Presiden Joko Widodo membubarkan dua lembaga Negara, Badan Pengelola Penurunan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (BP-REDD+) dan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI).
Kedua badan yang dibentuk pada rezim Presiden Yudhoyono ini dibubarkan melalui Perpres 16 tahun 2015 yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 21 Januari 2015. Selanjutnya, tugas dan fungsi BP-REDD+ dan DNPI diberikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Setiap tugas dan fungsi BP-REDD+ dan DNPI kami sebar di beberapa dirjen terkait. Dengan demikian, isu ini semakin diperkuat karena memiliki “pasukan” kami hingga di daerah-daerah,” kata Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rabu (28/1/2015) di Jakarta.
Ia memberi penjelasan kepada media terkait Perpres 16 tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Perpres ini juga berisi uraian kelembagaan KLHK.
Penyerahan tugas dan fungsi BP-REDD+ dan DNPI terdapat pada pasal 59. Selanjutnya pada Bab VIII Ketentuan Penutup, pasal 63 ayat c dan d, Presiden mencabut Perpes nomor 62/2013 tentang Badan Pengelola Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut dan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2008 tentang Dewan Nasional Perubahan Iklim. Kedua perpres ini dinyatakan tak berlaku.
Kemudian, Perpres 16/2015 pada pasal 64 mempertegas Peraturan Presiden mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Perpes ini diundangkan pada 23 Januari 2015 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.
Akibatnya, berbagai kegiatan BP-REDD+ pun dibatalkan. Seperti kegiatan evaluasi moratorium kehutanan yang sedianya berlangsung Kamis, 29 Januari 2015 dan undangan telah dikirim ke berbagai instansi, akhirnya dibatalkan.
“Rekan jurnalis yang baik, mohon maaf sebesarnya, terkait dengan terbitnya Perpres 16/2015, maka acara besok, diskusi dan analisa dan tindaklanjut moratorium pasca Mei 2015 tidak jadi diadakan. Mohon maklum. Salam,” demikian pemberitahuan dari pihak BP-REDD+.
Sumber : klik di sini