Lubang Tambang Batubara Kaltim Telan Korban Anak Lagi…

Pada Senin (22/12/14), tepat di Hari Ibu, menjadi hari paling mengerikan dan menyedihkan bagi Rahmawati (37). Dia mengalami duka mendalam, karena anak tercintanya, M Raihan Saputra (10), tewas di lubang bekas tambang. Lubang tambang itu diduga milik perusahaan, PT. Graha Benua Etam (GBE). Kala itu, Raihan bermain bersama teman-teman sebaya.

Air mata Rahmawati terus bercucuran. Di rumah sederhana dari kayu berukuran sekitar 6 X 12 meter itu, beberapa ibu memeluk dan menguatkan si ibu yang baru kehilangan buah hati ini.

Rahmawati mengatakan, sehari sebelum kejadian sang ayah menasehati Raihan agar tak main jauh-jauh. Tak ada firasat apapun atas kepergian Raihan.

Baru dua hari Raihan menikmati liburan sekolah. Pada Sabtu, dia dan orang tua baru mengambil rapor semester ganjil di SDN 009, Pinang Seribu, Samarinda Utara.

Rahmawati sehari-hari berjualan nasi campur dan gorengan di warung kecil di depan rumah Jl. Padat Karya, Sempaja Selatan. Sang suami, Misransyah, buruh toko alat-alat kapal.

Informasi yang diperoleh dari Jatam Kaltim, Raihan diperkirakan tewas sekitar pukul 14.00 dan baru dievakuasi pukul 17.30, setelah mendapat bantuan BNPB dan Tim SAR. Tubuh Raihan ditemukan pada kedalaman delapan meter. Lubang bekas tambang ini sekitar 40 meter. Lubang tambang itu berjarak hanya 50 meter dari pemukiman warga.

Keperluan sehari-hari

Sejumlah warga dan kerabat menceritakan lubang bekas tambang sudah dibiarkan menganga dan terisi air sejak tiga tahun lalu.

Menurut Asep (38), warga Gang Karya Bersama, Gang M. Tulus dan Gang Saliki malah menggunakan air lubang bekas tambang yang mirip danau itu untuk mandi dan mencuci pakaian.

Dia mengatakan, sudah tiga bulan menyedot air menggunakan mesin dan selang dari danau bekas tambang itu. “Kalau mengandalkan air sanyo, keruh dan PAM (perusahaan air minum) belum terpasang di sini,” kata Asep.

Korban kesembilan

Raihan adalah korban ke sembilan menyusul delapan anak lain yang tewas di lubang bekas tambang batubara beracun dan dibiarkan menganga tanpa rehabilitasi.

Dalam siaran pers Jatam Kaltim menyebutkan, beberapa perusahaan patut bertanggung jawab atas kejadian maut ini. Antara lain, PT Hymco Coal (2011), PT. Panca Prima Mining (2011), PT. Energi Cahaya Industritama (2014). Lubang yang disebut-sebut warga diduga merenggut nyawa Raihan PT GBE.

GBE beroperasi dengan luas izin 493,7 hektar sejak 18 Mei 2011 dan berakhir 9 November 2015.

Catatan Jatam Kaltim, GBE ini perusahaan nakal, diduga terlibat gratifikasi kepada mantan Kepala Dinas Pertambangan di era RAR. GBE juga seringkali disebut dalam evaluasi bulanan tambang yang pernah digelar Pemkot tahun 2012-2013 sebagai perusahan paling tidak taat bahkan pernah dihentikan sementara.

Kunjungan tim Jatam Kaltim dua jam setelah evakuasi menemukan kesaksian warga bahwa lubang ini ditinggalkan hampir tiga tahun. “Ini melanggar peraturan pemerintah paling lambat 30 hari kalender setelah tidak ada kegiatan tambang lahan terganggu wajib direklamasi,” kata Merah Johansyah Ismail Dinamisator Wilayah Jatam Kaltim, Selasa (25/12/14).

