Pesantren Konservasi Versi Buya Basith

Pesantren Al Amin di Kampung Karangsima, Desa Nangerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi bisa dibilang bukan pesantren biasa. Tak hanya berkutat dengan pendidikan soal agama, Ponpes Al Amin memiliki kegiatan yang berkaitan lingkungan. Selain memiliki sarana pendidikan umum mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, pesantren ini aktif dalam kegiatan konservasi hutan dan lingkungan. Kegiatan konservasi ini kemudian dikembangkan dengan nama Model Pesantren Konservasi yang digagas oleh pengasuh ponpes Al-Amin, KHR Abdul Basith.

Salah satu bentuk konservasinya adalah penanaman pohon sengon tanaman tumpang sarinya seperti jagung, cabe, kumis kucing, dan tanaman lainnya di lahan masyarakat. Selain bertujuan konservasi, penanaman sengon dan tumpang sari akan memberi nilai ekonomis bagi penanamnya. Tumpang sari bisa dipanen dalam jangka pendek, sedangkan sengon jangka menengah, sekitar 6 – 8 tahun baru panen.

Menurut Buya Basith, begitu KHR Abdul Basith dipanggil, setidaknya ada lima manfaat menanam pohon sengon atau pohon lainnya. Pertama, memberi rumah bagi burung. “Adanya pohon secara langsung memberikan sarana kehidupan untuk burung, baik dalam bentuk sangkar atau makanan seperti ulat,” katanya saat acara “Penanaman 30 Ribu Pohon Sengon” menyambut Hari Air Sedunia di Sukabumi. Manfaat tak langsung adalah memberikan suasana riang ke lingkungan dengan kicauan burung-burung di alam.

Manfaat kedua adalah memberikan pakan bagi ternak melalui dedaunannya. Ini akan mengurangi ketergantungan petani akan pakan pabrik. Otomatis akan mengurangi biaya pemeliharaan ternak. Daun yang kering bisa dimanfaatkan untuk pupuk dengan diolah menjadi kompos. Sedangkan ranting dan dahan bisa digunakan sebagai kayu bakar.

Manfaat ketiga berkaitan dengan oksigen yang dilepaskan oleh pepohonan saat melakukan fotosintesa di siang hari. Inilah penyebab mengapa duduk-duduk di bawah pohon pada siang hari terasa segar sebab banyak pasokan oksigen dari pohon. Naungan pohon juga menghindarkan dari sengatan matahari secara langsung. Anak-anak bisa bermain di luar rumah tanpa takut terpapar sinar matahari berlebih.

Manfaat keempat sebagai penampung air. Akar pepohonan bisa menahan air sehingga meresap ke dalam tanah. Sedangkan dedaunannya menahan air hujan untuk tidak langsung jatuh ke tanah. Selain menahan humus, juga erosi jika pohon ditanam di lahan miring. Dengan begitu pohon juga dapat mencegah banjir. Air yang disimpan di dalam tanah membantu saat musim kemarau.
Manfaat kelima, tentu saja nilai ekonomis yang terkandung pada batang pohon. Sengon sangat dibutuhkan bagi industri perkayuan. Permintaan akan kayu ini semakin meningkat.

Selain lima manfaat, pohon memiliki peran penting dalam menyerap racun yang ada di udara seperti karbon monoksida (CO), NO3 yang keluar dari cerobong pabrik, timbal, dan seng. Racun itu diubah menjadi oksigen yang bermanfaat bagi manusia.

Model pesantren konservasi ini mendapat respon yang bagus dari masyarakat. Hal itu ditandai dengan besarnya permintaan dari pemilik lahan untuk bekerja sama dalam penanaman pohon sengon. Pada tahun tanam 2008 saja Buya Basith telah merampungkan penanaman sebanyak 400 ribu pohon; 150 ribu pohon sengon milik pribadi dan 250 ribu berasal dari program Gerakan Nasional Kehutanan Lingkungan (GNKL).

Hasil penjualan sengon nantinya akan dibagi berdasarkan komposisi: 35% untuk pesantren Al-Amin, 10% pesantren lokal, 35% pemilik tanah, 10% petani, dan 10% AQUA (yang menggulirkan program ini) dalam bentuk bibit. Sedangkan perkebunan tumpang sari – yang akan ditanami jagung, pepaya, palawija dan tanaman produktif-ekonomi lainnya – akan memberikan kontribusi jangka pendek bagi petani.

Sumber : klik di sini

Share Button

Jakarta Banjir Lagi, Apa Kata Aktivis Lingkungan dan Menteri LHK?

Di sepanjang Jalan S Parman hingga Grogol, Jakarta, lumpuh total pada Senin (9/2/15). Ketinggian banjir mencapai satu meter membuat kendaraan yang melintas harus berputar arah. Ada mobil memaksakan menembus banjir, walau berakhir mogok.

