Manfaat Nyata dari Go Green

Beberapa orang melakukan go green dan dinilai sebagai orang yang pintar. Lalu apa go green itu dan apa manfaat nyata dari go green? Go green merupakan segala sesuatu yang kita lalukan untuk hidup berkelanjutan.

Hidup berkelanjutan yang dimaksud adalah melakukan hal sekecil apa pun di dalam kehidupan sehari-hari yang membuat dampak pribadi pada alam dan sekitar kita. Misalnya melakukan pengomposan sampah dapur organik sebagi pupuk, menggunakan mobil listrik atau sepeda, dan menggunakan kantong dari kain bukan plastik.

Manfaat dari “go green” yang kita lakukan memang tidak secara langsung dapat dilihat. Contohnya ketika kita menggunakan produk-produk alami, mungkin tidak tampak pengaruhnya. Namun, manfaat nyata dan positif dari “go green” benar-benar ada, yaitu:

Kesehatan kita

Ketika kita menjalankan hidup berkelanjutan, maka kita telah mengambil langkah positif untuk kesehatan. Misalnya, kita akan makan makanan alami sehingga kita tidak mengonsumsi makanan olahan. Untuk membersihkan makanan, kita dapat menggunakan bahan alami seperti cuka yang tidak akan menyebabkan munculnya residu kimia.

Kantong/Dompet kita

“Go green” dapat menghemat uang di kantong. Makanan alami lebih murah daripada makanan olahan di toko-toko. Kita juga dapat membersihkan makanan alami dengan pembersih yang alami pula dengan harga yang juga murah.

Kemudian, olahan sampah dapur organik yang dijadikan pupuk juga dapat kita gunakan untuk tanaman daripada membeli pupuk kimia. Hal lainnya adalah dengan mengonsumsi makanan alami dan sehat, kita akan jarang berurusan dengan dokter sehingga tidak mengeluarkan uang untuk biaya dokter.

Emosi kita

Dengan hidup berkelanjutan, kita melakukan hal-hal kecil yang dapat membuat kita lebih baik mengetahui tentang bumi dan bagaimana kita mempengaruhi orang-orang di sekitar. Dengan tidak menciptakan sampah dan tidak menambah polusi udara dengan mengendarai kendaraan bermotor, kita telah membuat diri merasa bahagia dan mengundang senyum untuk banyak orang lain.

Dunia kita

Melakukan “go green” berarti kita ikut menyelamatkan dunia dan membantu generasi mendatang. Sekecil apapun tindakan “go green” yang dilakukan, tentunya akan berpengaruh. Bayangkan jika ratusan hingga miliaran orang melakukannya, maka dunia akan lebih lestari dan membangun masa depan yang baik.

Sebagai Contoh

Manfaat nyata dari “go green” lainnya yaitu, kita telah memberikan contoh kepada orang-orang terdekat kita. Orang-orang di sekitar kita akan melihat kepedulian kita dan tentunya akan ikut bergabung dengan tindakan kita untuk menciptakan kehidupan masa depan yang lebih baik.

Sumber : klik di sini

Share Button

Memanen Hujan untuk Air Bersih

Berada di kawasan tropis dengan curah hujan tinggi, di kelilingi pegunungan yang jadi tangkapan air alami, dan sungai-sungai membelah pulau-pulaunya, Indonesia tak seharusnya dibayangi krisis air bersih. Nyatanya separuh penduduk Indonesia belum terlayani air bersih dan jumlah warga yang tergantung air minum dalam kemasan meningkat.

Privatisasi air yang dikuatkan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air kian meminggirkan peran negara dalam menyediakan air bersih. Konflik perebutan sumber daya air pun merebak di beberapa daerah. Dampak lain adalah penumpulan kemandirian warga dalam menyediakan air bersih. Saat UU itu dibatalkan Mahkamah Konstitusi, pemerintah menyatakan tak siap menyediakan air bersih.

”Padahal, alam menyediakan air minum berkualitas baik secara gratis, yakni air hujan,” kata Romo Kirjito, yang sejak dua tahun terakhir melakukan riset dan percobaan pengolahan air hujan sebagai air minum.

Secara tradisional, sebagian masyarakat Indonesia telah memakai hujan sebagai sumber air bersih utama, seperti masyarakat di Kalimantan, Flores, dan Papua. ”Namun, ada asumsi air hujan dianggap tak baik bagi kesehatan. Padahal, air hujan paling rendah kadar logam beratnya,” ujarnya.

