Peleburan Kemenhut dan KemenLH Diharapkan Berlangsung Dengan Cepat

Peleburan Kemenhut dan Kementerian LH Diharapkan Berlangsung Cepat dan Sejuk
Menteri Lingkungan dan Kehutanan Kabinet Kerja 2014-2019, Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc berharap agar peleburan antara Kementerian Kehutanan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dapat dilakukan dengan cepat dan sejuk dalam jangka waktu 2 bulan kedepan sesuai dengan arahan Presiden Jokowi dalan rapat Kabinet Perdana di Istana Negara Jakrta. Hal ini disampaikan dalam kunjungan perdana beliau di Kantor Kementerian Kehutanan yang disambut oleh Sekjen Kementerian Kehutanan Dr. Hadi Daryanto dan Sekmen Kementerian Lingkungan Hidup Drs. Rasio Ridho Sani, M.Com, MPM, Senin (27/10).
Percepatan peleburan ini dimaksudkan agar kerja Kementerian dapat segera dilakukan seperti amanat Presiden Joko Widodo yang menginginkan para Menteri anggota kabinetnya untuk bekerja dengan lebih cepat, sesuai motonya kerja, kerja dan kerja. Dalam masa peralihan ini Menteri Lingkungan dan Kehutanan meminta agar dua Kementerian tetap dapat berjalan normal hingga akhir tahun 2014 sesuai program kerja  masing-masing. Beliau menambahkan bahwa dalam menyusun perombakan pejabat Eselon I di kementerian yang dipimpinnya ini akan menggabungkan pos-pos yang dinilai memiliki kesamaan fungsi, kalaupun ada peleburan antar Eselon, maka ia akan mengkoordinasikan dengan baik. Secara teknis konsekuensi dari peleburan ini diupayakan tidak adanya pegawai yang tidak mendapat tempat. Untuk Pejabat Eselon II yang lebih banyak peran manajerial dapat memangku jabatan di tempat lain, sedangkan pejabat Eselon III dan IV bersifat operasional dan tidak mungkin dipindahkan ke tempat lain, justru mereka akan lebih banyak bertugas ke lapangan. Sampai dengan akhir tahun 2014 semua kegiatan di Kementerian LH dan Kemenhut berjalan secara paralel. Sebagai perbandingan saat ini terdapat 17 ribu pegawai di Kementerian Kehutanan dan 1.200 pegawai di Kementerian Lingkungan Hidup, ada 13 Eselon I di KLH dan 13 Eselon I di Kemenhut.
Menteri Lingkungan dan Kehutanan  juga mengungkapkan salah satu fokus programnya dalam waktu dekat adalah menyederhanakan proses perizinan di kedua lembaga tersebut sehingga tidak akan ada lagi perizinan yang tumpang tindih.
Jakarta, 27 Oktober 2014
Kepala Pusat Humas Kemenhut
Eka W. Soegiri
NIP 19571009 198203 1 001

Share Button

Program Kerjasama Harus Mendukung IKU dan IKK Badan Litbang Kehutanan

FORDA (Bogor, 23/10/2014)_Hasil pembahasan Pusat Kerjasama Luar Negeri, menyimpulkan bahawa kerjasama lingkup Kemenhut belum memberikan kontribusi yang optimal khususnya kerjasama LN. Sedangkan kerjasama dalam negeri belum terintegrasi secara menyeluruh dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan kehutanan. Terkait dengan hal tersebut, Badan Litbang Kehutanan mengadakan pembahasan pengelolaan kerjasama lingkup Badan Litbang Kehutanan di Hotel Permata, pada hari kamis (23/10).

Pertemuan ini dihadiri oleh Kabadan Litbang Kehutanan, Sekbadan Litbang, Kepala Biro Perencanaan Kemenhut, Sekbadan Litbang Pertanian, Kemenristek, dan seluruh satuan kerja lingkup Badan Litbang Kehutanan.

“Pengelolaan HLN harus sinergis dan berimbang dari aspek beban kerja dan kemampuan pengelolaan kerjasama, sehingga tidak mengganggu jalannya program dan kegiatan sumber dana APBN. Kerjasama sebagai alat pelengkap dan mendukung pencapaian IKU dan IKK serta mengisi lubang atau gap kegiatan yang berasal dari APBN” demikian ungkap Kepala Badan Litbang Kehutanan, Prof.Dr.Ir. San Afri Awang, M.Sc, dalam arahannya saat membuka acara pembahasan kerjasama lingkup Badan Litbang Kehutanan.

