Anggaran Riset Akan Ditambah

Saat ini anggaran riset sekitar 10 triliun, yang masih jauh dari besaran ideal 1 % dari pendapatan domestik bruto yang setara dengan 80 triliun.  Presiden terpilih Jokowi akan berupaya untuk dapat menaikkan dana riset tersebut. “Saya usahakan dana penelitian dilipatkan dalam lima tahun mendatang” kata Joko Widodo dalam kuliah umum ditengah seminar “Menyambut Penguatan Lembaga Penelitian dan Pengembangan dalam Kebijakan Pemerintah dan Pembangunan Nasional” yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta (16/9).

Penegasan dikemukakan oleh Jokowi bahwa kegiatan riset yang menghasilkan produk berarti memerlukan besaran anggaran yang memadai. “Tak ada negara yang maju tanpa lembaga riset yang baik, terutama di bidang pangan, energi, dan otomotif”. Anggaran yang besar harus diikuti dengan keluaran yang bermanfaat. Di Indonesia, riset beberapa tahun terakhir dinilai tidak terintegrasi. Anggaran riset tersebar di bebearapa kementerian dan LPNK riset, tidak terfokus.  Harapan lima tahun kedepan tercapai kemajuan di sektor prioritas antara lain pertanian.  Selain riset yang berbasis teknologi yang dapat dimanfaatkan oleh user, perlu dilakukan pendampingan dan pengawalan.

Adanya gap yang terjadi antara penelitian, user dan stakeholder lainnya perlu disosialisasikan lebih lanjut.  Kondisi yang terjadi dipergunakan sebagai dasar untuk melakukan penggabungan perguruan tinggi dan riset dalam satu kementerian, khususnya terkait pertanian, sosial dan kemaritiman.

Sumber : harian kompas, 17 September 2014

Share Button

Peran BPTKSDA dalam Pembangunan Taman Kehati di Kabupaten Paser

Tim Ahli Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam bersinergi dengan Pemerintah Kabupaten Paser, Kalimantan Timur dalam pembangunan Taman Keanekaragaman Hayati (Taman Kehati) yang diprakarsai oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Paser.

Kegiatan diawali dengan melakukan identifikasi dan inventarisasi tumbuhan lokal di calon areal Taman Kehati di Desa Modang, Kec. Kuaro, Kab. Paser, Kalimantan Timur. Kegiatan yang dilaksanakan selama satu minggu dan berakhir pada Jumat, 12 September 2014 itu telah berhasil diinventarisasi setidaknya 200 jenis tumbuhan berhabitus pohon dan pohon kecil. “Ketinggiannya topografinya yang bervariasi mulai dari 100 m dpl. sampai dengan 450 m dpl menyebabkan jenis tumbuhan penyusunnya juga lebih beragam,” ungkap Tri Atmoko, salah satu anggota tim inventarisasi.

Jenis-jenis yang ditemukan diantaranya adalah jenis yang umumnya mampu mencapai klimaks di habitat alaminya. Jenis tersebut adalah 16 jenis dari marga Dipterocarpaceae, jenis Koordersiodendron pinnatumPalaquium rostratumSchima wallichiiTriomma malaccensisCanarium sp.,Irvingia malayanaIxonanthes reticulata, dan Quercus gaharuensis. Tim ahli yang diketuai oleh Dr. Ishak Yassir itu juga menjumpai habitat tumbuhan endemik yang mulai langka, yaitu Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata).

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 3 tahun 2012 tentang Taman Keanekaragaman Hayati menyatakan bahwa Taman Kehati adalah suatu kawasan pencadangan sumber daya alam hayati lokal yang mempunyai fungsi konservasi in-situ dan/atau ex-situ. Selain itu juga bermanfaat sebagai sarana pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan ekowisata, sumber benih, ruang terbuka hijau dan penambahan tutupan vegetasi.

Areal calon Taman Kehati adalah kawasan adat Desa Modang dimana di dalamnya terdapat areal wisata berupa air terjun. Air terjun terdiri dari tujuh tingkat yang dikenal dengan Doyam Seriam. Infrastruktur yang sudah ada adalah trek sepanjang 425 meter menuju air terjun dilengkapi beberapa shelter peristrirahatan. Menurut Roosindah Nurria, ST., MM. Kepala Sub Bidang Konservasi Lingkungan, Badan Lingkungan Hidup Kab. Paser, menyatakan bahwa luas seluruh kawasan adat Desa Modang adalah sekitar 2500 ha dan nantinya areal akan dideliniasi berdasarkan potensinya untuk dijadikan Taman Kehati sekaligus untuk melindungi hutan di sekitar air terjun dan daerah hulu sungai.

