Program Kerjasama Harus Mendukung IKU dan IKK Badan Litbang Kehutanan

FORDA (Bogor, 23/10/2014)_Hasil pembahasan Pusat Kerjasama Luar Negeri, menyimpulkan bahawa kerjasama lingkup Kemenhut belum memberikan kontribusi yang optimal khususnya kerjasama LN. Sedangkan kerjasama dalam negeri belum terintegrasi secara menyeluruh dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan kehutanan. Terkait dengan hal tersebut, Badan Litbang Kehutanan mengadakan pembahasan pengelolaan kerjasama lingkup Badan Litbang Kehutanan di Hotel Permata, pada hari kamis (23/10).

Pertemuan ini dihadiri oleh Kabadan Litbang Kehutanan, Sekbadan Litbang, Kepala Biro Perencanaan Kemenhut, Sekbadan Litbang Pertanian, Kemenristek, dan seluruh satuan kerja lingkup Badan Litbang Kehutanan.

“Pengelolaan HLN harus sinergis dan berimbang dari aspek beban kerja dan kemampuan pengelolaan kerjasama, sehingga tidak mengganggu jalannya program dan kegiatan sumber dana APBN. Kerjasama sebagai alat pelengkap dan mendukung pencapaian IKU dan IKK serta mengisi lubang atau gap kegiatan yang berasal dari APBN” demikian ungkap Kepala Badan Litbang Kehutanan, Prof.Dr.Ir. San Afri Awang, M.Sc, dalam arahannya saat membuka acara pembahasan kerjasama lingkup Badan Litbang Kehutanan.

Pembahasan ini penting untuk meningkatkan akselerasi kegiatan penelitian dan pengembangan serta pengembangan kapasitas institusi dan sumberdaya manusia, Badan Litbang Kehutanan. “ Yang menjadi catatan penting adalah ; 1) Apa kebanggaan kita menjadi seorang peneliti? yaitu harus meraih gelar tertinggi di Litbang yaitu menjadi Prof.Riset; 2) Bangga apabila seorang peneliti memiliki temuan yang terkait dengan HKI, baik hak cipta maupun hak paten” kata Kabadan.

Lebih lanjut Kabadan mengatakan bahwa kerjasama di Badan Litbang lebih banyak mengikuti donor driven sehingga lemah dalam metodologinya. Perlu dicermati metodologi karena dengan masih adanya donor driven umumnya metodologi tidak well define. Pendekatan yang biasa digunakan untuk program kerjasama luar negeri adalah mix methodology sehingga kurang nampak output ipteknya, dan tidak berorientasi hak cipta atau HKI.  Untuk itu setiap program kerjasama luar negeri harus ada output hak ciptanya (HKI).

Sedangkan Dr. Lukman Shalahuddin, M.Sc,  Kepala Bagian Perizinan Penelitian, Sekretariat Perizinan Peneliti Asing, Kementerian Riset dan Teknologi mengatakan bahwa walaupun kita mempunyai agenda nasional pembangunan tetapi kita tidal boleh cuek dengan isu-isu global dan kerjasama internasional, misalnya penggunulan hutan, GRK dan lainnya.

“Indonesia merupakan laboratorium alam yang terbesar di Dunia sehingga menjadi daya tarik peneliti asing” ungkap Lukman.

Kebesaran dan Kedaulatan Indonesia merupakan produsen besar di dunia untuk berbagai komoditas dan alur laut yang berbobot strategis ekonomi dan militer global. Dari aspek geologi , klimatologi, bencana alam: gempa bumi, tsunami, badai (iklim), biodiversity dan lainnya akan menarik peneliti asing.

“Topik penelitian asing dalam kurun waktu 5 tahun memperlihatkan bahwa topik ekologi, primatologi, biologi dan perubahan iklim (REDD+) masih dominan diantara 10 topik penelitian lainnya. Sehingga lokasi penelitian banyak dilakukan didalam kawasan hutan, kawasan konservasi, terumbu karang dan site lainnya” kata Lukman

Terkait dengan hal tersebut Kementrian/Lembaga sebagai lokal partner dalam penelitian asing perlu ditingkatkan peran dan fungsinya untuk kemanfaatan kerjasama dan untuk keamanan specimen, materi genetik dan biodiversitas yang berimplikasi terhadap HAKI. Selain itu, dalam kerjasama penelitian asing diatur lalu lintas materi genetik melalui Material Transfer Agreement (MTA). Sebagai referensi di Kementan diatur dalam Permentan No 15 tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Perjanjian Pengalihan Material.

