Di tengah bencana kebakaran hutan, alih fungsi lahan untuk sawit dan tambang, dan masalah polusi perkotaan, Indonesia ternyata tetap punya pahlawan-pahlawan penjaga lingkungan yang tanpa pamrih berjuang mempertahankan, bahkan memperbaiki, alam sekitarnya dari kerusakan.
Enam orang dari sekian banyak pahlawan lingkungan itu hadir di Jakarta pada Selasa (28/1/2015). Mereka menerima penghargaan Kehati Awards sekaligus sedikit bertutur tentang keberhasilan dan manfaat yang didapatkan dengan menjaga lingkungan.
Kehati Awards adalah penghargaan yang diberikan Yayasan Keanekaragaman Hayati kepada publik yang menginisasi pelestarian dan pemanfaatkan keanekaragaman hayati. Direktur Eksekutif Yayasan Kehati, MS Sembiring, mengungkapkan, tujuan Kehati Awards tak semata memberikan penghargaan, “tetapi juga mengajak orang untuk mereplikasi langkah mereka.”
Aziil Anwar dari Desa Binanga, Majene, Sulawesi Barat, menerima penghargaan kategori Prakarsa Letasri Kehati. Dengan kegigihan, dia berhasil menyulap karang-karang mati dan pesisir bekas tempat praktik pengeboman ikan berlangsung menjadi lahan tumbuh mangrove.
Dia menuturkan, upayanya mendatangkan manfaat bagi warga. Wilayah dekat pantai kini lebih tahan dari abrasi. Adanya ekosistem mangrove juga memberi manfaat. “Warga mendapatkan sumber protein dari kerang-kerangan dan hewan yang hidup di mangrove,” ungkapnya.
Januminro, Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Kota menerima penghargaan kategori Pendorong Lestari Kehati. Dia menyulap lahan gambut bekas kebakaran hutan menjadi lahan subur tempat beragam tanaman ekosistem itu bisa tumbuh.
Tak cuma itu. Januminro juga mengajak warga sekitar hutan gambut hak milik Jumpun Pambelon, demikian dinamakan, aktif membibitkan pohon-pohon langka yang memberi manfaat ekonomi seperti pasak bumi (Eurycoma longifolia) dan Ramin (Gonystylus bancanus). Bibit akhirnya bisa dijual dan mendatangkan uang.
Menerima Tunas Lestari Kehati, Dinuarca Endra Wasistha dari Kelompok Studi Ekosistem Mangrove Teluk Awur (Kasemat) menjadi cerminan generasi muda yang peduli keanekaragaman hayati. Ia menginisiasi penanaman dan pembibitan mangrove, sekaligus edukasi warga.
Sejumlah spesies yang hidup di ekosistem mangrove akhirnya bisa dimanfaatkan, seperti untuk pewarna. Dinuarca menganggap kelestarian ekosistem mangriove sebagai cita-cita utamanya saat ini. “Kuliah cuma sampingan,” kata mahasiswa dari Universitas Diponegoro, Semarang ini.
Dari sub-urban Jakarta, Ambarwati Esti, seorang ibu rumah tangga, meraih penghargaan Peduli Lestari Kehati. Ia prihatin dengan jajanan anak-anak masa kini yang tak menyehatkan. Dengan telaten, Ambar belajar mengolah umbi-umbian. Kini, ia berhasil mendirikan CV Arum Ayu yang mengolah umbi menjadi kue yang sehat.
Sementara dari ujung Jawa Timur, Achmad Subagio, berhasil memanfaatkan lahan kritis untuk menanam singkong dan meraih Cipta Lestari Kehati. Profesor di Universitas Jember itu juga sukses mengolah singkong menjadi tepung yang tak bercitarasa singkong, dinamai MOCAF (Modiefied Cassava Flour).
Berbeda dengan peneliti umumnya yang hanya puas meriset, Achmad juga berpikir aplikasi hasil risetnya. Ia melatih warga mengolah tepung singkong menjadi sejumlah produk dan berhasil. MOCAF sendiri kini diekspor ke Jepang. Sekali lagi, kreativitas membuat keanekaragaman hayati menjadi uang.
Agustinus Sasundu dari Sangihe, Sulawesi Utara, yang menerima penghargaan Citra Lestari Kehati adalah yang terunik. Dia menyulap bambu menjadi beragam alat musik, seperti klarinet, korno, seruling, dan trombon. Tak cuma itu, ia membuat “orkestra” musik bambu dan mementaskan karyanya.
Ketua Dewan Juri Kehati Awards dan peneliti etnobotani dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Eko Bariti Waluyo, mengungkapkan, karya-karya pemenang Kehati Awards sangat bagus dan menginspirasi.
Yono Reksoprojo dari Kamar Dagang dan Industri yang juga menjadi dewan juri mengungkapkan bahwa ekonomi saat ini adalah ekonomi jasa dan ekonomi kreatif. Kegiatan ekonomi tersebut tidak hanya mengandalkan sumber daya alam, tetapi juga kreativitas untuk memberikan nilai tambah. Sejumlah karya pemenang Kehati Awards menunjukkan kreativitas itu.
Mantan Menteri Lingkungan Hidup, Emil Salim, mengungkapkan, kreativitas untuk menjaga dan memanfaatkan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan sangat menentukan masa depan umat manusia.
“Tahun 2030 populasi manusia diprediksi 9 miliar. Kita diperkirakan butuh 2 Bumi. Maka manusia silakan berpikir. Bagaimana mengelola lingkungan dan keanekaragaman hayati sehingga Bumi bisa tetap mendukung,” katanya.
Kehati Awards telah diberikan sejak tahun 2000. Penyelanggaraan tahun ini merupakan yang kedelapan. Hingga kini, telah ada 37 orang yang menerima penghargaan tersebut.
Sumber : Klik di sini