Lebih parah lagi, lubang bekas tambang ini dekat dengan pemukiman. Ia juga diduga melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 4 Tahun 2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batubara. “Aturan mensyaratkan jarak 500 meter tepi lubang galian dengan pemukiman warga. Kenyataan jarak hanya 50 meter.”

Di sekitar lubang itu juga tak tidak memasang plang atau tanda peringatan di tepi lubang dan tak ada pengawasan. “Ini menyebabkan orang lain masuk ke lubang tambang.”

Jerat pemberi izin

Jatam Kaltim mendesak, walikota dan Distamben Kota Samarinda bisa terkena Pasal 359 KUHP dan UU Lingkungan Hidup. “Sebab unsur “barang siapa” karena kealpaan menyebabkan matinya orang lain.”

Menurut dia, belajar dari penanganan beberapa anak tewas di lubang tambang, Jatam Kaltim pada 24 April 2013 dan 21 April 2014 sudah mengirim surat dan mempertanyakan kinerja kepolisian, DPR hingga Komnas Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

“Kepolisian mengendur, apalagi jika kasus-kasus kejahatan tambang melibatkan tokoh-tokoh penting dan pemilik modal.” Bukan itu saja. Penyidikan kasuspun, tak ada kepastian.

Untuk itu, Jatam Kaltim mendesak pertanggungjawaban politik DPRD Samarinda dengan mendesak walikota agar menghukum perusahaan. “Juga memanggil walikota dengan hak interpelasi dan angket.”

Jatam juga meminta walikota mengusut tuntas kasus ini. “Atau mundur karena gagal dan lalai. Gubernur juga untuk turun tangan.”

Merah juga mendesak perhatian pemerintah pusat, dari kementerian terkait maupun Presiden Joko Widodo. “Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mesti sikapi serius. Ini sudah parah. Lingkungan rusak dan menelan korban. Kejadian ini terulang dan tak ada perusahaan maupun pemberi izin yang ditindak,” katanya.

Sumber : klik di sini

Share Button

98 Spesies Kumbang Baru Ditemukan di Indonesia

Sekitar 98 spesies kumbang baru tersebut berasal dari genus Trigonopterus yang ditemukan di berbagai tempat di Pulau Jawa, Bali dan Lombok. Ilmuwan dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan ilmuwan dari Natural History Museum Karlsruhe dan Zoological State Collection Munich, awalnya menemukan 99 anggota genus Trigonopterus. Namun kemudian diketahui, salah satunya pernah ditemukan ilmuwan lain.

Untuk itu, setiap spesies kumbang, diurutkan berdasarkan hasil studi DNA-nya yang kemudian didiagnosa secara cepat dan efisien. Setiap spesies juga diatur dan difoto dengan resolusi tinggi serta diunggah ke situs Specied ID berikut deskripsi ilmiahnya.

Jika melalui pendekatan tradisional tentunya membutuhkan waktu sangat lama. Terlebih, Pulau Jawa, Bali dan Lombok merupakan pulau yang padat penduduk, sehingga hutan hujan tropis bisa dengan mudah beralih fungsi menjadi lahan pertanian atau perkebunan. Ditambah lagi dengan kondisi yang kemungkinan besar masyarakat setempat tidak mengetahui nilai kekayaan hayati hutan tersebut.

“Sangat mengejutkan bahwa di Bali, yang wilayahnya dikunjungi turis secara reguler bisa menjadi rumah dari spesies yang belum diketahui,” ungkap dua peneliti asal Jerman, Alexander Riedel dari Natural History Museum Karlsruhe dan Michael Balke dari Zoological State Collection Munich.

Yayuk R Suhardjo, Peneliti LIPI, menuturkan bahwa kebanyakan spesies tersebut ditemukan terbatas pada cakupan areal yang sempit. “Terkadang mereka hanya ditemukan di satu tempat tertentu. Kumbang-kumbang ini tidak bersayap, dan biasanya sudah tinggal jutaan tahun di tempat mereka berada. Ini membuat mereka rentan terhadap perubahan yang terjadi pada habitat mereka,” jelasnya.