Di Jalan Tanjung Duren, beberapa orang lalu lalang membawa gerobak. Menawarkan jasa angkut sepeda motor dari daerah tergenang menuju yang lebih aman. Tarif bervariasi. Antara Rp20.000-Rp50.000. Perahu karet milik BNPB dan kepolisian juga membantu warga melintasi kawasan ini. Beberapa orang silih berganti menunggu giliran naik ke perahu karet.

“Tadi mau berangkat pagi-pagi menjadi terlambat karena banjir,” kata Adhi Muhammad Daryono, warga Kedoya.”Saya harus membawa baju ganti mengantisipasi tidak basah saat berkendara,” katanya.

Tak hanya Grogol dan Tanjung Duren. Hujan yang mengguyur Jakarta sejak Minggu malam (8/2/15) hingga Selasa subuh (10/2/15) menyebabkan beberapa kawasan tergenang banjir. Pada Senin (9/1/15), banjir bahkan ‘mengepung” Istana Negara, dengan kedalaman berkisar 10-100 cm. Hari ini, pantauan Traffic Management Center Polda Metro Jaya, beberapa titik genangan masih terjadi di beberapa wilayah, seperti di Daan Mogot, Pasar Cipulir, Kebayoran Baru, sampai Duri Kosambi, antara 20-100 cm.

Dari perkiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dalam pekan ini, Jakarta, berawan,  hujan ringan, hingga hujan lebat. Potensi hujan ringan hingga sedang di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan. Hujan lebat bakal mengguyur Jakarta Pusat dan Jakarta Utara, siang, sore, sampai malam hari. Ini dari sisi perkiraan cuaca. “Namun, penyebab banjir bukan sekadar soal hujan,  tetapi lebih dari itu,” kata Deddy Ratih, dari Walhi Nasional.

Menurut dia, banjir bak jadi ‘agenda’ rutin Ibukota dan warga sampai para ahli tata kota menyadari bagaimana bentang alam kota ini serta daerah mana saja yang mempengaruhi kondisi lingkungan di sini.

Ruang terbuka hijau di Jakarta, katanya, hanya tersisa 6%. Yang lain, sudah menjadi berbagai kegiatan komersil pembangunan seperti gedung-gedung bertingkat dengan basement bertingkat pula.

Kondisi ini, ucap Deddy,  membuat kemampuan lingkungan menurun alias daya dukung dan daya tampung lingkungan Jakarta sudah tak seimbang.

“Jakarta sudah over burden dengan begitu padat pembangunan kota ini,” katanya di Jakarta, Selasa (10/2/15).

Untuk itu, dalam melihat problem lingkungan di kota ini  tak bisa hanya lingkup Jakarta. Ada daerah-daerah lain berpengaruh atau setidaknya memberikan pengaruh terhadap kondisi lingkungan, termasuk banjir di Jakarta.

“Nah, dari dulu para ahli itu sudah ngomong soal Bopunjur (Bogor-Puncak-Cianjur) selain Botabek (Bogor-Tangerang-Bekasi) mengenai model pembangunan terintegrasi,” katanya.

Sayangnya, dalam kenyataan, yang terintegrasi justru membangun jalan tol, kawasan industri atau kawasan ekonomi terpadu. Sedang

mengintegrasikan pembangunan dengan aspek lingkungan hidup berkelanjutan belum dilakukan.

Apa masih bisa diperbaiki? Deddy mengatakan, kemungkinan memperbaiki selalu ada.  Dia menyarankan, pemerintah menata ulang kawasan-kawasan yang memang harus dikonservasi dan menata wilayah-wilayah tetangga Jakarta, seperti Depok, Tangerang dan Bekasi.

Lalu, perbaikan sungai-sungai, memperbaiki tata air (drainase), mewajibkan biopori, dan menghentikan pengembangan bangunan komersial seperti gedung-gedung bertingkat.

Untuk menjalankan ini, katanya, memang mesti kerja  bersama pemerintah daerah dan pemerintah pusat. “Harusnya itu dikoordinasikan pemerintah pusat.”

Dia juga mengingatkan,  wacana pembangunan giant sea wall—yang katanya buat mengantisipasi banjir—bisa menjadi kebalikan alias malah berpotensi membahayakan lingkungan hidup di Jakarta.

Monitoring kementerian LHK dan daerah

Sebenarnya, pemerintah daerah dan pusat sudah berupaya mengantisipasi banjir ini. Sejak beberapa bulan lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah melakukan pengamatan terhadap hulu Sungai Ciliwung di Tugu dengan stasiun pengamatan tinggi muka air.