Pembahasan ini penting untuk meningkatkan akselerasi kegiatan penelitian dan pengembangan serta pengembangan kapasitas institusi dan sumberdaya manusia, Badan Litbang Kehutanan. “ Yang menjadi catatan penting adalah ; 1) Apa kebanggaan kita menjadi seorang peneliti? yaitu harus meraih gelar tertinggi di Litbang yaitu menjadi Prof.Riset; 2) Bangga apabila seorang peneliti memiliki temuan yang terkait dengan HKI, baik hak cipta maupun hak paten” kata Kabadan.

Lebih lanjut Kabadan mengatakan bahwa kerjasama di Badan Litbang lebih banyak mengikuti donor driven sehingga lemah dalam metodologinya. Perlu dicermati metodologi karena dengan masih adanya donor driven umumnya metodologi tidak well define. Pendekatan yang biasa digunakan untuk program kerjasama luar negeri adalah mix methodology sehingga kurang nampak output ipteknya, dan tidak berorientasi hak cipta atau HKI.  Untuk itu setiap program kerjasama luar negeri harus ada output hak ciptanya (HKI).

Sedangkan Dr. Lukman Shalahuddin, M.Sc,  Kepala Bagian Perizinan Penelitian, Sekretariat Perizinan Peneliti Asing, Kementerian Riset dan Teknologi mengatakan bahwa walaupun kita mempunyai agenda nasional pembangunan tetapi kita tidal boleh cuek dengan isu-isu global dan kerjasama internasional, misalnya penggunulan hutan, GRK dan lainnya.

“Indonesia merupakan laboratorium alam yang terbesar di Dunia sehingga menjadi daya tarik peneliti asing” ungkap Lukman.

Kebesaran dan Kedaulatan Indonesia merupakan produsen besar di dunia untuk berbagai komoditas dan alur laut yang berbobot strategis ekonomi dan militer global. Dari aspek geologi , klimatologi, bencana alam: gempa bumi, tsunami, badai (iklim), biodiversity dan lainnya akan menarik peneliti asing.

“Topik penelitian asing dalam kurun waktu 5 tahun memperlihatkan bahwa topik ekologi, primatologi, biologi dan perubahan iklim (REDD+) masih dominan diantara 10 topik penelitian lainnya. Sehingga lokasi penelitian banyak dilakukan didalam kawasan hutan, kawasan konservasi, terumbu karang dan site lainnya” kata Lukman

Terkait dengan hal tersebut Kementrian/Lembaga sebagai lokal partner dalam penelitian asing perlu ditingkatkan peran dan fungsinya untuk kemanfaatan kerjasama dan untuk keamanan specimen, materi genetik dan biodiversitas yang berimplikasi terhadap HAKI. Selain itu, dalam kerjasama penelitian asing diatur lalu lintas materi genetik melalui Material Transfer Agreement (MTA). Sebagai referensi di Kementan diatur dalam Permentan No 15 tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Perjanjian Pengalihan Material.

Lebih lanjut Lukman mengatakan bahwa daftar penelitian dan pengembangan yang “tidak direkomendasikan antara lain meliputi topik yang sensitif (politik, agama, kebijakan), lokasi yang rawan konflik, lokasi dengan HCVF namun kita belum siap, kekuatan kerjasama yang tidak berimbang (kompetensi), penelitian yang bisa menimbulkan citra negatif.

“Lembaga menjadi lembaga penjamin dan mitra kerja harus berkompeten dibidangnya yang terdiri dari lembaga penelitian, perguruan tinggi, NGO dan masyarakat.  Lembaga pendamping dan mitra lokal berhak atas HAKI, hak paten, publikasi bersama” tegas Lukman

Sementara itu, Kepala Biro Perencanaan, Setjen Kemenhut, Ir. Helmy Basalamah, MM mengatakan bahwa program kerjasama baik dalam dan luar negeri diarahkan untuk mengisi kekosongan atau gap untuk percepatan pencapaian sastra Kemenhut dan IKU, IKK Eselon I Kemenhut.  Namun demikian dalam awal RPJMN 2015-2019 ini harus disusun IKU dan IKK yang tepat dan terukur untuk mendukung pencapaian sastra Kemenhut.