Penelitian Kirjito, air hujan di Indonesia kandungan mineral terlarutnya (TDS/total dissolved solid) di bawah 20 miligram per liter (mg/l). Padahal, TDS air kemasan banyak yang di atas 100 TDS. Versi Standar Nasional Indonesia (SNI) 2006, TDS maksimum 500 mg/l.

I Gede Wenten, ahli membran dan kimia air dari Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB) mengatakan, air hujan relatif belum tercemar, tapi butuh pengolahan hingga siap konsumsi. Dia optimistis kita bisa mandiri menyediakan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.

Wenten merupakan ahli yang meraih 15 hak paten. Salah satu temuannya adalah penyaring berpori atau membran skala nano yang bisa menyaring semua materi pencemar dalam air, termasuk bakteri. Sistem membran memiliki nanofiltrasi yang ukuran porinya lebih kecil dari ukuran bakteri 0,5–5 mikron atau 0,001 mm. Dengan sistem membran itu, air kotor bisa disaring jadi air bersih.

Potensi air hujan

Terkait air hujan, menurut Wenten, yang kerap jadi soal adalah proses penampungannya. ”Air hujan yang lewat genting rumah kemungkinan tercemar kotoran,” ucapnya.

Namun, menurut Kirjito, dibandingkan air di dalam tanah, potensi tercemarnya air hujan yang ditampung lebih kecil. ”Material pencemar di dalam tanah lebih banyak,” katanya.

Di daerah industri yang mutu udaranya buruk, kemungkinan terjadi hujan asam atau tercemarnya air hujan oleh oksida sulfur dan oksida nitrogen yang bersifat toksik, cukup tinggi. Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) berdasarkan pantauan di 48 stasiun pada Desember 2014 menunjukkan, tingkat keasaman air hujan di beberapa kota di Indonesia di atas batas PH air hujan normal, sebesar 5,6. Namun, ada sejumlah kota yang ada di bawah ambang batas itu, di antaranya Jayapura, Lampung, Kediri, Mataram, Padang, dan Serang.

”Kondisi hujan asam ini bisa disiasati dengan tak memakai air hujan yang baru turun, namun menunggu beberapa saat baru ditampung,” kata Wenten.

Persoalan lain, air hujan miskin unsur-unsur mineral yang dibutuhkan tubuh seperti fosfor dan kalsium yang terlarut dalam tanah. ”Air hujan yang meresap dalam tanah lebih kaya mineral. Namun, jika berlebih bisa berbahaya,” kata Wenten.

Menurut Kirjito, masalah keasaman PH air hujan bisa diatasi dengan alat sederhana yang dibuat sendiri oleh warga. Ditemui di tempat tinggalnya di Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (28/2), Kirjito dikelilingi bejana, botol, dan gelas-gelas berisi air.

Dia lalu memperagakan teknik sederhana menjadikan air hujan yang cenderung asam jadi air basa atau alkali. Caranya, memisahkan air asam dan basa dengan arus listrik DC agar terjadi ionisasi. Arus listrik dialirkan ke konduktor stainless foodgrade pada dua bejana berhubungan berisi air hujan atau bisa dicampur air tanah selama empat jam atau lebih, tergantung kadar PH yang diinginkan.

”Jika hanya air hujan, karena mineral terlarutnya rendah, butuh waktu ionisasi lebih lama. Kita harus ukur kadar TDS-nya. Biasanya air yang kita sarankan di bawah 50 TDS,” kata Kirjito.

Makin lama proses terionisasinya, perbedaan PH antara dua bejana itu makin tinggi, satu bejana kian basa dan satunya makin asam. Air basanya bisa langsung dikonsumsi, dan yang asam untuk pupuk tanaman.

”Dari pengukuran ORP (oxidation reduction potential), air hujan yang kami proses ini sifat antioksidannya tinggi. Dua tahun ini saya mengonsumsinya, saya merasa jauh lebih sehat dan jarang sakit lagi,” kata Kirjito. Beberapa orang yang menerapkan metode pengolahan air minum itu yang bertamu ke laboratorium Kirjito siang itu mengungkapkan hal sama.

”Kami tak jualan alat, bahkan budaya instan itu yang ingin kami tolak. Hal terpenting adalah mendorong warga punya budaya meneliti dan menyediakan air bersih secara mandiri,” ujarnya.

