E-Government Dimulai Dari Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet

Sekretaris Kabinet (Seskab) Andi Wijayanto mengemukan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam empat tahun ke depan selama masa pemerintahannya akan mengembangkan e-government (e-Gov). Pada tahap awal, e-government akan diterapkan di Sekretariat Negara (Setneg) dan Sekretariat Kabinet (Setkab).

“Tugas Seskab paling utama adalah e-government. Karena anggarannya kecil, saya berusaha mencari terobosan dengan membuat mencari kemungkinan kita dapat grant,” kata Andi saat memberikan sambutan pada penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) DIPA satuan organisasi di Sekretariat Kabinet (Setkab) Tahun Anggaran 2015, di Gedung III Kemensetneg, Jakarta, Kamis (11/12).

Menurut Seskab, dirinya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) sudah sepakat bahwa e-government harus dimulai dari lingkungan Istana Presiden.

Seskab menjelaskan, bentuk dari e-governmen itu akan sangat aplikatif dan praktis. Misalnya, dalam pelaksanaan Sidang Kabinet tidak ada lagi hard-copy, tetapi soft-copy. Semua menteri dapat mengakses materi persidangan melalui tablet. “Presiden pun akan begitu. Naskah-naskah presiden munculnya di tablet,” ujarnya.

Seskab membayangkan lingkungan di Istana ke depan menjadi smart digital office, semua dilakukan dengan digital. “Ke depannya akan terjadi perubahan anggaran yang relatif signifikan untuk membuat kerjaan kita lebih mudah,” terang Andi.

Rapat di Hotel

Dalam kesempatan itu Seskab Andi Wijayanto juga menyinggung mengenai Surat Edaran Menteri PAN-RB tentang larangan rapat di hotel. Diakuinya, bisa saja rapat di hotel lebih murah dibanding kita mengadakan rapat di kantor.

“Kalau misalnya kita semua diinapkan. Ternyata lebih murah daripada menginap, kemudian ke sini (instansi tsb) lalu di sini ada biaya konsumsi yang cateringnya sendiri. Sementara di hotel sudah full board meeting dan ternyata lebih hemat, ya tidak apa dilakukan di hotel asal penjelasannya rasional,” jelas Andi.

Menurut Seskab, yang penting dalam melakukan perencanaan kita harus bisa mengatakan dan menunjukkan, misalnya, kalau membuat rapat dengan 250 orang dilakukan di kantor biayanya Rp 100 juta, sedangkan di hotel Rp 70 juta. “Ya pilihannya dilakukan di hotel, tapi penjelasan itu sudah disiapkan,” ujarnya.

Seskab meminta agar ada penjelasan komparatif sehingga kita dapat dengan tenang melaporkan ke Menteri PAN-RB, dan mempertanggungjawabkan ke publik kalau itu adalah pilihan yang rasional. Ia mengingatkan, semua kementerian-kementerian saat ini sedang diincar oleh wartawan. Setiap kali ada acara di hotel langsung difoto dan dimasukkan ke media sosial untuk memunculkan kesan bahwa pemerintah tidak serius menjalankan apa yang diinstruksikan oleh Menteri PAN-RB.

Padahal, lanjut Seskab Andi Wijayanto, kalau diperhatikan baik-baik Surat Edaran tersebut, ada koma, yaitu sebisa mungkin melakukan kegiatan rapat, teknis, konsinyering, dst di kantor, kecuali…. (titik-titik, red).

“Nah, kecuali itu yang perlu kita perhatikan baik-baik. Jadi jangan takut untuk mengambil keputusan selama alasannya adalah efisiensi dan rasionalitas,” tutur Andi.

Dalam kesempatan itu, Seskab juga meminta jajaran pegawai di Sekretariat Kabinet untuk mencontoh Presiden Jokowi dalam melakukan perjalanan dinas, yang memilih menggunakan maskapai nasional. “Dalam arti kita menggunakan Garuda Indonesia dan Citilink. Sebisa mungkin cari tiket dua maskapai ini dulu dan harus kelas ekonomi,” pintanya.

