Penelitian: Bumi Diambang Kepunahan Besar yang Keenam

Badak Sumatera, salah satu spesies paling terancam di dunia yang ada di Indonesia. Sumber foto : klik di sini

Ahli biologi menyimpulkan kepunahan spesies terjadi 1.000 kali lebih cepat dengan kehadiran spesies manusia

Sebuah penelitian yang dipimpin oleh ahli biologi Stuart Pimm dari Duke University menyebutkan bahwa saat ini bumi berada di ambang kepunahan besar spesies yang keenam.

Seperti penjelasan yang dikutip dari Jurnal Science, kepunahan spesies didorong oleh kehadiran manusia yang mempercepat hingga seribu kali kepunahan spesies lain jika dibandingkan waktu yang lalu.

Berdasarkan hasil penelitian ini, sebelum manusia menjadi spesies dominan di bumi maka rata-rata kepunahan spesies adalah 1 dari 10 juta spesies punah per tahun, tetapi dengan kehadiran manusia antara 100-1.000 per sejuta spesies punah setiap tahunnya.

Faktor utama di balik tingginya angka kematian menurut para peneliti adalah penyusutan habitat alam. Spesies yang berintelegensia lebih rendah dari manusia telah kehilangan habitat tempat hidup karena diambil alih dan diubah untuk kepentingan manusia.

Faktor-faktor lain yang mempercepat kepunahan adalah introduksi spesies asing ke habitat yang disebabkan oleh aktifitas manusia, pola konsumsi yang tidak berkelanjutan dan perubahan iklim.

Untuk memperkirakan tingkat kepunahan masa prasejarah, para ahli biologi mendasarkan pada hasil filogeni molekuler (molecular phylogeny), yaitu teknik yang melacak hubungan antara spesies yang berbeda melalui analisis persamaan dan perbedaan DNA mereka.

Para peneliti sendiri meyakini, dari bukti-bukti yang ditemukan, bahwa telah terjadi 5 kali kepunahan besar spesies di bumi. Sejumlah besar spesies menghilang secara cepat dikarenakan perubahan lingkungan oleh bencana raksasa. Berbeda dengan kepunahan spesies yang lalu, maka kepunahan besar spesies kali ini menurut para ahli akan terjadi akibat ulah manusia.

Kepunahan terbesar yang terburuk sendiri terjadi 252 juta tahun yang lalu, menyapu bersih hingga 96 persen spesies laut dan 70 persen dari spesies vertebrata darat. Meskipun demikian peneliti belum sampai kata sepakat apa yang menjadi penyebab pasti dari bencana ini.  Beberapa dugaan hal ini terjadi karena dampak tabrakan meteor, aktifitas gunung berapi raksasa, menipisnya oksigen dalam air laut dan beberapa hipotesis lain yang saat ini sedang dibahas.

Kepunahan terakhir adalah terjadi 65 juta tahun lalu, disebabkan oleh meteroid raksasa yang menabrak bumi.  Diyakini 75 persen spesies yang ada di bumi saat itu mengalami kepunahan, termasuk dari berbagai jenis spesies dinosaurus.

“Saat ini kita berada di ambang kepunahan keenam dan sekarang tergantung tindakan kita apakah ingin menghindarinya atau tidak,” tandas Stuart Pimm pimpinan penelitian ini.

Sumber : klik di sini

Share Button

Indonesia Sumbang 250.000 USD Untuk Penanganan Perubahan Iklim Global

Indonesia serius berperan dalam menangani dampak perubahan iklim global. Tidak hanya dengan berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan asing, tetapi juga menyumbangkan sebesar 250.000 USD melalui Green Climate Fund (GCF) untuk penanganan perubahan iklim.

“Indonesia berkontribusi sebesar 250.000 USD ke GCF. Itu janji kita dalam konteks kerjasama selatan – selatan,” kata Sekretaris Kelompok Kerja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Suzanty Sitorus dalam konferensi pers di kantor DNPI di Jakarta, pada hari Jumat (30/5) yang diadakan oleh Delegasi RI untuk perundingan perubahan iklim ke Bonn, Jerman.

