektif dan harus memenuhi berbagai kriteria. Selain itu, harus memenuhi ketentuan akuntabilitas serta dimonitor dan diawasi,” ujar Yuddy dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (01/03).
Kepada seluruh pimpinan instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, diminta menyusun petunjuk teknis beserta standar operasional prosedur (SOP) mengenai tata kelola kegiatan pertemuan/rapat di luar kantor serta evaluasi pelaksanaannya yang efektif dan efisien.
Dijelaskan, peraturan ini mengatur semua kegiatan pertemuan/rapat di luar kantor, baik yang dibiayai APBN maupun APBD. Kegiatan ini terbagi dalam dua kelompok, yakni yang bersifat internasional yang diselenggarakan di dalam negeri, dan yang non internasional.
Kegiatan itu meliputi konsinyering, focus group discussion (FGD), pertemuan, rapat koordinasi, rapat pimpinan, rapat kerja, rapat teknis, workshop, seminar, symposium, sosialisasi dan bimbingan teknis. Adapun kelompok kedua meliputi penyelenggaraan sidang, konvensi, konferensi internasional, workshop, seminar, symposium, sosialisasi, bimbingan teknis sarasehan berskala internasional yang diselenggarakan di dalam negeri.
Untuk rapat di luar kantor yang dibiayai APBN dapat dilaksanakan secara selektif apabila memenuhi setidaknya beberapa kriteria. Pertama, kegiatan dimaksud berskala internasional yang diselenggarakan di dalam negeri. Untuk pertemuan yang tidak berskala internasional,  harus memenuhi setidaknya satu kriteria sebagai berikut, yakni  memiliki urgensi tinggi terkait dengan pembahasan materi bersifat strategis atau memerlukan koordinasi lintas sektoral, memerlukan penyelesaian secara cepat, mendesak, dan terus menerus (simultan), sehingga memerlukan waktu penyelesaian di luar kantor.
Selain itu, tidak tersedia ruang rapat kantor milik sendiri /instansi pemerintah di wilayah tersebut, tidak tersedia sarana dan prasarana yang memadai, lokasi tempat penyelenggaraan pertemuan sulit dijangkau oleh peserta, baik transportasi maupun waktu perjalanan. “Untuk kegiatan non internasional ini, sekurang-kurangnya harus dihadiri oleh unsur unit kerja eselon I lain atau pemerintah daerah maupun masyarakat,” lanjut Yuddy.
Untuk kegiatan yang bersifat non internasional di luar kantor yang dibiayai dari APBD, dapat dilaksanakan jika tidak tersedia ruang rapat kantor milik sendiri/instansi pemerintah di wilayah tersebut, dan tidak tersedia sarana dan prasarana yang memadai. Selain itu, lokasi tempat penyelenggaraan pertemuan sulit dijangkau oleh peserta, baik sarana transportasi maupun waktu perjalanan.
Menteri Yuddy menambahkan, untuk mewujudkan akuntabilitas, setiap kegiatan tersebut diatas  maka perencanaan, pelaksanaan, pelaporan kegiatan harus disusun dan ditandatangani oleh penanggungjawab kegiatan dan disampaikan kepada unit pengawas internal.
Pertemuan atau kegiatan yang wajib dihadiri unsur eselon I lain, pemda atau masyarakat, harus dibuktikan dengan surat pernyataan keterbatasan sarana dan prasarana untuk penlenggaraan rapat di luar kantor, baik  milik sendiri maupun maupun milik instansi pmerintah lain dari penanggungjawab kegiatan. “Setiap kegiatan pertemuan/rapat di luar kantor harus memiliki output/hasil yang jelas. Hal itu dibuktikan dengan transkrip rapat, notulensi rapat dan/atau laporan, serta daftar hadir peserta rapat,” imbuhnya.
Untuk pemantauan dan evaluasi rapat di luar kantor yang dilaksanakan oleh kementerian/lembaga dan pemda, hasilnya harus disampaikan kepada unit pengawas internal masing-masing instansi yang dilengkapi dengan data-data pendukung. Hasil pemantauan dimaksud disampaikan setiap 6 bulan sekali kepada Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan Kementerian PANRB, yang selanjutnya disampaikan kepada Presiden dan Wakil Presiden.
Untuk menunjang keberhasilan kegiatan pertemuan/rapat di luar kantor, maka Sekjen, Sesmen, Sestama, Sekda diminta menyusun petunjuk teknis beserta SOP mengenai tata kelola kegiatan pertemuan rapat di luar kantor yang efektif dan efisien. Sedangkan unit pengawasan internal masing-masing instansi diminta menyusun petunjuk teknis beserta SOP mengenai tata cara pengawasan dan evaluasinya. (ags/HUMAS MENPANRB)
Share Button

