Rimbawan Siaga Lestarikan Hutan dan Lingkungan

BPTKSDA (Samboja, 18/02/2015)_Dalam rangka memperingati hari Bhakti Rimbawan tahun 2015 yang jatuh pada 16 Maret 2015, Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) Samboja mengadakan beberapa kegiatan yang menekankan pada sumbangsih dan kebersamaan Rimbawan, khususnya rimbawan Balitek KSDA. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain penanaman pohon, aneka perlombaan dan donor darah pada tanggal 16, 17 dan 18 Maret 2015 di KHDTK Hutan Penelitian Samboja dan Kantor Balitek KSDA. Koordinator kegiatan, Suwarno, S.Sos., M.Si., mengungkapkan bahwa kegiatan ini dilakukan dengan sederhana dan menitikberatkan pada manfaat dan kebersamaan rimbawan sebagai landasan pelestarian hutan dan lingkungan. “Bukan hanya senang-senang, tapi apa yang bisa kita berikan untuk hutan dan lingkungan disekitar kita, termasuk masyarakat banyak, itu yang penting,” ujarnya.

Mengambil tema “Rimbawan Siaga Lestarikan Hutan dan Lingkungan” kegiatan yang dilaksanakan dengan sederhana ini memulai kegiatan dengan melakukan penanaman pohon di Km 6 KHDTK Hutan Penelitian Samboja, dengan jumlah bibit + 500 buah. 5Bibit yang ditanam adalah Ficus variegata dan Dryobalanops lanceolata. Acara ini diikuti oleh pegawai Balitek KSDA bersama Siswa SMK Kehutanan Samarinda yang sedang melaksanakan magang. Areal yang dijadikan lokasi penanaman merupakan semak belukar dan hutan sekunder muda akibat kebakaran dan perladangan liar. Dengan penanaman ini, diharapkan proses suksesi hutan dapat lebih cepat dengan penambahan jenis-jenis pohon dari ekosistem hutan primer. “Lokasi ini awalnya merupakan areal hutan yang memiliki potensi wisata dengan keberadaan beberapa titik sumber air panas,” ungkap Nanang Riana, pengelola KHDTK Hutan Penelitian Samboja. Seusai kegiatan penanaman, panitia kegiatan menggelar penarikan undian doorprize sembari peserta penanaman beristirahat.

13 16 Hari kedua rangkaian kegiatan Bhakti Rimbawan diisi dengan aneka perlombaan di halaman kantor Balitek KSDA. Perlombaan yang diadakan adalah lomba makan krupuk, lomba suap pisang, lomba balap balon, lomba balap bakiak dan ditutup dengan lomba tarik tambang. Acara yang berlangsung dengan semangat kebersamaan ini juga dimeriahkan dengan doorprize menarik hingga akhir kegiatan. Seluruh pegawai mengambil bagian dalam perlombaan ini, tak terkecuali Kepala Balai Balitek KSDA yang bersemangat untuk berlomba bersama peserta lainnya dalam lomba makan kerupuk dan balap bakiak. Walaupun belum bisa memenangkan perlombaan, terlihat keceriaan seluruh peserta ketika bisa mengikuti lomba-lomba tersebut.

1020Untuk mengakhiri rangkaian kegiatan Bhakti Rimbawan, pada hari ketiga dilakukan kegiatan donor darah oleh 20 pegawai Balitek KSDA yang difasilitasi oleh PMI RSUD Aji Bhatara Agung Dewa Sakti Samboja. Dengan kegiatan ini, kebersamaan dari pegawai Balitek KSDA diharapkan dapat ditingkatkan lagi untuk mempersiapkan diri menjadi rimbawan siaga lestarikan hutan dan lingkungan.***ADS

IMG_2805IMG_3112IMG_2971

Share Button

TNC Gandengkan Warga Dayak Gaai dengan Sumalindo

The Nature Conservancy (TNC) menjembatani kepentingan warga suku Dayak di empat kampung Kecamatan Segah, Berau, Kalimantan Timur, dengan perusahaan kayu untuk mewujudkan hutan lestari. Community Development Spesialist Segah-Lesan TNC Indah Astuti mengatakan kolaborasi ini tidak hanya mengurangi konflik antara penduduk dan perusahaan, juga mencegah kerusakan hutan lebih parah. “Karena masyarakat ikut mengawasi hutan yang ditebang oleh perusahaan,” kata Astuti di Kampung Long Laai, Kecamatan Segah, Berau, akhir pekan lalu.

Program hutan lestari adalah bagian dari misi besar Reducing Emissions from Deforestation and Degradation in Developing Countries (REDD+) yang dikembangkan pemerintah Indonesia. Kelompok konservasi TNC sejak 2010 termasuk terlibat dalam program tersebut dengan mengembangkan model pemberdayaan masyarakat kampung yang mereka sebut Aksi Inspiratif Warga untuk Perubahan dalam REDD+ (SIGAP-REDD+). Pendekatannya melibatkan masyarakat untuk menyusun rencana strategis dan rencana pembangunan, termasuk menata lahan dan ruang di dalam dan di luar kampung yang berupa hutan.

Kisah konflik-damai di hutan Segah, menurut Astuti, melibatkan PT Sumalindo Lestari Jaya, perusahaan kayu pemilik hak pengusahaan hutan seluas 100 ribu hektare di daerah ini. Dari luasan itu, 66 ribu hektare di antaranya kawasan hutan produksi terbatas. Perusahaan yang mendapat izin sejak 1990 itu menebang meranti.