Acara penyerahan DIPA dan POK DIPA itu dihadiri oleh para pejabat eselon I, II, dan III di lingkungan Sekretariat Kabinet.

sumber klik di sini

Share Button

Presiden Bubarkan 10 Lembaga Non Struktural

Dengan pertimbangan dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan urusan pemerintahan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 4 Desember 2014 telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 176 tentang Pembubaran 10 (sepuluh) Lembaga Non Struktural.

Ke-10 lembaga non struktural yang dibubarkan itu adalah: 1. Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional; 2. Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat; 3. Dewan Buku Nasional; 4. Komisi Hukum Nasional; 5. Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional.

Selain itu juga turut dibubarkan 6. Komite Antar Departemen Bidang Kehutanan; 7. Badan Pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu; 8. Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak-Anak; 9. Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia; dan 10. Dewan Gula Indonesia.

Dengan pembubaran itu, maka pelaksanaan tugas dan fungsi Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat dilaksanakan oleh Kementerian Sosial; Dewan Buku Nasional dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; Komisi Hukum Nasional dilaksanakan oleh Menteri Hukum dan HAM; Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak-Anak dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja; Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia dilaksanakan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

Adapun tugas dan fungsi Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional dilaksanakan oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi; dan Komite Antar Departemen Bidang Kehutanan dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Sementara untuk pembiayaan, pegawai, perlengkapan, dan dokumen yang dikelola oleh Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional dialihkan ke Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional; Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat dialihkan ke Kementerian Sosial; Dewan Buku Nasional ke Kemendikbud; Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; Komite Antar Departemen Bidang Kehutanan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Badan Pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak-Anak ke Kementerian Tenaga Kerja; dan Dewan Gula Indonesia ke Kementerian Pertanian.

Adapun pembiayaan, perlengkapan, dan dokumen yang dikelola Komisi Hukum Nasional dialihkan ke Kementerian Hukum dan HAM; Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia ke Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Sementara pegawai pada Komisi Hukum Nasional dan Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia akan diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pengalihan sebagaimana dimaksud dikoordinasikan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), dengan melibatkan unsur Badan Kepegawaian Negara (BKN), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Arsip Nasional, dan Kementerian Keuangan.

“Pengalihan sebagaimana dimaksud dilaksanakan paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal ditetapkan Peraturan Presiden ini,” bunyi Pasal 4 Ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 176 Tahun 2014 itu.

Ditegaskan juga dalam Perpres ini, biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan proses pengalihan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Melalui Perpres tersebut, Presiden juga mencabut 10 Keputusan Presiden (Keppres) yang mendasari pembentukan ke-10 lembaga non struktural itu.

“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 8 Perpres yang diundangkan pada 5 Desember 2014 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly itu.

Sumber :klik di sini, di sini

Share Button

Tunjangan Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan

Selain menaikkan Tunjangan Fungsional Jabatan Penyuluh Perikanan melalui Perpres No. 169 Tahun 2014, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 19 November 2014 telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 170 Tahun 2014 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Pengendali Ekosistem Hutam.

Dalam Perpres ini disebutkan, bahwa dalam rangka meningkatkan mutu, prestasi, produktivitas kerja, dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam Jabatan Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan, maka dipandang perlu diberikan tunjangan jabatan fungsional yang sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawab pekerjaannya.

“Kepada PNS yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam Jabatan Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan, diberikan Tunjangan Pengendali Ekosistem Hutan setiap bulan,” bunyi Pasal 2 Perpres tersebut.

Adapun besarnya Tunjangan Pengendali Ekosistem Hutan sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Perpres itu adalah:
peh baru

Pemberian Tunjangan Pengendali Ekosistem Hutan bagi PNS yang bekerja pada pemerintah pusat dibebankan pada APBN, dan bagi PNS yang bekerja pada pemerintah daerah dibebankan pada APBD.

“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 8 Perpres yang diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM pada 19 November 2014 itu.

Naik Rp 80.000 – Rp 600.000

Dibandingkan dengan besaran tunjangan fungsional Pengendali Ekosistem Hutan sebagaimana tercantum Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 2007, yang kemudian dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 170 Tahun 2014, besaran Tunjangan Jabatan Fungsional Pengendali Ekosistem mengalami kenaikan yang cukup besar, yaitu antara Rp 80.000 – Rp 600.000.

Dalam Perpres No. 34/2007, besaran Tunjangan Jabatan Fungsional Pengendali Ekosistem adalah:
peh lama

Sumber : klik di sini

Share Button