Perlindungan Gambut Terancam Diperlemah

Pemerintah hendak merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Revisi dititikberatkan pada pertimbangan ekonomi.

Rencana itu disesalkan sejumlah pihak karena menunjukkan ketidakkonsistenan pemerintah melindungi hutan gambut tersisa. “Pemerintah tak boleh mengeluarkan aturan mundur yang menurunkan standar perlindungan bagi lingkungan hidup,” kata Henri Subagiyo, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Hukum Lingkungan Indonesia (ICEL), Sabtu (11/4/2015), di Jakarta.

Rencana revisi PP Gambut itu terkait keberatan pengusaha hutan tanaman industri dan perkebunan, di antaranya soal pembatasan jarak permukaan gambut dengan air pada kanal, yakni 40 sentimeter. Kedalaman itu mematikan tanaman budidaya.

Pada berbagai pertemuan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan, rencana revisi dihasilkan dari rapat terbatas dengan Menteri Koordinator Perekonomian. “Kami akan siapkan naskah akademis dari sisi ekonominya,” katanya.

Dikonfirmasi perkembangan itu, Deputi Menteri LHK Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Arief Yuwono mengatakan, pihaknya sedang mengagendakan pertemuan dengan ahli ekonomi. Selain sisi ekonomi, aspek penegakan hukum dalam PP Gambut juga akan dikritisi.

Ia berharap pertemuan-pertemuan itu juga membahas aspek konservasi. “Indonesia pernah punya gambut 25 juta hektar, kini tinggal 13 juta hektar. Itu jadi persoalan ketika dikaitkan kebakaran hutan dan lahan, emisi gas rumah kaca, dan biodiversitas yang hilang,” kata Arief, penanggung jawab program Pengendalian Perubahan Iklim di Kementerian LHK.

Masukan dari sisi ekonomi dibutuhkan agar PP Gambut bisa diterima semua pihak. Sayangnya, kata Arief, perhitungan dan pertimbangan sisi ekonomi dengan ekologi belum seirama.

Sementara, aturan PP Gambut lebih longgar dibandingkan sebelumnya. Pada PP No 150/2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa disebutkan, kriteria kerusakan lahan basah (gambut) pada batas muka air tanah 25 cm. “Esensi pembangunan berkelanjutan, aturan tak membuat nyaman semua pihak. Tetapi ini mendesak. Kebakaran hutan dan lahan lebih banyak di gambut daripada di tanah mineral,” kata Arief.

Henri menyayangkan revisi PP Gambut. Langkah tersebut dinilai tak lumrah karena baru berusia tujuh bulan dan belum tampak dampak penerapannya sudah hendak direvisi. (ICH)

Sumber : Klik disini

Share Button

Pentingnya Sistem Merit dalam Promosi Terbuka

Undang-Undang (UU) ASN nomor 5 tahun 2014 memuat banyak perubahan besar dalam dinamilka birokrasi di Indonesia. Salah satu yang cukup menonjol adalah penerapan sistem merit dalam promosi jabatan secara terbuka.