Sebelum tercapai kesepakatan tertulis pada Juni 2004, masyarakat lima kampung di hutan yakni Kampung Long Laai, Long Ayap, Long Oking, Long Pay, dan Long Ayan merasa perusahaan kayu tersebut telah mengancam kehidupan mereka. Penduduk di lima kampung itu totalnya sekitar 1.400 jiwa. Sebagian besar adalah suku Dayak Gaai dan Punan yang hidupnya bergantung dengan hasil hutan. Merasa terancam, pada 1999 mereka mulai protes dan puncaknya menggelar unjuk rasa serta menghentikan kegiatan Sumalindo selama tiga tahun pada 2000-2003.

Dari konflik inilah, menurut Astuti, justru lahir model baru kemitraan antara masyarakat setempat dan perusahaan kayu Sumalindo. TNC bersama Pemerintah Kabupaten Berau memediasi konflik tersebut. Mereka menyepakati secara tertulis sejumlah poin, termasuk membentuk Badan Pengelola Segah yang berperan menentukan kawasan dan model pengelolaan hutan bersama masyarakat.

Ketua Pelaksana Badan Pengelola Segah Jones Lokan mengatakan dengan adanya kesepakatan itu, masyarakat empat kampung — sejak 2007 kampung Long Ayan keluar dari kesepakatan tersebut — memperoleh uang lebih banyak dari perusahaan kayu dibanding di lokasi lain. Kampung mereka memperoleh kompensasi Rp 3.000 dari setiap meter kubik kayu yang ditebang.

Selain itu, setiap jiwa di empat kampung setiap tahun masih memperoleh tambahan fee Rp 33 ribu dari setiap meter kubik kayu yang dipanen perusahaan. Anak yang baru lahir pun dapat fee, kata Jones, guru yang tinggal dan mengajar di Kampung Long Laai.

Tahun lalu, setiap kepala di empat kampung itu memperoleh fee sekitar Rp 200 ribu. Pemberian fee seperti ini tidak terjadi di kampung lain yang menjadi lokasi penebangan kayu legal.

Site Manager PT Sumalindo Lestari Jaya IV Andi Amiruddin mengakui perusahaannya kini lebih nyaman beroperasi dibanding sebelumnya. Kalau perusahaan mau langgeng mau tidak mau harus melibatkan masyarakat, ujar Andi yang sudah bergabung ke perusahaan tersebut sejak pertengahan 1980-an.

Sumber : Klik di sini

Share Button

Jangan Ada Lagi Masyarakat Adat yang Kelaparan dan Terpinggirkan

Pemerintah berkomitmen mengakui dan memperjuangkan hak-hak masyarakat adat. Hal itu tersirat dari ceramah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar dalam Rakernas Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Sorong, Selasa (17/3/2015).

“Saya bersama pemerintah mengajak gubernur dan walikota untuk memerhatikan masyarakat adat di masing-masing wilayah. Lakukan pendataan dan penataan sehingga jelas mana yang menjadi hak masyarakat adat,” ungkap Tjahjo di depan lebih dari 500 masyarakat adat anggota AMAN di Lapangan Woronai.

“Jangan sampai ada lagi masyarakat adat yang kepalaran, mendapat KTP saja susah. Jemput bola, datangi dan berikan KTP tanpa pungutan bayaran,” imbuh Tjahjo. Kata-kata Tjahjo itu merujuk pada kejadian yang menimpa Suku Anak Dalam yang sulit mengakses layanan kesehatan sehingga berujung pada kematian belasan warganya.

Sementara itu, Siti Nurbaya Bakar mengatakan bahwa masyarakat adat adalah warga negara yang berdaulat dan berperan dalam pembangunan. Terbukti, dengan kearifan lokalnya, mereka mampu mempertahankan kelestarian hutan selama ratusan tahun. Contohnya dengan menetapkan adanya hutan larangan seperti di Sumatera Barat.

Siti mengungkapkan, pihaknya ingin mengembalikan martabat masyarakat adat. “Untuk itu kita harus jelas dan tegas identitasnya. Juga bagaimana wilayahnya. Saat ini sudah ada pemetaan partisipatif. Kita kenal hutan masyarakat, hutan desa, sekarang juga harus kenal hutan adat,” urainya.

Sejumlah 4,8 juta hektar wilayah masyarakat adat telah dipetakan secara partisipatif. Siti mengungkapkan, pihaknya sedang berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang sehingga hak masyarakat adat itu bisa diakui. “Sudah kita bicarakan dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang seperti apa haknya,” katanya.

Sekreatris Jenderal AMAN Abdon Nababan mengatakan, pernyataan dua menteri tersebut memberi sinyal positif bagi perjuangan masyarakat adat. “Ada komitmen pemetaan wilayah adat untuk segera diproses. Kemudian yang bisa kita harapkan dari presiden adalah pengesahan RUU masyarakat adat,” ungkapnya.

Abdon mengatakan, keberpihakan kepada masyarakat adat sebenarnya sudah jelas, salah satunya lewat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 tahun 2012. Namun, acapkali muncul peraturan lain yang justru berpotensi meminggirkan hak masyarakat adat, misalnya UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H). “Ini malah dimanfaatkan untuk mengkriminalisasi,” kata Abdon.

Terkait kompleksitas masalah masyarakat adat, Abdon mengusulkan adanya badan khusus yang mengurus. “Soal administrasi masyarajat adat kita harapkan bisa di Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Soal masalah hutan adat bisa di KLHK. Untuk subyeknya sendiri masyarakat adat harus dikelola lembaga permanen. Kalau ada badan khusus di bawah presiden itu akan lebih mudah,” jelasnya.

Sumber : Klik di sini

Share Button