Tentu saja, 98 spesies baru berarti 98 nama baru. Para peneliti kemudian memberikan nama masing-masing spesies tersebut berdasakan warna, lokasi ditemukannya, bentuk tubuhnya, atau ada juga yang diberi identitas dengan menggunakan nomor.

Ada satu spesies yang kemudian dinamai Trigonopterus attenboroughi, seekor kumbang mungil berukuran sekitar 2,63 milimeter. Nama ‘attenboroughi’ sendiri disematkan sebagai penghormatan kepada ahli biologi terkenal asal Inggris, Sir David Attenborough.

Yayuk Suhardjono pun menambahkan pemakaian nama Sir sebagaimana Sir David Attenborough. Tujuannya adalah untuk meningkatkan perhatian dan kepedulian masyarakat pada spesies kumbang tersebut.

Sumber : klik di sini

Share Button

“Sesrawungan Konservasi”

Kota Jogja hujan dan sedikit berangin ketika kami tiba di kampus Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Tidak begitu ramai kampus pada hari Senin, 22 Desember 2014 ketika kami masuk ke Gedung A. Beberapa ruang kuliah yang ditempeli kertas dengan tulisan “harap tenang ada ujian” menjawab ketidakramaian tersebut. Siang itu, Balitek KSDA berkunjung ke Fahutan UGM dengan tujuan menghadiri undangan “Sesrawungan Konservasi”, diskusi ilmiah antara pegiat konservasi intra dan ekstra Fahutan UGM. Diwakili tiga Peneliti dan satu Pranata Humas, diskusi kali ini diisi Balitek KSDA yang mempresentasikan hasil penelitian dan profil Balai dengan mengambil tempat di Ruang Multimedia Gedung Fahutan UGM.

Presentasi pertama dilakukan oleh Dr. Wawan Gunawan dengan judul “Selayang Pandang Balitek KSDA dan Program Kegiatan Penelitian”. Drh. Amir Ma’ruf, M.Hum menjadi penyampai kedua dengan judul “Konservasi Orangutan”, berisikan upaya penyelamatan Orangutan melalui penanganannya di areal konflik seperti perkebunan, tambang dan pemukiman. Materi terakhir disampaikan oleh Bina Swasta Sitepu, S.Hut dengan judul “Konservasi, Penyebaran dan Populasi Hernandia nymphaefolia Kubitzki di Kalimantan” yang merupakan bagian dari tema besar “Konservasi jenis-jenis kurang dikenal terancam punah”.

Pada sesi diskusi, Dr Ir. Taufik Tri Hermawan, M.Si, Wakil Kepala Laboratorium Pelestarian Alam Fahutan UGM mengungkapkan harapan terbesar dari hasil-hasil penelitian Balitek KSDA kedepannya dapat menghasilkan produk yang dapat diserap dan dijadikan kebijakan. “Sebuah harapan besar yang membutuhkan pekerjaan yang besar dari institusi Balitek KSDA sebagai lembaga penelitian teknologi konservasi dengan jangkauan seluruh Indonesia”, kata Taufik. Semangat para peneliti yang tergolong muda di balai ini diharapkan menjadikan cambuk penyemangat untuk terus bisa menghasilkan penelitian yang berkualitas kedepannya. “Sinergi antara balai konservasi dengan universitas diharapkan dapat menjadi jembatan dalam mendaratkan hasil penelitian agar dapat terserap dan diimplemntasikan dalam tataran praktis maupun kebijakan”, tambahnya.

