Berdasarkan data Forum Konservasi Gajah Indonesia tahun 2014, dari 56 habitat gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) di Sumatra, 13 di antaranya tak lagi ditemukan populasi gajah alias diduga punah.
Status keberadaan gajah di sebelas habitat lainnya dinyatakan kritis dan dua lainnya di ambang kritis. (Lihat: Angka Kematian Gajah Sumatra Terus Meningkat Tiap Tahunnya)
Penyebab kepunahan gajah dari habitat alaminya itu disinyalir dibunuh atau mati karena ruang geraknya kian menyempit dan kekurangan makanan. Kondisi seperti itu terjadi di enam habitat gajah di Riau, tiga lokasi di Sumatra Selatan, dua lokasi di Jambi, dan masing-masing satu lokasi di Bengkulu dan Sumatra Barat.
Habitat gajah di Jambi terfragmentasi parah sehingga mengacaukan pergerakan sejumlah kelompok satwa liar itu. ”Terjadi perubahan perilaku dan pola pakan karena habitatnya berubah menjadi kebun sawit, karet, dan akasia,” kata Ketua Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) Krismanko Padang, di Jambi, Senin (17/11).
Kalangan ahli dan konservator satwa memprediksi ancaman kepunahan gajah sumatra di depan mata. Tanpa penyelamatan hutan tersisa, gajah sumatra dipastikan lenyap hanya dalam 10 tahun ke depan.
Konservator gajah dan Ketua Forum Mahout Indonesia Nazarudin mengatakan,penyusutan hutan alam kian tak terkendali dalam 5-10 tahun terakhir. Ia mencermati sejumlah kantong gajah telah hilang seiring bergantinya hutan menjadi jalan dan kebun monokultur.
”Beberapa kelompok gajah yang pernah saya temui di batas Bengkulu-Lampung, Riau, serta di Sumatra Selatan sudah tidak ada lagi,” ujar Nazarudin.
Saat ini, lanjutnya, hanya Taman Nasional Way Kambas yang dinilai masih memadai dan aman sebagai habitat gajah. Sejumlah kawasan hutan lainnya, meski masih baik kondisi vegetasinya, sangat terancam perambahan, pembalakan, dan perburuan liar. Sebagai contoh, ekosistem penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh di Kabupaten Tebo, Jambi, semula dalam kondisi hutan baik dan cocok sebagai ruang jelajah gajah.
Seiring dibelahnya kawasan hutan itu untuk koridor distribusi hasil kayu sepanjang 80 kilometer oleh PT WKS lima tahun lalu, akses masuk hutan kian mudah sehingga memicu perambahan liar. Selain itu, tutupan hutan menyusut 80 persen.
Sumber : klik di sini