Suzanty mengatakan Indonesia menyumbang dana ke GCF tersebut yang akan diberikan kepada negara-negara di kawasan selatan yang tingkat ekonominya lebih rendah dibanding Indonesia. Dia menambahkan janji pemberian dana tersebut dikatakan Indonesia pada pertemuan board of GCF di Bali pada Februari 2014.

Sedangkan Koordinator Divisi Peningkatan Kapasitas DNPI, Agus Supangat mengatakan pemerintah Indonesia berperan aktif dalam kerjasama selatan-selatan dalam konteks perubahan iklim dibawah Konvensi Perubahan Iklim PBB (UNFCCC).

Kerjasama tersebut seperti pelatihan research and sistematic observation yang dilaksanakan oleh Badan Metrologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Kementerian Kehutanan yang memberikan pelatihan mengenai climate smart agriculture dan Kementerian Kehutanan yang memberikan pelatihan terkait REDD+ (reducing emission from deforestation and degradation forest)

Suzanty menambahkan isu pendanaan menjadi isu yang paling disorot dalam perundingan perubahan iklim dibawah UNFCCC karena berbagai macam aksi penanganan perubahan iklim memerlukan dana yang sangat besar dan tidak dapat dilaksanakan hanya mengandalkan pendanaan negara yang bersangkutan, terutama dari negara berkembang.

Melalui perundingan UNFCCC, telah dibentuk badan yang akan mengelola pendanaan dampak perubahan iklim yaitu Green Climate Fund (GCF), yang nantinya akan mengelola komitmen dana 100 miliar USD sampai tahun 2020 .

Menagih Komitmen

Pada kesempatan yang sama, Ketua Delegasi RI untuk perundingan perubahan iklim di Bonn, Jerman, Rachmat Witoelar mengatakan Indonesia selalu berkonsisten untuk berperan dalam penanganan perubahan iklim global dan selalu berkonsisten untuk menagih komitmen negara-negara maju yang berkewajiban untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.

“Masing-masing negara sesuai asas common but different responsibility (untuk menangani perubahan iklim global). Posisi Indonesia memegang teguh Bali Roadmap, didalamnya ada Bali Action Plan, dunia menagih masing-masing pihak untuk melakukan sebanyak-banyaknya penanganan perubahan iklim,” katanya.

Konferensi perubahan iklim Bonn pada bulan Juni 2014 ini merupakan salah satu rangkaian perundingan menuju Conference of Parties ke 21 (COP21) di Paris,  Perancis, pada akhir tahun 2015. Negara-negara Pihak UNFCCC telah menyepakati bahwa pada COP21, akan diadopsi suatu protokol, instrumen legal atau keputusan yang memiliki kekuatan hukum mengikat (legally binding) dan melibatkan semua negara Pihak (applicable to all parties) sebagai basis kerangka kerja global baru untuk penanganan masalah perubahan iklim pasca 2020.

Tahun 2014 juga akan menjadi tahun negosiasi yang amat krusial sebelum kesepakatan Paris 2015 dicapai. Setidaknya terdapat dua pertemuan lain selain pertemuan di Bonn, yakni pertemuan Climate Leaders Summit bulan September di New York, Amerika Serikat yang menghadirkan para pemimpin negara atas undangan Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki Moon,  serta COP20/CMP10 pada bulan Desember di Lima, Peru.

Sumber : di sini

Share Button

Area “Konservasi Ulin Sidiyasa” Diresmikan

Bertepatan dengan Hari Keanekaragaman Hayati Internasional (International Day for Biological Diversity) yang jatuh pada 22 Mei 2014, Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) Samboja meresmikan konservasi eks-situ Ulin seluas 72 hektar yang berlokasi di KHDTK Samboja menjadi area “Konservasi Ulin Sidiyasa”.