Danang Anggoro, S.Si, M.Si, koordinator forum karyasiswa Kementerian Kehutanan, yang juga PNS di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur menyoroti kurangnya penelitian yang dilakukan di kawasan konservasi, pengembangan manajemen dengan sistem protected area dan konflik di kawasan konservasi. Danang juga mendorong sinergi antara universitas dengan balai penelitian untuk mendukung kegiatan penelitian dengan melibatkan mahasiswa yang akan melakukan penelitian sebagai tugas akhirnya. “Mahasiswa tersebut bisa dianggap sebagai asisten peneliti di lapangan”, ujar Danang sembari tersenyum. Putri, mahasiswa fahutan UGM, menanyakan kepada Amir Ma’ruf kebenaran adanya konflik antara Orangutan dan perusahaan atau masyarakat seperti yang diberitakan di media massa beberapa waktu lalu. “Apakah konflik ini memang benar ada terjadi sebelum adanya pendampingan oleh pak Amir dan kawan-kawan kepada perusahaan?”, tanya Putri.

“Paradigma pengelolaan kawasan konservasi harus memberikan manfaat bagi peningkatan perekonomian masyarakat,” ujar Wawan Gunawan menanggapi pendapat dan pertanyaan peserta diskusi. Rencana penelitian Balitek KSDA th 2015-2019, menurut Wawan, disesuaikan dengan isu-isu yang sedang berkembangdan dianggap perlu mendapatkan perhatian segera. “Tentu saja kami sesuaikan dengan sumberdaya yang di Balitek KSDA”, tegas Wawan. Penanganan konflik yang terjadi juga harus dilihat apakah konflik yang terjadi di masyarakat dengan stakeholder atau terkadang adanya konflik antara pengelola kawasan konservasi dengan pemerintah daerah.” Saat ini kami juga melakukan upaya pengelolaan konflik dengan masyarakat di KHDTK Samboja yang dilakukan oleh teman-teman pengelola”, terang Wawan lagi. “Saat ini kami juga sedang mendorong agar hasil penelitian di lahan bekas tambang, khususnya indikator keanekaragaman hayati, dapat dimasukkan dalam indikator keberhasilan kegiatan restorasi di lahan bekas tambang”, imbuh Wawan. Upaya ini menurut wawan merupakan salah satu proses yang dilakukan Balitek KSDA agar hasil penelitian yang telah dilakukan dapat sampai dengan baik dan benar di tataran pembuat dan pelaksana regulasi.

Amir Ma’ruf yang pada sesi presentasi mengupas masalah orangutan, menyampaikan bahwa hasil penelitian dan kegiatan di lapangan telah disampaikan kepada pihak terkait, dalam hal ini dirjen PHKA untuk dapat diaplikasikan melalui pembuatan regulasi penangan konflik orangutan. Bekerjasama dengan lembaga Ecositrop dan Fahutan Unmul, Balitek KSDA juga turut menginisisasi pembentukan satgas orangutan di perusahaan HTI, tambang, dan perkebunan dan sosialisasi penanganan dan perelokasian orangutan di kawasan perusahaan. “Agar konflik antara orangutan dengan perusahaan dan masyarakat dapat terus ditangani dengan baik dan tidak melalui perlakuan yang merugikan orang utan dan masyarakat”, terang Amir.

Dea, mahasiswa fahutan UGM, mengungkapkan perhatiannya kepada jenis-jenis flora kurang dikenal namun memiliki potensi untuk menjadi punah dikarenakan kurangnya pengenalan dan pemahaman masyarakat. “Bagaimana teknik sosialisasi kepada masyarakat terkait hal tersebut ?,” tanya Dea. Bina Swasta Sitepu mengungkapan pentingnya update informasi tentang status kondisi populasi dan habitat flora sebagai dasar pengelolaan dan pelestarian flora kurang dikenal yang berpotensi terancam punah. “Ini menjadi peluang bagi mahasiswa, khususnya di tingkat S1, karena dapat dijadikan bahan penelitian skripsi”, terang Bina. Hingga saat ini belum bisa ditentukan dengan pasti kondisi nyata di lapangan terkait jenis-jenis flora kurang dikenal tersebut. Sembari melakukan penelitian, dimulai dari jenis-jenis disekitar kita, kita bisa melakukan sosialisasi tersebut kepada masyarakat sekitar. “Akhirnya nanti mereka tahu, oh ternyata jenis ini memang sudah sulit ditemukan, atau justru tidak ada lagi disekitar mereka,” ujarnya sembari menekankan pentingnya penelitian lanjutan terkait upaya pelastarian tumbuhan melalui budidaya, pemuliaan dan perlindungan habitat.