“GAP pasti ditemukan dalam penyusunan Renstra Kementerian sehingga ada keterbatasan sumberdaya (kepakaran, fasilitas, pendanaan) sehingga diperlukan adanya kerjasama dalam rangka mengisi kekurangan kita” kata Helmy.

“Selain itu, pengelolaan kerjasama dalam dan luar negeri harus disusun dengan berorientasi kepada evaluasi kinerja untuk menghidari adanya temuan yang tidak perlu dalam penilaian dan review oleh auditor” tegas Helmy

Sedangkan Dr. Agung Hendriadi, Sekretaris Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian menyampaikan materi mengenai Pengelolaan Kerja Sama Badan Litbang Pertanian dan Optimalisasi Pemanfaatan Kerja Sama.

“Dalam pengelolaan kerjasama, ada strategi peningkatan kerjasama yaitu : 1) penjaringan mitra kerjasama melalui usaha komersialisasi berbasis joint research  ; 2) peningkatan kerjasama sistem cost sharing; 3) peningkatan penelitian kolaboratif dalam rangka meningkatkan kapasitas litbang; dan 4) peningkatan pengelolaan/manajemen kerjasama penelitian” ungkap Agung.

“Di Balitbang Pertanian, ada kategorisasi kerjasama yaitu ; 1) Kerjasama penelitian ; 2) Kerjasama jasa pelayanan; dan 3) Hibah” kata Agung. Sedangkan prioritas kerjasama analog : “Strategi (Inovasi) Mempersempit Kesenjangan Pangan”.

Lebih lanjut Agung menjelaskan mengenai kerjasama khusus/ Program on top yaitu kegiatan yang dilaksanakan oleh UK/UPT dan mitra melalui mekanisme khusus yang ditetapkan oleh Badan Litbang Pertanian yang bersifat kompetitif atau non kompetitif.

“Kegiatan kerjasam khusus meliputi ; 1) Kerjasama kemitraan penelitian dan pengembangan pertanian nasional (KKP3N) ; 2) Kerjasama kompetitif pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian spesifik lokasi (KKP2TSL) ; 3) Kerjasama kemitraan penelitian dan pengembangan pertanian internasional (KKP3I)” tegas Agung.

Khusus kerjasama kemitraan Litbang Pertanian Internasional (KKP3I) dimana payung hukumnya ada di KEMLU. KKP3I merupakan kerjasama LN untuk memberikan hibah kepada negara-negara least developed countries (Sudan, Madagaskar, Timor Leste) melalui kerjasama Selatan-Selatan (bentuk komitmen RI)

Materi terkait :

  1. Profil kerjasama Badan Litbang
  2. Prosedur Perijinan Peneliti Asing
  3. Pengelolaan Kerjasama Badan Litbangtan 2014
  4. Kerjasama Dalam Negeri Lingkup Kementerian Kehutanan

Sumber : http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/188

Share Button

FKPWP Jembatan Diseminasi Hasil Riset Badan Litbang kepada Pengguna

FORDA (Bogor, 23/10/2014)_Forum Komunikasi Peneliti, Widyaiswara dan Penyuluh (FKPWP) menjembatani lack of IPTEK atau kesenjangan IPTEK antara sumber IPTEK di Litbang dengan para user baik pelaku utama, pelaku usaha dan bahkan para pemegang atau pembuat kebijakan” demikian ungkap Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kehutanan (BP2SDMK), Dr. Ir. Amir Wardhana, M.For.Sc dalam arahannya saat membuka acara Pertemuan FKPWP di Hotel Braja Mustika, Bogor pada hari kamis (23/10).

Pertemuan tersebut mempunyai manfaat yang sangat penting sebagai media diseminasi hasil-hasil riset yang telah dicapai oleh Badan Litbang Kehutanan kepada pengguna. Amir mengatakan bahwa dari forum tersebut, semua yang terlibat mendapat manfaat baik sumber IPTEK litbang, maupun pengajar widyaiswara dan penyuluh. Bagi peneliti sangat penting untuk menampilkan hasil-hasil riset yang telah dicapai. “Keberhasilan dari litbang adalah apabila hasil IPTEK itu sudah bisa menghasilkan nilai tambah bagi masyarakat “ imbuhnya.