Acara yang dihadiri oleh karyawan Balitek KSDA dan keluarga almarhum Dr. Kade Sidiyasa ini ditandai dengan pemotongan tumpeng oleh Kepala Balai, Dr. Nur Sumedi dan penandatangan prasasti. Acara dilanjutkan dengan pelepasan burung, pemberian cinderamata kepada keluarga almarhum dan penanaman Ulin kembar bersama Kepala Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan (Pusprohut) yang turut hadir pada peresmian tersebut Dr. Bambang Tri Hartono.

Nama Sidiyasa didedikasikan kepada almarhum Dr. Kade Sidiyasa, peneliti BPTKSDA yang telah merintis pembangunan konservasi Ulin secara eks-situ dari benih yang berasal dari seluruh Indonesia. Sebagaimana keterangan Dr. Kade Sidiyasa semasa hidupnya, terdapat 22 daerah yang menjadi titik penting populasi Ulin di Indonesia, yaitu 16 titik berada di Kalimantan dan 6 lainnya berada di sekitar Sumatera bagian Selatan dan Timur.

peresmian_plot_konservasi_ulin_sidiyasaKonservasi Ulin (Eusideroxylon zwageri Teijsm. Binnend.) bukan hanya penting bagi BPTKSDA atau Badan Litbang Kehutanan atau Kementerian Kehutanan, tetapi penting bagi kehutanan Indonesia. Program penyelamatan ulin sangat penting karena sedikit sekali konservasi eks-situ Ulin yang berhasil, sementara keberadaannya sudah sangat langka, baik karena penebangan maupun karena habitatnya tergusur oleh perkebunan, pertambangan maupun peruntukan lainnya.

Ulin hanya terdapat di kawasan Sumatera bagian Selatan dan Timur, Kalimantan, Kepulauan Sulu dan Pulau Palawan (Filipina). Di Sumatera, keberadaannya sudah sangat sulit diperoleh. Dalam jumlah yang sangat sedikit terdapat di hutan Semani, Batanghari dan Musi Rawas. Demikian juga di Kalimantan, kondisi serupa sudah lama dirasakan di berbagai wilayah yang dulunya merupakan sumber Ulin yang melimpah.

Hasil penelitian Badan Litbang tahun 2013 menyebutkan meskipun harganya sangat tinggi karena termasuk kayu yang sangat kuat dan awet , namun industri hutan tanaman menganggap tidak ekonomis karena pertumbuhannya untuk mencapai diameter yang layak jual sangat lambat.

Peresmian Plot Konservasi Ulin SidiyasaPada kesempatan itu, Kepala Pusprohut menanam sebatang Ulin berpasangan dengan sebatang Ulin lainnya yang ditanam Kepala Balitek KSDA. Ulin tersebut diharapkan menjadi Ulin Kembar dan menjadi pintu gerbang trek konservasi. Setelah menanam pohon Ulin, kunjungan lapang dilanjutkan dengan melihat demplot “Tanaman Obat Kalimantan” seluas 5,6 hektar yang sedang dikembangkan oleh Balitek KSDA.

“Dedikasi, kreativitas dan progresivitas peneliti-peneliti di Samboja sangat mengesankan saya,” kata Bambang.

Sore harinya, Dr. Bambang Tri Hartono memberikan pembinaan tentang ke-TP2I-an, KPH dan “positive thinking Mindful Thought”. Pembinaan yang lengkap ini tidak hanya memberikan hal teknis substansial pekerjaan, tapi juga memberikan motivasi agar para peneliti dan karyawan Balitek KSDA tetap menjaga profesionalitas, kesolidan dan kebersamaan. (NS)***edt_

Share Button

Children Go To Research: Hutanku Tak Boleh Hilang!

Alam adalah guru yang menarik, mempesona sekaligus sabar. Alam menghidangkan pengetahuan, sekaligus mengajarkan banyak sisi kehidupan termasuk nilai-nilai dengan segala perilakunya. Alam juga senantiasa setia dan terbuka menyediakan dirinya untuk dieksplorasi potensi pengetahuannya, kapan saja kita mau.