Lebih lanjut Lukman mengatakan bahwa daftar penelitian dan pengembangan yang “tidak direkomendasikan antara lain meliputi topik yang sensitif (politik, agama, kebijakan), lokasi yang rawan konflik, lokasi dengan HCVF namun kita belum siap, kekuatan kerjasama yang tidak berimbang (kompetensi), penelitian yang bisa menimbulkan citra negatif.

“Lembaga menjadi lembaga penjamin dan mitra kerja harus berkompeten dibidangnya yang terdiri dari lembaga penelitian, perguruan tinggi, NGO dan masyarakat.  Lembaga pendamping dan mitra lokal berhak atas HAKI, hak paten, publikasi bersama” tegas Lukman

Sementara itu, Kepala Biro Perencanaan, Setjen Kemenhut, Ir. Helmy Basalamah, MM mengatakan bahwa program kerjasama baik dalam dan luar negeri diarahkan untuk mengisi kekosongan atau gap untuk percepatan pencapaian sastra Kemenhut dan IKU, IKK Eselon I Kemenhut.  Namun demikian dalam awal RPJMN 2015-2019 ini harus disusun IKU dan IKK yang tepat dan terukur untuk mendukung pencapaian sastra Kemenhut.

“GAP pasti ditemukan dalam penyusunan Renstra Kementerian sehingga ada keterbatasan sumberdaya (kepakaran, fasilitas, pendanaan) sehingga diperlukan adanya kerjasama dalam rangka mengisi kekurangan kita” kata Helmy.

“Selain itu, pengelolaan kerjasama dalam dan luar negeri harus disusun dengan berorientasi kepada evaluasi kinerja untuk menghidari adanya temuan yang tidak perlu dalam penilaian dan review oleh auditor” tegas Helmy

Sedangkan Dr. Agung Hendriadi, Sekretaris Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian menyampaikan materi mengenai Pengelolaan Kerja Sama Badan Litbang Pertanian dan Optimalisasi Pemanfaatan Kerja Sama.

“Dalam pengelolaan kerjasama, ada strategi peningkatan kerjasama yaitu : 1) penjaringan mitra kerjasama melalui usaha komersialisasi berbasis joint research  ; 2) peningkatan kerjasama sistem cost sharing; 3) peningkatan penelitian kolaboratif dalam rangka meningkatkan kapasitas litbang; dan 4) peningkatan pengelolaan/manajemen kerjasama penelitian” ungkap Agung.

“Di Balitbang Pertanian, ada kategorisasi kerjasama yaitu ; 1) Kerjasama penelitian ; 2) Kerjasama jasa pelayanan; dan 3) Hibah” kata Agung. Sedangkan prioritas kerjasama analog : “Strategi (Inovasi) Mempersempit Kesenjangan Pangan”.

Lebih lanjut Agung menjelaskan mengenai kerjasama khusus/ Program on top yaitu kegiatan yang dilaksanakan oleh UK/UPT dan mitra melalui mekanisme khusus yang ditetapkan oleh Badan Litbang Pertanian yang bersifat kompetitif atau non kompetitif.

“Kegiatan kerjasam khusus meliputi ; 1) Kerjasama kemitraan penelitian dan pengembangan pertanian nasional (KKP3N) ; 2) Kerjasama kompetitif pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian spesifik lokasi (KKP2TSL) ; 3) Kerjasama kemitraan penelitian dan pengembangan pertanian internasional (KKP3I)” tegas Agung.

Khusus kerjasama kemitraan Litbang Pertanian Internasional (KKP3I) dimana payung hukumnya ada di KEMLU. KKP3I merupakan kerjasama LN untuk memberikan hibah kepada negara-negara least developed countries (Sudan, Madagaskar, Timor Leste) melalui kerjasama Selatan-Selatan (bentuk komitmen RI)

Materi terkait :

  1. Profil kerjasama Badan Litbang
  2. Prosedur Perijinan Peneliti Asing
  3. Pengelolaan Kerjasama Badan Litbangtan 2014
  4. Kerjasama Dalam Negeri Lingkup Kementerian Kehutanan

Sumber : http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/188

Share Button