Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mendelegasikan wewenang penerbitan izin lingkungan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Pasar Modal. Namun, kebijakan itu dinilai berisiko mengabaikan pertimbangan lingkungan.
Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 97 Tahun 2014. Peraturan itu tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Perizinan dan Nonperizinan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dalam Rangka Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Selain izin lingkungan, dalam lampiran, peraturan menteri itu memberikan kewenangan kepada BKPM untuk menerbitkan berbagai izin kehutanan. Izin itu mulai dari pemanfaatan hasil hutan kayu/nonkayu, pinjam pakai kawasan hutan, hingga izin penangkaran satwa.
Menurut Asisten Deputi Kajian Dampak Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ary Sudijanto, Rabu (7/1/2014), penerbitan Permen LHK itu merespons inisiatif Presiden Joko Widodo untuk mempermudah investasi di Indonesia. Selama ini investasi di Tanah Air terkesan dipersulit karena berbagai izin tersebar di sejumlah sektor atau kementerian.
”Ini langkah perbaikan, investor mengurus perizinan tak perlu ke mana-mana, cukup ke BKPM,” katanya. Pihaknya dan BKPM tengah membahas rincian operasionalnya secara intensif.
Tantangan implementasi peraturan itu adalah izin lingkungan sebagai instrumen agar investor menjalankan persyaratan atau rekomendasi kajian analisis dampak lingkungan yang disetujui masyarakat. Proses teknis kajian ilmiah dan persetujuan masyarakat tersebut butuh waktu yang kerap dianggap menghambat investasi.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Hukum Lingkungan Indonesia Henri Subagiyo mengatakan, layanan perizinan tak efektif jika Kementerian LHK hanya ”membuka loket” di BKPM. ”BKPM harus mewadahi bagaimana agar perizinan sektor LHK selaras dengan sektor lain sehingga perizinan tak tumpang tindih,” ujarnya.
Ia mencontohkan berbagai perizinan tambang ataupun perkebunan yang ada di hutan lindung, bahkan hutan konservasi. Itu bisa dicegah jika BKPM bisa mengintegrasikan data antar-
kementerian/sektor. ”Kami mendorong agar setiap perizinan akuntabel sehingga bisa diawasi,” katanya.
Sementara itu, pakar hukum lingkungan dari Universitas Tarumanegara, Jakarta, Deni Bram, mengatakan, pendelegasian kewenangan Menteri LHK kepada BKPM berisiko mengabaikan pertimbangan lingkungan. ”BKPM itu orientasinya bagaimana investasi sebanyak-banyaknya agar masuk,” ujarnya.
Deni menilai perizinan merupakan ”lampu hijau” bagi sesuatu yang dilarang untuk dilakukan. ”Dalam konteks izin lingkungan, apa BKPM bisa menyelami latar belakang izin itu dikeluarkan? Saya meragukan,” katanya menegaskan.
Perizinan lingkungan membawa konsekuensi command and control. Deni meragukan fungsi itu berjalan jika penerbitan izin ditangani BKPM dan pengawasan di Kementerian LHK.
Dalam peraturan menteri LHK, Menteri LHK akan menunjuk pejabatnya untuk mewakili Kementerian LHK di BKPM. Dalam memberikan izin, Kepala BKPM akan bertindak untuk dan atas nama Menteri LHK.
Sumber : Klik di sini