Oleh karena itu, dalam rangka memperingati Hari Keragaman Hayati Internasional (International day for Biological Diversity) sekaligus mengisi liburan sekolah, Balitek KSDA Samboja mengadakan field trip lingkungan untuk anak-anak bertajuk “Children Go to Research” yang dilaksanakan di Kantor Balitek KSDA Samboja, Rabu (21/05).

Acara yang diikuti sekitar 30 anak sekolah dasar dari berbagai tingkatan umur dan sebagian besar merupakan anak dari karyawan Balitek KSDA ditambah anak penduduk sekitar ini mengambil tema “Hutanku Tak Boleh Hilang”. Acara tersebut merupakan perpaduan antara permainan, wisata dan pengenalan flora-fauna.

Dimulai dengan kunjungan ke Herbarium Wanariset, anak-anak mendapat penjelasan sederhana tentang apa itu herbarium, kegunaan dan koleksi tanaman. Setelah itu anak-anak diajak ke laboratorium, perpustakaan, melihat penangkaran Rusa Sambar, dan menonton film lingkungan. Semua obyek kunjungan ada di areal kantor Balitek KSDA dan dibimbing oleh para peneliti dan staf Balitek KSDA.

Tentang herbarium, anak-anak mendapat bimbingan dari Swasta Bina Sitepu, S.Hut. Sementara di laboratorium, Septina Asih Widuri, S.Si menjelaskan tentang kegunaan alat-alat seperti mikroskop. Di perpustakaan anak-anak mendapat panduan tentang perpustakaan oleh Eka Purnamawati, S.Hut dan Cici Sri Utami, S.Hut, MSi. Selain itu, Ketua Kelti Konservasi Kawasan, Faiqotul Falah, S.Hut, MSc, juga membacakan buku cerita tentang lingkungan bagi anak-anak.

Setelah mengunjungi penangkaran Rusa Sambar dan mendapat penjelasan tentang berbagai hal tentang rusa oleh Tri Atmoko, S.Hut, MSi, peserta field trip dengan gembira dan antusias menuju gedung kantor lama untuk menyaksikan pemutaran film tentang lingkungan. Rencananya di lain waktu, kegiatan ini akan dilanjutkan dengan kunjungan anak-anak ke persemaian, arboretum, tracking menelusuri hutan, belajar membuat spesimen tumbuhan dan belajar mencetak jejak rusa dengan gips.

Fransisca Emilia, S.Hut., MSc, sebagai inisiator dan pemandu acara, berharap agar melalui kegiatan semacam ini, anak-anak dapat mengenal lingkungan penelitian tempat sebagian besar orang tuanya bekerja, sekaligus mengisi liburan dengan hal yang positif. Dalam jangka panjang, semoga pada diri anak-anak ini semakin tertanam rasa kecintaan dan kesadaran akan lingkungan, terutama hutan sehingga pada waktunya nanti mereka akan menjadi bagian dari kelompok orang yang bisa mengelola lingkungan dengan arif dan penuh rasa tanggung jawab.***(ed)

Sumber : klik di sini

Share Button

Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan No. SE.4/II-KEU/2014

Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan No. SE.4/II-KEU/2014 tanggal 8 Mei 2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Pertanggungjawaban Tunjangan Kinerja Bagi Pegawai di Lingkungan Kementerian Kehutanan Tahun 2014.

silahkan download dokumennya

Share Button

Swara Samboja: Kemana Arah Penelitian Keanekaragaman Hayati Indonesia?

”If the bee disappeared of the surface of the globe then man would only have four years of life left. No more bees, no more pollination, no more plants, no more animals, no more man” -Albert Einstein

ss 2014

Indonesia merupakan mega biodiversity country. Maka sangat tepat jika penelitian dan iptek berbasis sumber kekayaan alam ini terus digali dan diperdalam secara cermat dan dikembangkan secara optimal untuk mengatasi permasalahan pokok bangsa.