Hal tersebut dikuatkan oleh Ir. C. Nugroho S. Priyono, M.Sc., Kepala Bagian Evaluasi, Diseminasi dan Perpustakaan, Badan Litbang Kehutanan yang pada kesempatan tersebut mewakili Sekretaris Badan Litbang Kehutanan. Nugroho menyatakan bahwa salah satu titik berat diseminasi adalah transfering hasil penelitian kepada penyuluh dan widyaiswara. Nugroho menyatakan bahwa delivering (diseminasi) bukan merupakan tugas utama peneliti, namun tugas utama struktural untuk pelayanan, sedangkan untuk substansi adalah tugas peneliti. “Peneliti akan sangat welcome kalau hasil penelitiannya tidak hanya menjadi tulisan KTI (karya tulis ilmiah), dengan adanya kegiatan FKPWP, peneliti sangat bersemangat, hal ini merupakan indikator kalau hasil penelitiannya dipakai oleh pengguna” lanjut Nugroho.

Mengubah hasil riset dalam bentuk KTI (karya tulis ilmiah) menjadi bahan ajar ternyata tidak mudah karena memerlukan tahapan-tahapan khusus. Untuk mempermudah proses konversi hasil riset menjadi bahan ajar dan materi penyuluhan, dalam lokakarya ini telah disepakati untuk membuat outline atau kisi-kisi materi yang disampaikan oleh narasumber peneliti. Kisi-kisi tersebut antara lain: definisi dan pengertian, deskripsi teknologi, rincian dan aplikasi teknis, keunggulan teknologi, kemudahan penerapan, dampak dan keramahan lingkungan, dan analisis usaha.

FKPW menjadi sangat penting karena mempertemukan parapihak terkait yaitu peneliti penyedia IPTEK dengan pengguna widyaiswara dan penyuluh kehutanan untuk duduk bersama dan mengkonversi materi hasil penelitian menjadi bahan ajar dan materi penyuluhan. Dengan dihasilkannya bahan ajar dan materi penyuluhan, yang akan diteruskan oleh penyuluh dan widyaiswara sebagai ujung tombak diseminasi kepada masyarakat atau peserta diklat, maka  diharapkan outcome hasil-hasil penelitian dapat tercapai.

Pertemuan FKPWP dihadiri oleh 12 orang peneliti, 12 widyaiswara, 12 penyuluh, dan beberapa pejabat struktural pendukung. Pertemuan yang di-setting dalam bentuk lokakarya (workshop) tersebut menghasilkan output berupa bahan ajar bagi Widyaiswara, dan materi penyuluhan bagi Penyuluh Kehutanan. Peneliti Badan Litbang Kehutanan sebagai narasumber menyampaikan empat materi dalam bidang PHKA, BPDASPS, BUK dan Planologi.

Dari kurang lebih 100 hasil riset yang ditawarkan oleh Badan Litbang Kehutanan, dipilih enam topik yang menjadi interest penyuluh dan widyaiswara.  Untuk bidang PHKA dipresentasikan 2 topik yaitu pengelolaan daerah penyangga oleh Endang Karlina (Peneliti PUSKONSER), dan Hutan Kota oleh Ismayadi (Peneliti PUSPIJAK). Bidang BPDAS PS ditampilkan 2 topik: Perencanaan pengelolaan DAS oleh Irfan Budi Pramono (Peneliti BPTKPDAS), dan Pengolahan HHBK-pengolahan bambu dan rotan oleh Sutiono dan Jasni (Peneliti PUSTEKOLAH). Dari bidang  BUK disampaikan satu topik penguatan tata kelola industri dan perdagangan hasil hutan oleh Rachman Effendi (Peneliti PUSPIJAK). Sedangkan Bidang Planologi ditampilkan topik model pengelolaan kawasan berbasis ekosistem oleh Rozza Tri Kwatrina (Peneliti PUSKONSER).

Sekretaris Badan P2SDMK berharap bahwa pencantuman nama peneliti sebagai narasumber dalam bahan ajar dan materi penyuluhan, baik dalam bentuk bahan ajar maupun leaflet perlu dilakukan sebagai bentuk apresiasi dan memberi dampak kepada peneliti bahwa hasil risetnya telah dipakai oleh pengguna.