IMG_8265 IMG_8249

Pada akhir diskusi, para peserta mengungkapkan keinginannya agar sharing hasil penelitian seperti ini terus dilakukan baik melalui tatap muka langsung maupun melalui media lainnya, dan upaya tindak lanjut kerjasama antara Fahutan UGM dengan Balitek KSDA dapat direalisasikan untuk menunjang kegiatan penelitian kedua belah pihak. ***ADS

Share Button

Dari kami untuk Anda Semua, Swara Samboja..

“Miniatur Hutan Tropis Dataran Rendah Pulau Borneo” kami sematkan untuk Rintis Wartono Kadri di KHDTK Hutan Penelitian Samboja. Hasil kerja keras siang dan malam peneliti, teknisi dan pengelola KHDTK Balitek KSDA mengeksplorasi keanekaragaman hayati di Rintis Wartono Kadri dipersembahkan sebagai fokus utama pada edisi khusus “Keanekaragaman Hayati Rintis Wartono Kadri” ini.
Dilakukan mulai awal tahun 2014, Eksplorasi ini bertujuan menggali keanekaragaman jenis flora, mamalia, burung, serangga, makrofauna, amphibi, reptil, dan fungi di Rintis Wartono Kadri. Selain sebagai pelengkap dan memperbaharui data yang ada, kegiatan penelitian ini dapat menjadi dasar kegiatan penelitian selanjutnya di KHDTK Samboja.
Fokus pertama akan disampaikan oleh Dr. Ishak Yassir selaku pengelola KHDTK Hutan Penelitian Samboja yang menceritakan gambaran umum “Ekplorasi Kehati di Rintis Wartono Kadri”. Bagi pecinta serangga, artikel “Peran Serangga bagi Alam dan Manusia” yang ditulis oleh Septina Asih Widuri, S.Si. dapat anda simak di artikel berikutnya.
Keragaman flora difokuskanpada “Dipterocarpaceae di Rintis Wartono Kadri” disampaikan oleh Bina Swasta Sitepu, S.Hut. Ike Mediawati, S.Si, peneliti termuda kami, tidak ketinggalan mengupas salah satu jamur dari Kalimantan yang juga ada di Rintis Wartono Kadri dengan judul “Champignon de Borneo”.
Para pembaca, ketahui burung kharismatik khas Kalimantan yang sehidup semati dengan pasangannya dengan menyimak artikel “Julang Emas dan Kangkareng Hitam (Bucerotidae): Sang Penjelajah Puncak Kanopi Hutan Rintis Wartono Kadri” yang ditulis oleh Mukhlisi, S.Si, M.Si. Jenis Reptil “Langka” di Tapak Wartono Kadri disampaikan oleh Teguh Muslim, S.Hut. dan jangan kaget jika “Rindil Bulan, Mamalia yang Menghebohkan itu ada di KHDTK Samboja” disajikan oleh Ketua Kelti Konservasi Keanekaragaman Hayati Tri Atmoko, S.Hut, M.Si., sekaligus menutup fokus utama kali ini.
Dr. Chandradewana Boer menjadi profil inspiratif Majalah Swara Samboja edisi ini. Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman bergaya “nyentrik” ini telah mengawal Majalah Swara Samboja dari edisi pertama sebagai Editor. Pemerhati satwaliar dan konservasionist ini berbagi pengalaman dan pandangannya tentang “konservasi “dalam tulisan “Ekspansi Bondol Rawa ke Pulau Kalimantan” yang ditulis bersama tim Laboratorium Ekologi Satwaliar dan Kehati Fahutan Unmul.
Beberapa kegiatan Balitek KSDA dapat disimak di halamanLintas Peristiwa dan sebagai penutup kami menyajikan foto sepasang Kubung Malaya (Cynocephalus variegates) hasil jepretan Mardi T. Rengku di halaman pamungkas.
Salam konservasi. ***Ahmad Gadang Pamungkas
Download majalah

Share Button

“Selamatkan Hutan dan Bumi Kita” Tambang Batubara Berkelanjutan, Mungkinkah?