Baru-baru ini, Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, langkah mengantisipasi banjir Jakarta, dari luapan Sungai Ciliwung, kementerian berkoordinasi dengan Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Jakarta. Mereka juga berkonsolidasi lewat kerja-kerja dinas, UPT di Jakarta dan Jabar, termasuk di kabupaten. “Soal banjir Jakarta, kita sudah antisipasi sejak November. Interaksi pemda terus berjalan,” katanya dalam refleksi kerja 100 hari Kementerian LHK di Jakarta.

Siti mengatakan, antisipasi banjir dari Sungai Ciliwung pada November-Desember 2014, dengan pengerukan sendimentasi drinase atau parit-parit di Jakarta dan kabupaten/kota sekitar Ibukota negara. “Sumur serapan dan biopori juga upaya dibangun meskipun masih terbatas.”

Sedang banjir luapan Sungai Citarum, kata Siti, memiliki karakter berbeda dari Ciliwung. Di Citarum, pada hulu Sungai Cisangkuy, jelas terjadi alih fungsi lahan sangat rentan. Lahan telah menjadi kebun sayur mayur seperti kentang, kubis dan wortel. Di lereng-lereng bukit, katanya, rentan longsor dan erosi.

Untuk itu, katanya, penanganan banjir Citarum,  kementerian berkoordinasi dengan Gubernur Jabar. Bahkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla, telah membagi tugas antara pemerintah Jabar, Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian LHK. “Menteri PU akan menangani pekerjaan konstruksi seperti bendung besar di wilayah tengah ke hilir, sedang Menteri LHK hulu sungai.”

Sumber : klik di sini

Share Button

Manfaatkan Drone Untuk Pengelolaan KHDTK

Pemanfaatan teknologi mutakhir, seperti drone, sangat diperlukan dalam pengelolaan hutan.  Pemotretan kawasan hutan dengan pesawat tanpa awak tersebut menghasilkan citra dengan resolusi tinggi dan detail. Setelah diolah dengan software, hasil yang ditampilkan adalah foto tiga dimensi yang menggambarkan kondisi hutan sebenarnya. Dengan demikian, pengelolaan kawasan hutan dapat direncanakan dengan akurat dan detail.

Hal itu diungkapkan Graham Ushe, Lanscape Protection Specialist dari PanEco, dalam diskusi konservasi di ruang rapat Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA), Senin (9/01). Ia menyebutkan Hutan Lindung Sungai Wain di Kalimantan Timur dan Hutan Batang Toru di Sumatra Utara sebagai dua kawasan yang sudah memanfaatkan teknologi drone. Lebih jauh, Graham menjelaskan cara mengoperasikan drone dan pengolahan data hasil pemotretan.

Ahmad Gadang Pamungkas, Kepala Balitek KSDA menyambut baik pemanfaatan drone untuk pengelolaan hutan, utamanya Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Samboja yang dikelola oleh Balitek KSDA. Dukungan teknologi drone sangat diperlukan dalam menyusun perencanaan yang tepat untuk mengelola kawasan seluas 3.504 ha tersebut.

Manager Program PanEco, Gabriella Fredriksson yang akrab disapa Gaby, menegaskan bahwa hasil pemotretan dengan drone selain dimanfaatkan untuk basis data KHDTK juga harus dapat dimanfaatkan untuk penelitian. Ia bersama Graham juga berkomitmen untuk sharing peningkatan kemampuan staf Balitek KSDA dalam pengoperasian dan pemanfaatan teknologi canggih tersebut.

   20150209_160125Dalam diskusi konservasi yang dihadiri oleh peneliti dan pengelola KHDTK tersebut diperoleh  banyak masukan untuk kegiatan penelitian Balitek KSDA. Stanislav Lhota, dosen dan peneliti dari Czech University of Life Sciences, memberikan masukan terkait rencana penelitian pemanfaatan pulau-pulau kecil di Teluk Balikpapan untuk pelepasan orangutan yang sudah tidak dapat dilepasliarkan. “Pulau-pulau itu hampir semuanya ditumbuhi tegakan mangrove primer, sehingga harus dilindungi dan tidak cocok untuk habitat orangutan. Hanya Pulau Balang dan Pulau Kuanghang yang cukup potensial untuk pelepasan orangutan, namun keduanya sarat konflik,” ungkapnya.

Gaby  menambahkan bahwa isolasi 20150209_154031orangutan di pulau-pulau kecil dalam jumlah sedikit sudah dilakukan di Sumatra untuk tujuan pendidikan. Namun, bila jumlah orangutan cukup banyak, pelepasan semacam itu sulit dilakukan. Karena itu perlu dilakukan strategi lain yang lebih efektif.

Dalam kesempatan tersebut, Gaby mengungkapkan ketertarikannya untuk menjalin kerjasama dengan Balitek KSDA. Ia berharap, payung kerjasama yang kuat dengan lembaga penelitian dapat meningkatkan keberhasilan konservasi alam di Kalimantan Timur. (Emilf)

Share Button