Terkait Petisi Tutup Tambang Batubara Samarinda: Ibu Menteri Siti akan Temui Rahmawati

Rasa syukur itu diucap Rahmawati saat mendengar petisi yang dikirimnya keChange.org  mendapat tanggapan positif dari masyarakat luas. Sampai hari ini, Minggu (8/02/2015), petisi online tersebut telah ditandatangani sebanyak 8.873 pendukung.

Rahmawati (37), melalui Change.org, meminta keadilan atas kematian putranya Muhammad Raihan Saputra (10) pada 22 Desember 2014, di lubang bekas tambang batubara milik PT. Graha Benua Etam (GBE) di Sempaja Utara, Samarinda, Kalimantan Timur.

Petisi bertajuk “Tutup dan Hukum Perusahaan Pemilik Lubang Tambang Batubara Samarinda yang Membunuh Anak-anak” yang ia buat Jumat (23/01/2015) itu, ia tujukan langsung kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Walikota Samarinda, Syaharie Jaang.

Sepuluh hari berselang, paska petisi tersebut dibuat, Denok Pratiwi, Communication Officer Change, yang didampingi Merah Johansyah, Dinamisator Jatam Kaltim, mendatangi Rahmawati. Denok menyampaikan kabar baik bahwa Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya bersedia menerima Rahmawati di Jakarta. “Ibu Siti akan mendengarkan segala keluh kesah Rahmawati terkait musibah yang menimpanya serta kondisi lubang tambang yang ada di sekitar permukimannya. Dijadwalkan, pertemuannya sekitar pertengahan Februari 2015 ini,” ujar Denok.

Menurut Denok, sebagai open platform petisi publik, Change memandang petisi yang dikirim Rahmawati tersebut penting untuk ditindaklanjuti. Kejadian serupa, ketidakadilan yang menimpa masyarakat kecil terjadi di mana-mana, bukan hanya di Samarinda. Hanya saja, masyarakat kerap pasrah dan menganggap hilangnya nyawa sebagai musibah semata. “Kejadian yang menimpa Rahmawati kerap diselesaikan secara kekeluargaan, hanya diberi santunan dan selesai,” ujarnya

Dari lima kejadian tenggelamnya anak-anak di lubang bekas tambang di Samarinda, Rahmawati merupakan keluarga korban pertama yang secara tegas meminta lubang-lubang tambang ditutup dan para pihak yang terkait diberi hukuman. “Nyawa tidak bisa diganti dengan uang, berapapun jumlahnya,” kata Rahmawati, sembari menyebut ada utusan dari perusahaan yang memberikan uang sejumlah 15 juta rupiah.

 

Kondisi Kota Samarinda akibat pertambangan

 

Dukungan penuh

“Ini lubang tempat Raihan tenggelam,” kata Rahwati sambil menunjuk rekaman lokasi tambang yang ditunjukkan Merah Johansyah yang diambil oleh Jatam Kaltim melalui drone.

Dari rekaman video itu, terlihat ada tujuh lubang tambang yang airnya tampak menghijau. “Saya sudah lama tinggal di sini tapi tidak tahu kalau banyak lubang tambang,” ujar Rahmawati.

“Inilah wajah Kota Samarinda, lubang ada di mana-mana namun tidak banyak yang tahu karena tersembunyi di balik bukit. Padahal, letaknya tidak jauh dari permukiman,” kata Merah Johansyah.

Jatam Kaltim menilai penanganan kasus tenggelamnya anak-anak di Kota Samarinda terus berulang. Keluarga korban tidak pernah mendapat keadilan. “Padahal, perusahaan terbukti melanggar UU Lingkungan Hidup. Pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap perusahaan tambang yang wilayah operasinya dekat dengan pemukiman penduduk,” ujar Merah.

Atas sikap yang diambil Rahmawati, Jatam Kaltim dan Change memberikan dukungan  penuh seraya mengajak jejaring dan pihak-pihak lain yang bersimpati untuk memberi dukungan. “Rahmawati adalah inspirasi bagi kami,” ujar Dhenok.

Bagaimana Rahmawati? Menurutnya, ia siap bertemu Ibu Menteri Siti di Jakarta. “Demi kebaikan bersama. Semoga, kasus meninggalnya anak di lubang bekas tambang tidak terulang lagi,” jelasnya.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Sumber : klik di sini

Share Button

Perlu Persiapan Serius Jelang Pertemuan Perubahan Iklim di Paris

Indonesia perlu segera menyusun pesan yang kuat dalam Intended Nationally Determined Contribution (INDC) menjelang pertemuan United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang akan digelar pada November 2015 di Paris.

INDC akan menjadi dasar Indonesia dalam perundingan dunia yang bakal membentuk kesepakatan antar-negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, mencegah kenaikan suhu Bumi sebesar 2 derajat Celsius.

“Harus ada strong position dari pemerintah Indonesia (dalam INDC),” ungkap Fabby Tumiwa dari Institute for Essential Services Reform dalam temu media bersama Greenpeace, Rabu (4/2/2015).

Menurut Fabby, INDC yang diperkenalkan oleh Ad hoc Working Group on Durban Platform on Enhanced Action (ADP) yang dibentuk tahun 2011 selama pertemuan UNFCCC di Durban punya peran penting.

Sesuai isu “Common but Differentiated Responsibilities” di mana setiap negara entah miskin entah kaya harus berkontribusi melawan perubahan iklim, Indonesia perlu punya pesan jelas sehingga langkah penurunan emisi serta kebutuhannya dipahami.