Sebagai lembaga riset, Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) berupaya maksimal mendukung pengelolaan sumberdaya keanekaragaman hayati menjadi nilai nyata yang bermanfaat bagi bangsa Indonesia. Kedaulatan pangan, energi, obat-obatan adalah arah penting dari pemanfaatan keanekaragaan hayati yang kita miliki dan sejalan dengan muara tujuan pembangunan, yakni kesejahteraan masyarakat.

Fokus pada kemana arah penelitian keanekaragaman hayati Indonesia, Swara Samboja Vol. III No. 1 Tahun 2014 ini mengemukakan strategi penelitian bertajuk “Mengembangkan Penelitian Keanekaragaman Hayati” yang ditulis oleh Prof. Dr. Hadi S. Alikodra, Guru Besar Bidang Ekologi dan Satwa Liar, IPB. Selain itu, Tri Atmoko, Peneliti Balitek KSDA akan menambah wawasan kita dengan paparannya “Satwa sebagai Obyek Penelitian: Bioetika dan Pemanfaatannya”.

Pemanfaatan yang bijaksana membutuhkan seperangkat persyaratan, yakni kelembagaan yang baik, pengetahuan teknis yang mumpuni dan tentu saja diterima secara sosial. Pengembangan iptek yang bertumpu pada keanekaragaman hayati tentu saja juga meniscayakan keberlanjutan dan kelestariannya.

Dr. Sri Suci Utami Atmoko adalah profil inspiratif edisi kali ini. Kecintaan dan komitmennya pada penelitian serta penyelamatan Orangutan tidak diragukan lagi. Menurut Dr. Suci, konflik Orangutan dengan manusia sejatinya bisa dihindari, jika semua pemangku kepentingan memiliki kesadaran fungsi satwaliar bagi kehidupan yang berkelanjutan. Dari hati yang paling dalam, Dr. Suci menyatakan Orangutan itu AMAZING, SMART, LOW PROFILE dan BEAUTIFUL. “Saya banyak belajar dari mereka,” kata Dr. Suci.

Ir. Wahjudi Wardojo, M.Sc. kembali berbagi pengalaman dan pengetahuannya. Kali ini beliau berbagi tentang kepemimpinan yang dirumuskannya dalam The Golden 4C – 3M (committed, consequent, consistent, confident & mutual respect, mutual trust, mutual benefits).Mantan Sekjen Kemenhut yang dikenal gigih mengembangkan sistem yang berbasis profesional dan menjauhi nepotisme, termasuk nepotisme almamater ini juga berbagi prinsip tentang kebanggaan yang positif yang membuatnya rela tidak disukai kawan-kawannya.

”Kebanggaan adalah apabila kita telah berperan serta secara positif pada keluarga-lembaga-organisasi dan ikut berusaha semaksimal mungkin memperbaiki sistem yang lebih besar. Kebanggaan karena dengan segala keterbatasan yang ada, ikut menjaga agar tidak terombang ambingkan oleh lingkungan yang tidak baik dan tidak pasti. Yang bersangkutan tidak akan mudah terganggu oleh kekuatan-kekuatan dan kepentingan negatif,” demikian tulisnya.

Di tengah kerja keras, sesungguhnya kami sedang dalam duka mendalam karena peneliti senior dengan banyak prestasi dan kontribusi bagi bangsa ini, Dr. Kade Sidiyasa dipanggil menghadap Sang Pencipta. Semoga karya dan amal baiknya menuntun ke tempat kedamaian di kehidupan selanjutnya. Namun pembaca masih bisa menikmati tulisan terakhir Dr. Kade: Ulin, Kayu Berkualitas Tinggi yang Tergolong Langka.

Seperti biasa, catatan perjalanan penelitian juga bisa dinikmati di edisi kali ini, yakni Catatan Terbaru Rafflesia sp di Kalimantan; dan Pengalaman Melihat Bekantan di Gunung Kentawan. Selain itu, beberapa kegiatan Balitek KSDA dapat disimak di halaman Lintas Peristiwa. Selamat membaca dan salam hangat. Salam konservasi. (Nur Sumedi)***

download majalah klik di sini

Share Button