Meneliti air

Menurut Kirjito, yang dibutuhkan warga untuk meneliti air minum adalah alat pengukur PH dan TDS, yang bisa dibeli di banyak toko kimia ataupun toko daring (online) dengan harga terjangkau. Adapun bejana dan adaptor untuk mengolah airnya bisa dibuat sendiri. Total biaya tak sampai Rp 1 juta untuk membuat instalasi pengolahan air dan membeli alat ukur.

Mintje Maukar, spesialis water treatment yang belasan tahun bekerja di perusahaan asing mengatakan, dua bulan terakhir memakai air hujan yang diionisasi. Menurut dia, tubuh bersifat asam dan butuh asupan bersifat basa. Air berfungsi membawa nutrisi dan oksigen bagi tubuh, melarutkan dan mengeluarkan sampah atau racun.

”Air bersifat basa bisa berperan lebih baik, termasuk membantu memelihara dan mengganti sel-sel tubuh rusak,” katanya. Air hujan termasuk terbaik karena paling murni. Jika dijadikan alkali, air hujan itu amat baik bagi tubuh.

Kebutuhan asupan mineral, yang minim diperoleh dari air hujan, tak perlu dikhawatirkan, karena banyak diperoleh dari makanan. ”Bahkan, pola makan masyarakat cenderung kelebihan mineral. Yang dibutuhkan justru air untuk melarutkan kelebihan asam dan racun yang terakumulasi dalam tubuh,” kata Minjte, yang berlatar belakang pendidikan kedokteran itu.

Di alam, air alkali siap minum ada pada air kelapa. Air jeruk nipis, meski terasa asam, juga bersifat basa saat dalam tubuh. Upaya menjadikan air agar ber-PH basa dengan alat, populer di Indonesia. Sejumlah alatnya yang diimpor dijual mahal. ”Padahal kami bisa membuatnya sendiri,” kata Kirjito.

Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam publikasinya pada 2003, mengingatkan, air dengan PH ekstrem, terlalu basa ataupun asam, tak baik bagi tubuh. Air dengan PH lebih dari 11 menyebabkan iritasi mata dan kulit, serta pembengkakan sel rambut. Air dengan PH di bawah 4 menimbulkan hal sama. Jika PH air lebih rendah dari 2,5, berdampak serius pada organ dalam.

Kirjito menyarankan, saatnya masyarakat mandiri memperhatikan kebutuhan tubuhnya, termasuk dalam menyediakan air layak minum. Itu bisa jadi gerakan perlawanan terhadap gurita komodifikasi air. Karena air adalah hak tiap manusia….

Sumber : klik di sini

Share Button

Pengelolaan Hutan Desa Perlu Perhatikan Soal Lingkungan

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Marwan Jafar, mengharapkan pengelolaan hutan desa bukan semata-mata berorientasi ekonomi tetapi juga memperhatikan unsur lingkungan.

“Agar tidak terjadi kerusakan hutan yang membawa akibat buruk pada seluruh aspek kehidupan manusia dan lingkungannya,” ujar Marwan dalam pertemuan di Jakarta pada Rabu (4/3/2015).

Menurut Marwan, hutan desa adalah hutan negara yang dikelola oleh masyarakat dalam organisasi administratif pedesaan yang dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat desa itu sendiri.

Dengan pengertian itu, hutan desa bermaksud memberikan akses kepada masyarakat lewat lembaga desa untuk mengelolanya. Tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

“Karena itu pelaku utama hutan desa adalah Lembaga Desa yang dalam hal ini lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan Peraturan Desa (Perdes) secara fungsional berada dalam organisasi desa dan bertanggung jawab kepada Kepala Desa dan diarahkan menjadi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes),” tandasnya.

Dengan adanya pengelolaan hutan desa secara profesional oleh masyarakat setempat, Marwan yakin kawasan hutan akan bisa memberi banyak manfaat dari sisi ekonomi dan mengurangi praktek ilegal logging.

Dalam pelaksanaannya, imbuh Marwan, program hutan desa bisa diarahkan sesuai prinsip-prinsipnya dengan tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan.

“Ada keterkaitan masyarakat terhadap sumber daya hutan. Karena hutan mempunyai fungsi sosial, ekonomi, budaya dan ekologis,” tandasnya.

Sumber : klik di sini

Share Button