Meski belum disepakati, INDC perlu memuat strategi mitigasi, adaptasi, serta dukungan dana yang diperlukan untuk mengurangi emisi. “Jadi termasuk dana yang dibutuhkan dari negara maju untuk mengurangi emisi,” katanya.

Penyusunan INDC Indonesia dipimpin oleh Bappenas. Tapi, stakeholder seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga punya peran penting. “Idenya Bappenas akan buat kelompok kerja. Ada dari sisi land based, KLHK akan masuk ke situ,” kata Fabby.

Dengan penggabungan Kementerian Lingkungan Hidup dengan Kementerian Kehutanan serta peleburan Badan Pengelola Redd+ dan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), penyusunan INDC punya tantangan.

Sebelumnya, penyusunan INDC melibatkan DNPI. Sementara, masalah Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN GRK), science center berada di Kementerian Lingkungan Hidup. “Dengan penggabungan bagaimana ini,” kata Fabby.

Pertemuan di Paris tahun ini penting sebab harus menghasilkan kesepakatan global menurunkan emisi gas rumah kaca. “Saya khawatir kalau kita tidak cepat bersiap-siap, kita tidak akan kuat untuk di Paris nanti,” jelas Fabby.

Selain punya peran internasional untuk negosiasi, Fabby merasa INDC juga penting untuk acuan pemerintah. “Dengan kondisi kita sekarang, kita perlu pressure untuk tidak hanya pro investasi tetapi juga pro lingkungan,” ucapnya.

Sumber : klik di sini

Share Button

Menteri LHK Pastikan Agenda BP REDD Plus Dilanjutkan

Menyusul peleburan Badan pengelola REDD+ dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berdasarkan Peraturan Presiden No 16/2015, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar memastikan bahwa visi badan yang dilebur tetap dilanjutkan.

“Saya pastikan muatan BP REDD+ akan dilanjutkan,” kata Siti usai dialog Refleksi Kerja 100 Hari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang diadakan Selasa (3/2/2015) di Jakarta.

“Saya senang sekali kalau petugas BP REDD+ tetap bersama kita. Agendanya sudah jelas dan sekarang sedang kita konsolidasikan,” imbuh Siti dalam dialog bertema “Semangat Baru Konservasi dalam Eksploitasi Sumber Daya Alam Indonesia” itu.

BP REDD+ dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No 62/2013. Tugas BP REDD+ adalah mengoordinasikan pelaksaan REDD+. Lembaga ini resmi dibubarkan sejak tanggal 21 Januari 2015 lalu.

Siti berjanji bahwa pihaknya akan tetap tetap menjalankan program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan serta agenda lainnya terkait masalah perubahan iklim.

Dengan peleburan BP REDD+, Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) ke KLHK Siti memastikan bahwa pihaknya akan bekerja dengan kelembagaan yang kokoh. Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim akan diisi orang kompeten.

Sementara itu, terakit moratorium hutan dan lahan gambut yang akan berakhir pada Mei 2015 nanti, Siti mengungkapkan pihaknya belum bisa memutuskan. “Kita masih harus pertimbangkan,” katanya.

Sumber : Klik di sini

Share Button

100 Hari Siti Nurbaya, Masalah Lingkungan Hidup Masih Terlupakan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) perlu menaruh perhatian lebih besar pada isu lingkungan hidup yang lebih luas, bukan hanya kehutanan. Masalah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), pencemaran, dan lainnya menanti penyelesaian.

Hal itu mengemukan dalam dialog Refleksi Kerja 100 Hari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bertema “Semangat Baru Konservasi dalam Eksploitasi Sumber Daya Alam Indonesia” yang digelar Selasa (3/2/2014) di Jakarta.

Chalid Muhammad dari Institut Hijau Indonesia mengatakan, dalam 100 hari kerja, Siti Nurbaya Bakar yang menjabat sebagai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah punya beberapa pencapaian.

Ia mengatakan, Siti telah membangun budaya kerja baru, membuka peluang pendekatan strategis untuk menyelesaikan beragam masalah lingkungan, serta membangun task force untuk menyelesaikan konflik.

Namun demikian, Chalid juga mengkritisi KLHK yang masih fokus pada masalah kehutanan saja. Padahal, dengan nama barunya, kementerian yang dipimpin Siti itu juga bertgas menyelesaikan masalah lingkungan hidup. “Isu coklantya belum terlihat,” kata Chalid.

“Isu coklat” mencakup masalah lingkungan hidup seperti pencemaran, limbah bahan berbahaya dan beracun, pemberian izin lingkungan, dan analisis mengenai dampak lingkungan. Dikenal pula “isu hijau” yang mencakup hutan, gambut, dan lainnya.

Chalid mengungkapkan, “Soal pencemaran itu perlu jadi perhatian. Penggunaan merkuri secara ilegal itu mencapai ratusan ton. Pencemaran sungai oleh limbah industri dan pencematan akibat industri pertambangan perlu dilihat.”

Menurut Chalid, KLHK perlu membuat satgas khusus di internal KLHK untuk menyelesaikan masalah lingkungan hidup di luar kehutanan. “Supaya sebelum strukturnya sefinitif bisa bergerak cepat menyelesaikan,” papar Chalid.

Anggota DPR RI Komisi 7, Satya Widyayuda, mengungkapkan, perhatian di luar sektor kehutanan penting dalam pengurangan emisi karbon. Emisi dari sektor energi mencapai 30 persen. “Jadi konsentrasinya jangan hutan terus,” cetusnya.

Sumber : Klik di sini

Share Button