Bumi Kalimantan Timur yang kaya sumberdaya alam terus saja di eksplotasi. Setelah hutan diambil kayunya, kini beberapa kawasan hutan kembali di eksplotasi bukan untuk diambil kayunya lagi, tetapi diambil batubaranya. Melalui skema Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), kawasan hutan yang di atasnya masih berdiri tegakan pohon ditebang lalu digali untuk diambil batubaranya. Sedangkan untuk Ijin Usaha Pertambangan (IUP) batubara di luar kawasan hutan tidak berbeda jauh. Banyak sekali IUP diberikan di sekitar pemukiman bahkan diantaranya berada di belakang sekolah. Sebuah paradoks, di satu sisi ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi, di sisi lain justru berpotensi menimbulkan kerusakan dan bencana ekologis serta kerap menghancurkan ekonomi lokal yang sudah relatif mapan

Bagi kami pegiat lingkungan, usaha pertambangan batubara bukanlah hal yang haram untuk dilakukan. Kami sangat meyakini bahwa Allah SWT menciptakan sumberdaya alam termasuk batubara untuk dikelola dan dimanfaatkan secara lestari untuk kesejahteraan umatnya. Kami juga sangat mengerti bahwa kegiatan pembangunan merupakan kegiatan yang tidak bisa terelakkan dalam upaya meningkatkan perekonomian. Namun dalam pandangan kami, usaha pertambangan adalah pilihan terakhir untuk dipilih disaat usaha-usaha untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dari sektor lain seperti sektor pertanian, perkebunan, parawisata, jasa dan industri pengolahan telah dilakukan. Itupun bukan tanpa syarat dimana pemberian IUP dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dengan tidak mengeluarkan IUP di dekat pemukiman dan daerah-daerah yang memiliki nilai konservasi tinggi.

Bukan mengkritisi tanpa aksi

Bagi kami pegiat lingkungan kebijakan yang diambil oleh pemerintah kota Balikpapan adalah contoh konkret sebuah kebijakan yang tepat dengan prinsip kehati-hatian untuk tidak mengeluarkan IUP dan berkomitmen tidak memberikan ruang bagi IUP batubara. Namun disaat usaha pertambangan menjadi pilihan untuk menggerakkan perekonomian di bumi Kalimantan Timur (di luar kota Balikpapan), kami bersama kawan-kawan pegiat lingkungan bukan hanya bersifat pasif menerima pilihan kebijakan tersebut. Kami sering melakukan diskusi, advokasi, meskipun pada akhirnya segala upaya tersebut terabaikan. Faktanya, IUP setiap tahunnya bukannya menurun, tetapi justru meningkat. Bahkan lebih parah lagi, dimana ada potensi cadangan batubara, tak peduli dekat pemukiman ataupun sumber-sumber air dan mata pencaharian bagi masyarakat berada, IUP dan kegiatan eksploitasi tetap saja diberikan dan dilakukan.

Kami selalu berusaha untuk tidak hanya pandai mengkritisi tanpa disertai aksi dan alternatif solusi. Walaupun kami sangat paham, aksi dan alternatif solusi yang kami kerjakan dan tawarkan kadang masih tidak cukup, tidak tepat dan rasional. Misalnya, disaat awal-awal Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara belum banyak aktivitas pertambangan, melalui media massa kami menawarkan Kecamatan Samboja untuk tidak ditambang tetapi dikembangkan menjadi Kecamatan Wisata Pendidikan Lingkungan. Hal ini kami sampaikan bukan tanpa alasan, karena pada saat itu kami mencatat setidaknya ada 7 (tujuh) objek wisata pendidikan lingkungan potensial di Kecamatan Samboja yaitu wisata Bukit Bengkirai, Yayasan BOS, Rintis Wartono Kadri dan Herbarium di Wanariset Samboja, Wisata Bekantan di Sungai Hitam, Wisata Pantai Merah, Waduk Samboja dan Wisata Air Panas.

