Manfaatkan Drone Untuk Pengelolaan KHDTK
Pemanfaatan teknologi mutakhir, seperti drone, sangat diperlukan dalam pengelolaan hutan. Pemotretan kawasan hutan dengan pesawat tanpa awak tersebut menghasilkan citra dengan resolusi tinggi dan detail. Setelah diolah dengan software, hasil yang ditampilkan adalah foto tiga dimensi yang menggambarkan kondisi hutan sebenarnya. Dengan demikian, pengelolaan kawasan hutan dapat direncanakan dengan akurat dan detail.
Hal itu diungkapkan Graham Ushe, Lanscape Protection Specialist dari PanEco, dalam diskusi konservasi di ruang rapat Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA), Senin (9/01). Ia menyebutkan Hutan Lindung Sungai Wain di Kalimantan Timur dan Hutan Batang Toru di Sumatra Utara sebagai dua kawasan yang sudah memanfaatkan teknologi drone. Lebih jauh, Graham menjelaskan cara mengoperasikan drone dan pengolahan data hasil pemotretan.
Ahmad Gadang Pamungkas, Kepala Balitek KSDA menyambut baik pemanfaatan drone untuk pengelolaan hutan, utamanya Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Samboja yang dikelola oleh Balitek KSDA. Dukungan teknologi drone sangat diperlukan dalam menyusun perencanaan yang tepat untuk mengelola kawasan seluas 3.504 ha tersebut.
Manager Program PanEco, Gabriella Fredriksson yang akrab disapa Gaby, menegaskan bahwa hasil pemotretan dengan drone selain dimanfaatkan untuk basis data KHDTK juga harus dapat dimanfaatkan untuk penelitian. Ia bersama Graham juga berkomitmen untuk sharing peningkatan kemampuan staf Balitek KSDA dalam pengoperasian dan pemanfaatan teknologi canggih tersebut.
Dalam diskusi konservasi yang dihadiri oleh peneliti dan pengelola KHDTK tersebut diperoleh banyak masukan untuk kegiatan penelitian Balitek KSDA. Stanislav Lhota, dosen dan peneliti dari Czech University of Life Sciences, memberikan masukan terkait rencana penelitian pemanfaatan pulau-pulau kecil di Teluk Balikpapan untuk pelepasan orangutan yang sudah tidak dapat dilepasliarkan. “Pulau-pulau itu hampir semuanya ditumbuhi tegakan mangrove primer, sehingga harus dilindungi dan tidak cocok untuk habitat orangutan. Hanya Pulau Balang dan Pulau Kuanghang yang cukup potensial untuk pelepasan orangutan, namun keduanya sarat konflik,” ungkapnya.
Gaby menambahkan bahwa isolasi orangutan di pulau-pulau kecil dalam jumlah sedikit sudah dilakukan di Sumatra untuk tujuan pendidikan. Namun, bila jumlah orangutan cukup banyak, pelepasan semacam itu sulit dilakukan. Karena itu perlu dilakukan strategi lain yang lebih efektif.
Dalam kesempatan tersebut, Gaby mengungkapkan ketertarikannya untuk menjalin kerjasama dengan Balitek KSDA. Ia berharap, payung kerjasama yang kuat dengan lembaga penelitian dapat meningkatkan keberhasilan konservasi alam di Kalimantan Timur. (Emilf)