Nugroho menyampaikan pesan Sekretaris Badan Litbang Kehutanan bahwa selain kegiatan rutin pertemuan FKPWP, Sekretaris Badan menyampaikan beberapa ide yang dahulu pernah dibuat workshop khusus BP2SDMK yaitu tentang KPH. Tahun depan Badan Litbang Kehutanan sudah harus melakukan kegiatan di KPH. Diharapkan penyuluh, widyaiswara, dan peneliti dapat berkiprah di kegiatan KPH. Mulai 2015, Badan Litbang Kehutanan akan melaksanakan kegiatan pilot di KPH, dimana sesuai dengan UU 18 Tahun 2002, kegiatan tersebut berupa kegiatan pengembangan yang akan merakit hasil-hasil litbang yang sudah ada sebelumnya  menjadi sesuatu yang baru. Diharapkan kegiatan di KPH dapat dikonkretkan oleh FKPWP.

Ditambahkan pula bahwa  Badan Litbang Kehutanan berkomitmen untuk menyiapkan gelar teknologi yang akan digabung dengan pelaksanaan Jambore Nasional Penyuluh. Pada saatnya akan ditawarkan paket-paket IPTEK untuk dipilih oleh penyuluh kehutanan untuk dipaparkan pada saat Jambore yang akan dilaksanakan di Tawangmangu, Jawa Tengah. Jambore tersebut rencananya akan dihadiri pula oleh diklat lingkup ASEAN.

Diharapkan pertemuan FKPWP tersebut dapat dilaksanakan secara rutin dengan beberapa modifikasi untuk penyesuaian dan penyempurnaan pelaksanaan ke depan sehingga output dan outcome dapat diraih secara optimal. Dengan demikian peran FKPWP sebagai wadah yang men-deliver hasil litbang kepada pengguna dapat tercapai dan bermanfaat bagi keberhasilan Badan Litbang Kehutanan untuk memberikan nilai tambah kepada masyarakat. **(RM)

Materi terkait, silahkan download pada link berikut :

  1. Pengembangan  dan  Pengelolaan Daerah Penyangga Taman Nasional Sebagai Upaya  Pengelolaan Kawasan Konservasi Berkelanjutan
  2. Pengelolaan HHBK Bambu
  3. Perencanaan  Pengelolaan DAS antar propinsi  (studi kasus DAS Ciliwung)
  4. Model Pengelolaan Kawasan Konservasi Berbasis Ekosistem
  5. Pengolahan Rotan
  6. Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan
  7. Fungsi Hutan Kota pada RTH

Sumber : http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/1883

Share Button

Sosialisasi Pedoman Pelaksanaan SPIP

FORDA (Bogor, 21/10/2014)_Dalam rangka pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Satgas SPIP Badan Litbang Kehutanan kembali mengadakan pertemuan, yaitu Konsolidasi dan Sosialisasi Pedoman Pelaksanaan SPIP di Kampus Litbang Kehutanan, Bogor, Senin (20/10).

Pertemuan yang dimulai dengan arahan Sekretaris Badan Litbang Kehutanan selaku Ketua Satgas ini mengagendakan paparan Ringkasan Pemahaman SPIP berdasarkan Peraturan Irjen Nomor 2 Tahun 2014 sebagai agenda utamanya.

Menurut Ir. Tri Joko Mulyono, MM, Sekretaris Badan Litbang Kehutanan (Sekbadan), SPIP adalah sebuah sistem manajemen, hampir sama dengan ISO yang diawali dengan komitmen pimpinan.

“Ini sistem manajemen yang harus kita implementasikan untuk mendapat perbaikan terus-menerus di lingkungan birokrasi,” kata Tri Joko yang berharap pertemuan ini menghasilkan pemahaman yang sama bagi satgas SPIP tentang pelaksanaan SPIP.

Dalam paparannya di depan para Ketua dan Sekretaris Satgas SPIP dari masing-masing Puslitbang, Kabag. Evaluasi, Diseminasi dan Perpustakaan, Ir. C. Nugroho S. Priyono, M.Sc selaku Sekretaris Satgas menyampaikan tujuan, prosedur dan bagaimana merencanakan SPIP.

Dijelaskan bahwa terdapat 4 tujuan SPIP, yaitu tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara; Keandalan pelaporan keuangan; Pengamanan aset negara; dan Ketaatan terhadap aturan perundangan.

Beberapa prosedur SPIP yang akan dilaksanakan yaitu setiap awal tahun (Januari) akan dilakukan penyusunan desain SPIP untuk diimplementasikan sepanjang tahun. Bersamaan dengan itu, akan dilakukan pemantauan secara periodik (triwulan) dan evaluasi di akhir tahun.