Disaat yang bersamaan, kami tidak hanya mengeluarkan gagasan atau ide, tetapi kami juga berusaha bertindak untuk mewujudkan gagasan tersebut. Bersama kawan-kawan di Yayasan BOS, kami bekerja membuat hutan baru dari lahan alang-alang di Samboja Lestari milik Yayasan BOS. Hal itu tidak hanya untuk kegiatan konservasi Orangutan, namun juga untuk mendukung gagasan mewujudkan Kecamatan Samboja sebagai Kecamatan Wisata Pendidikan Lingkungan. Namun faktanya sekarang, Kecamatan Samboja bukan sebagai kecamatan Wisata Pendidikan Lingkungan, sebaliknya sebagai kecamatan dengan IUP batubara terbanyak di Bumi Kalimantan Timur bahkan di Indonesia. Meskipun dengan 90 IUP yang ada di tempat ini, namun kami masih terus berusaha mewujudkan mimpi tersebut.

Mencari analogi untuk memotivasi diri

Kami juga sering berdiskusi untuk mencari sebuah analogi untuk pembenaran dan memotivasi diri bahwa usaha pertambangan bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan kedepannya. Kami cukup lama merenung dan berpikir untuk mencari anologi tersebut. Bahkan, disaat kami telah menemukan analogi tesebut kami masih kurang yakin bahwa analogi tersebut telah tepat dan relevan. Disaat menyaksikan secara langsung aktivitas penambangan dengan sistem terbuka dimana perut ibu pertiwi dibongkar untuk kemudian diambil isinya berupa batubara, maka kami menganalogikan bahwa menambang bagaikan seorang dokter yang sedang melakukan operasi Caesar terhadap seorang ibu dalam sebuah proses persalinan. Kami berpikir dan merenung bahwa selalu ada ada resiko, namun sepanjang dilakukan oleh dokter spesialis yang berpengalaman, didukung peralatan medis yang memadahi, dan Si ibu memiliki rekam jejak yang sehat maka proses persalinan umumnya akan berjalan lancar. Dokter akan berhasil mengeluarkan bayinya, Si Ibu dalam kondisi selamat dan meski memerlukan masa pemulihan dan bekas tanda pasca operasi, Si Ibu kedepannya akan tetap selalu berpeluang untuk memiliki keturunan kembali.

Dalam konteks di atas, kami menganologikan bahwa usaha pertambangan tidak menjadi sebuah hal yang perlu dirisaukan sepanjang dilakukan oleh orang-orang profesional berpengalaman (dokter spesialis) yang mengerti benar secara teknis bagaimana melakukan praktek-praktek pertambangan terbaik. Dalam konteks ini diperlukan komitmen yang tinggi bagi para pemilik dan pemegang IUP untuk selalu mengalokasikan dana yang memadahi untuk melakukan pratek-praktek pertambangan terbaik, termasuk pemenuhan sumber daya manusia yang berkualitas. Sedangkan dalam konteks kondisi kesehatan atau rekam jejak kesehatan Ibu, kami menganologikan bahwa usaha pertambangan tidak menjadi masalah sepanjang letak IUP yang diberikan oleh pemerintah bukan terletak pada daerah-daerah yang mempunyai nilai konservasi tinggi seperti pada hulu-hulu DAS dan dekat pemukiman. Jika prasyarat ini dipenuhi, maka bagaikan seorang ibu yang habis melahirkan secara Caesar, lahan-lahan bekas tambang tersebut akan tetap produktif untuk dikelola lebih lanjut sesuai dengan peruntukannya. Walaupun dipastikan memerlukan masa pemulihan dan tetap meninggalkan tanda dan kerusakan minimal pasca eksploitasi tambang.

Tambang batubara berkelanjutan, mungkinkah?