Hal itu dikatakan Wakil Ketua Komite Aparatur Sipil Negara (KASN) Irham Dilmy dalam seminar bertajuk Mengawal Kebijakan, Implementasi melalui Keterlibatan Policy Communities dan Evidence Based Policy di kampus UI Depok, Kamis (02/04). “Sistem merit memiliki dua konsekuensi, yakni semua jabatan harus memiliki standar kompetensi dan seluruh pejabat harus memahami tugas dan target kerjanya,” ujarnya.

Dikatakan, standar kompetensi dalam hal ini adalah adanya kecakapan terkait jabatan yang direbutkan dalam agenda open recruitment. Sedangkan mengenai konsekuensi kedua, para calon pemangku jabatan diharapkan paham mengenai garis besar tugas kerja yang akan diembannya.

Kedua hal ini, menurut Irham, mutlak dipenuhi oleh calon pemangku jabatan agar tercipta profesionalitas. “Konsekuensi tentu akan menghasilkan implikasi, dan dalam kaitannya dengan manajemen kepegawaian, sistem merit mampu memberikan enam implikasi baik bagi instansi-instansi terkait,” tambah Irham.

Implikasi pertama adalah penataan jabatan yang lebih jelas sehingga kinerja instansi-instansi yang menaungi semakin efisien dan akuntabel. Selanjutnya, sistem merit akan menghasilkan implikasi berupa penyusunan kualifikasi dan standar kompetensi pemangku jabatan yang lebih terstruktur.

Sedangkan implikasi ketiga adalah terciptanya penerapan sistem penilaian yang kinerja pemangku jabatan yang lebih obyektif dan transparan. Adapun implikasi keempat adalah penyempurnaan sistem remunerasi agar terciptanya efisiensi biaya kinerja ASN.

Irham menggaris bawahi remunerasi sebagai salah satu masalah yang cukup pelik dalam reformasi birokrasi di bidang anggaran, karena kerap kali penetapan gaji tidak sesuai dengan tingkat kerja yang ditunjukkan oleh aparat pemangku jabatan terkait.Oleh sebab itu, sistem merit diharapkan mampu memilih kandidat yang tepat untuk mengisi jabatan-jabatan starategis di kementerian, lembaga negara, dan pemerintahan daerah.

Untuk implikasi yang kelima adalah mengenai penempatan pegawai, yang diharapkan dapat mengurangi kesenjangan penempatan PNS yang masih cukup sering dialami oleh banyak instansi di seluruh Indonesia. Sedangkan untuk implikasi terakhir yaitu penyusunan rencana pengembangan karir bagi ASN yang di dalamnya terdapat pembahasan mengenai diklat.

Menurut Irham, pengembangan karir sangatlah penting untuk meningkatkan motivasi dan potensi kerja ASN. “Konsep merit tidak akan berjalan dengan sempurna jika tidak dibarengi dengan pengawasan proses seleksi yang ketat sehingga Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) dapat terjamin kaulifikasi dan legalitasnya,” tukas Irham.

Untuk mencapai tujuan pengawasan tersebut, Irham menyebut empat tahapan yang harus dikerjakan dengan baik. Pertama adalah pelaksanaan sikap proaktif dan reaktif dalam menilai kandidat JPT. Hal itu harus diikuti tahapan kedua berupa pemberian peringatan dan reaksi terhadap proses dan metode yang terjadi dalam seleksi, jika ditemui kejanggalan.

Selanjutnya, pengawasan proses seleksi juga memberi wewenang untuk pemberian endorsement jika panitia terkait menolak hasil seleksi karena tidak memenuhi kualifikasi yang diharapkan. Adapun tahapan keempat adalah penggenapan legalitas yang dilakukan dengan menggandeng Sekretariat Kabinet dalam rapat pra-JPT. (hfu/ HUMAS MENPANRB)

Sumber : Klik disini

Share Button