“Hal ini perlu dikomunikasikan ke seluruh pegawai, siapa melakukan apa dan bagaimana,” kata Nugroho yang mengaku bukan sebagai narasumber SPIP melainkan satgas yang diminta membaca dan memahami pedoman tersebut lebih dahulu untuk dibagikan kepada satgas SPIP lainnya.

Lebih lanjut Nugroho juga menjelaskan bahwa dalam merencanakan SPIP harus menerapkan 5 unsur SPIP yang saling terkait, yaitu Lingkungan pengendalian; Penilaian resiko; Kegiatan pengendalian; Informasi dan komunikasi; dan Pemantauan pengendalian intern. Dari lima unsur tersebut kegiatan pengendalian merupakan corenya.

Pada sesi diskusi banyak dibahas hal-hal yang bersifat teknis dari apa yang dipaparkan. Beberapa terminologi yang sering digunakan dalam merencanakan SPIP, antara lain sumber resiko, resiko signifikan dan probabilitas resiko menjadi pokok bahasan.

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini, para peserta rapat, satgas SPIP diminta untuk mengidentifikasi kegiatan melalui pembahasan internal maupun antar puslitbang. Untuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) juga akan dilakukan sosialisasi seperti ini pada Rapim yang diadakan akhir bulan ini di Makassar. Setelah melalui proses tersebut dan data masuk dari semua satker, akan dilakukan rapat sinkronisasi yang akan menghasilkan bahan penyusunan desain pengendalian internal SPIP tingkat Badan Litbang Kehutanan.***(RH)

Materi:

Ringkasan Pemahaman SPIP

Sumber : http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/1882

Share Button

Program Kerjasama Harus Sejalan dengan Prioritas Pembangunan Sektor Kehutanan

FORDA (Jakarta, 21/10/2014)_Prof. Dr. Ir. San Afri Awang, M.Sc, Kepala Badan (Kabadan) Litbang Kehutanan menyerukan kepada Peneliti Badan Litbang Kehutanan (Balitbanghut) untuk cermat dalam menerima Kerjasama Luar Negeri (KLN), jangan menganaktirikan pekerjaan-pekerjaan APBN. Hal ini disampaikan pada Rapat pembahasan Program Kerjasama The International Tropical Timber Organization (ITTO) di Ruang Rapat lt. 11 Blok 1 Manggala Wanabakti, Jakarta (selasa, 21/10).

 “Kerjasama itu untuk menutup lubang-lubang anggaran APBN yang tidak cukup untuk menyelesaikan. Tapi konsentrasikan pada IKU (Indikator kinerja Utama) dan IKK (Indikator Kinerja Kegiatan),” kata Kabadan.

Kabadan menyadari bahwa selama ini, ada beberapa peneliti di Balitbanghut yang fokus pada proyek kerjasama dan mengabaikan kegiatan-kegiatan APBN. Namun demikian, Kabadan merasa agak kecewa karena proyek-proyek kerjasama tersebut kadang tidak dicermati dengan seksama. Misalnya,  kegiatan pengukuran pohon Dipterokarpa yang sudah berumur 30 tahun di Labanan.

“Karena saya paham, dari segi publikasi kita kurang bagus,” kata Kabadan yang mengetahui secara persis bahwa apabila data diambil oleh peneliti asing maka mereka akan mempublikasikan dan mendapat keuntungan besar. Hal ini juga membatasi peneliti kita untuk menulis karena sudah diakuin oleh mereka.

Oleh karena itu, Kabadan berkomitmen untuk menolak semua kegiatan KLN yang bersifat hanya pengukuran saja. Selain itu, Kabadan berharap bahwa seluruh hasil kerjasama dapat menghasilkan iptek yang berorientasi pada Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI).

“Saya minta setiap peneliti mempunyai keinginan untuk itu,” kata Kabadan.

Sedangkan untuk kelangsungan proyek KLN, terutama ITTO, Kabadan berharap adanya proses kaderisasi. Peneliti yunior harus belajar kepada peneliti senior dan sebaliknya, penelit senior harus legowo. Jangan sampai, proposal yang dibuat adik-adik peneliti yang bergelar doktor tidak laku.

“Biarkan adik-adik di depan, kita di rangking kedua. Ada yang kita pegang sendiri, tetapi jangan semua. Sedangkan yang muda-muda tidak mendapat tempat,” kata Kabadan.