Disaat kami telah memutuskan untuk merubah pola pikir terhadap usaha pertambangan batubara, diwaktu yang sama kami telah memutuskan untuk terlibat langsung untuk mengurangi dampak akibat pertambangan batubara terutama terhadap aspek lingkungannya. Pertanyaan utama adalah apakah mungkin mewujudkan konsep pertambangan batubara yang berkelanjutan baik yang berada di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan? Masih adakah peluang untuk memulihkan atau memperbaiki kembali lahan dan vegetasi yang rusak akibat kegiatan penambangan sehingga fungsinya kembali secara optimal atau setidaknya mendekati fungsi semula?

Disaat beberapa pertanyaan tersebut mengemuka, kami terus berusaha terlibat untuk dapat berkontribusi mengurangi dampak dari aktivitas pertambangan. Yaitu dengan cara mendorong agar kedepan usaha pertambangan memiliki komitmen yang tinggi untuk menerapkan praktek-praktek pertambangan yang terbaik. Ada 2 (dua) konsep yang pertama pengembangan konsep bersinergi dengan alam dalam merehabilitasi lahan bekas tambang batubara. Konsep ini kami tujukan khusus pada IUP yang berada di dalam kawasan hutan dengan skema IPPKH.

Secara umum, konsep ini dilatarbelakangi pemahaman bahwa usaha-usaha perbaikan dan pemulihan ekosistem hutan yang rusak akibat kegiatan penambangan akan jauh lebih efektif dan efisien jika serangkaian kegiatan tersebut mampu mengkondisikan lingkungan yang dapat memancing dan mempercepat terjadinya proses regenerasi alami (suksesi alami). Mekanisme kerjanya adalah bagaimana mengkombinasikan usaha-usaha perbaikan dan pemulihan suatu ekosistem yang rusak oleh kita sebagai manusia dengan kekuatan alam. Sedangkan konsep kedua yang kami sedang kembangkan adalah khususnya di luar kawasan hutan adalah konsep melakukan kegiatan reklamasi dan revegetasi pada lahan bekas tambang dengan menanam jenis-jenis pohon penghasil bahan baku energi biomassa. Termasuk mengembangkan pola agroforestry dengan strategi pemilihan jenis yang sesuai dengan tidak hanya memperhatikan aspek lingkungan semata (Planet), namun juga terhadap jenis-jenis yang memiliki nilai manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat (People and Profit).

Kami memiliki keyakinan bahwa tambang batubara berkelanjutan bukanlah sebuah ketidakmungkinan untuk diwujudkan. Wujud konkretnya adalah salah satunya melalui transformasi pemanfaatan energi batubara pasca tambang dengan energi terbarukan dengan menanam jenis-jenis pohon di lahan bekas tambang batubara sebagai bahan baku energi biomassa (pelet) seperti jenis Kaliandra, Lamtora, Akasia, dan Gamal, termasuk mengkombinasikannya dengan menanam jenis-jenis lain seperti Singkong Gajah (Manihot esculenta) dan Aren (Arenga pinnata) sebagai penghasil biofuel.

Sebagai penutup, mungkin perubahan pola pikir dapat dianggap sebagai bentuk kepasrahan dan kefrustasian kami. Namun sebagai masyarakat biasa, apalagi yang kami dapat lakukan dengan melihat fakta yang ada bahwa di bumi Kalimantan Timur saat ini telah terkapling untuk IUP seluas lebih dari 5.4 juta hektar. Disaat advokasi kami terabaikan, hal terbaik yang dapat kami lakukan hanyalah bersifat adaptif dengan cara merubah pola pikir kami untuk terlibat mengurangi dampak, berpikir dan bertindak positif, dan tetap bersemangat menyongsong masa depan di Bumi Kalimantan Timur yang lebih baik lagi. Salam Hijau dan Lestari.

Ishak Yassir
Pengiat Lingkungan dan Peneliti Balitek KSDA

Rapat Konsultasi dan Koordinasi Nasional Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2014

Materi Rapat Konsultasi dan Koordinasi Nasional Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2014:

Arahan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Paparan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-1019
Strategi Pembangunan

Share Button