Rapat pembahasan program kerjasama ITTO tersebut dilaksanakan untuk mempersiapkan partisipasi Indonesia pada ITTO yang ke-50 di Yokohama pada tanggal 3-8 November 2014. Dalam rapat tersebut, dipresentasikan ke-9 program kerjasama ITTO Balitbanghut.

Dalam rapat tersebut, juga dihasilkan beberapa rencana tindak lanjut, yaitu:

  1. Memonitoring secara aktif proses registrasi dan pembukaan rekening
  2. Penyelesaian proyek dan kelengkapan dokumen harus dilakukan tepat waktu
  3. Untuk proyek baru, dimohon untuk persiapan pendanaan pembinaan administrasi dan substansi oleh Sekretariat
  4. Pokja kebijakan segera dihidupkan kembali. Untuk memfasilitasi proyek-proyek yang terkaik REDD.

Materi Terkait:

  1. Promoting Conservation of Plant Genetic Resources of Aquilaria Gyrinops Species in Indonesia
  2. Operational Strategies for The Conservation of Tengkawang Genetic Diversity and for Sustainable Livelihood of Indigenious People in Kalimantan
  3. Support to ITTO-CITES Implementation for Tree Species and Trade/Market Transparancy (TMT)
  4. Promoting Conservation of Selected High-Value Indigenous Species of Sumatra
  5. Model Capacity Building for Efficient and sustainable Utilization of Bamboo Resources in Indonesia
  6. Promoting the Partnership effort to REDD from Tropical Peatland in South Sumatra through the Enhancemenet of Conservation and Restoration Activities
  7. ITTO REDD+ Feasibility Study for the Bilateral Offset Scheme FY 2012 in Central Kalimantan
  8. Strengthening the capacity of local institutions to sustainably manage community forestry in Sanggau for Improving Livelihood
  9. Tropical Forest Conservation For Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation and  Enhancing Carbon Stocks in Meru Betiri National Park, Indonesia

 Sumber : http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/1885

Share Button

Benarkah Perubahan Iklim Berhenti Sementara?

KOMPAS.com – Benarkah perubahan iklim berhenti untuk sementara? Data Badan Administrasi Atmosfer dan Kelautan Amerika Serikat (NOAA) mengindikasikan tidak.

NOAA mencatat bahwa tahun demi tahun, rekor bulan terpanas dan tahun terpanas sejak 1880 terus terjadi. Ini menjadi bukti bahwa pemanasan global tidak berhenti sementara.

Tahun-tahun terpanas antara lain adalah 1995, 1997, 1998, 2005, dan 2010. Sementara, bulan terpanas antara lain November 2013 serta Mei, Juli, dan Agustus 2014.

Bumi belum mencetak rekor bulan terdingin sejak Desember 1916. Namun, bulan dengan suhu melampaui rekor selalu terjadi sejak 1997.

NOAA pada Senin (20/10/2014) menyatakan, September 2014 menjadi September terpanas dalam 135 tahun. Suhu global rata-rata adalah 15,72 derajat Celsius.

Sementara, tahun 2014 bersama 1998 telah menjadi tahun dengan sembilan bulan pertama terpanas yang pernah tercatat.

Pada tahun 1998, panas disebabkan oleh adanya El Nino kuat. Pada tiga bulan terakhir pada tahun tersebut, suhu lebih rendah karena El Nino berakhir.

Sementara, tahun 2014, NOAA menyatakan bahwa El Nino belum datang namun suhu sudah tinggi. Prediksi NOAA, El Nino mungkin datang akhir tahun dan membuat suhu lebih tinggi.

Dengan data yang tersedia tahun ini, Jessica Blunden, pakar iklim NOAA, mengatakan bahwa “sangat mungkin” tahun 2014 mencetak rekor sebagai tahun terpanas.

Donald Wuebbles, pakar iklim dari University of Illinois, mengatakan, data-data itu menunjukkan bahwa perubahan iklim nyata dan tidak berhenti sementara.

“Ini adalah salah satu indikator bahwa perubahan iklim tidak berhenti dan terus menjadi isu penting yang dihadapi manusia,” kata Wuebbles seperti dikutip AP, Senin.

Wuebbles mengatakan, selama ini ada beberapa pihak yang mengatakan bahwa perubahan iklim berhenti sementara. Namun, menurut Wuebbles, semua data NOAA membantahnya.

Sumber : kompas.com

Share Button