Sejauh ini Kementerian Lingkungan Hidup sudah membangun 24 Taman Kehati di sembilan Provinsi di Indonesia, diantaranya di Jawa Barat, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Selatan. “Kemungkinan nantinya Taman Kehati di Kabupaten Paser adalah taman kehati yang pertama di bangun di Kalimantan Timur,” ungkap Ishak Yassir. Diharapkan dari kegiatan inventarisasi tumbuhan lokal oleh Tim dari Balitek KSDA di calon areal Taman Kehati akan membantu mempercepat penetapan dan pengembangan Taman Kehati di Kabupaten Paser. (ADS)

Share Button

Buku Statistik Kawasan Hutan 2013

“Statistik Kawasan Hutan 2013” dimaksudkan  untuk  memenuhi kebutuhan  data  dan informasi yang sifatnya khusus, dikarenakan selain menampilkan data numerik, disertai juga dengan data spasial,  tentang  existing  kawasan  hutan  Indonesia  beserta  potensi  yang  terdapat  di  kawasan hutan.

download dokumen

Share Button

Badan Litbang Gelar Pembekalan Keikutsertaan Peneliti pada XXIV IUFRO World Conggres 2014

IUFRO World Conggres merupakan merupakan pertemuan ilmiah penting bagi para ahli di bidang kehutanan dari seluruh dunia. Ajang ini diselenggarakan setiap lima tahun oleh The International Union of Forest Research Organizations (IUFRO). XXIV IUFRO World Congress 2014 akan diselenggarakan pada tanggal 5-11 Oktober 2014 di Salt Lake City, Utah, Amerika Serikat.

Sesi Pertama Diskusi Ilmiah (tanggal 2 September 2014)

“Sebanyak enam orang peneliti Badan Litbang Kehutanan telah lolos dalam seleksi abstrak dan mendapatkan sponsorship dari IUFRO untuk presentasi pada XXIV IUFRO World Congress 2014 di Amerika Serikatungkap Sekretaris Badan Litbang Kehutanan, Ir. Tri Joko Mulyono, MM ketika membuka acara dan memoderatori Diskusi Ilmiah Putaran II dalam rangka persiapan dan pembekalan peneliti menuju XXIV IUFRO World Congress 2014 di Bogor pada Selasa (2/9).

Lebih lanjut Tri Joko mengungkapkan bahwa sebenarnya abstrak dari Badan Litbang Kehutanan banyak yang lolos seleksi untuk presentasi pada XXIV IUFRO World Congress 2014, namun karena tidak mendapatkan sponsorship dan tidak ada anggaran perjalanan sehingga tidak semuanya bisa berangkat mewakili Badan Litbang Kehutanan.

“Acara kali ini untuk mengantarkan teman-teman peneliti yang akan berangkat ke IUFRO, yang hadir bisa memberikan penguatan dan saran-saran” pinta Tri Joko kepada peserta diskusi. Tri Joko memaparkan bahwa siapapun baik peneliti maupun pejabat struktural Badan Litbang Kehutanan apabila menjadi narasumber harus melalui institusi.

“Substansi yang akan dipaparkan bisa disampaikan ke pihak manajemen terlebih dahulu, sehingga bila ada masalah, pihak manajemen tahu terlebih  dahulu” jelas Tri Joko.

Pemaparan pertama dalam acara diskusi ini yaitu oleh Budi Hadi Narendra, satu-satunya peneliti yang lolos untuk Oral Presentation.  Peneliti Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasiinimemaparkan makalah berjudul “Underutilized and promising fruit tree species to enhance productivity of traditional agroforestry system through participatory domestication in West Java, Indonesia”. Dalam penelitian yang dilakukan di Bogor tersebut terungkap beberapa tanaman buah yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat yaitu durian (Durio zibethinus), petai (Parkia speciosa) dan kecapi (Sandoricum koetjape).

“Ketiga spesies mewakili berbagai tingkat pohon domestikasi, tetapi ketiganya kurang dimanfaatkan oleh para petani dalam sistem agroforestri” jelas Budi. Lebih lanjut Budi menjelaskan bahwa domestikasi difokuskan untuk meningkatkan penanganan dan pengolahan pasca panen serta mengembangkan harga pasar yang stabil melalui pasokan dan kualitas yang konsisten.

Sesi selanjutnya yaitu sesi Poster Presentation,  Prof. Dr. Nina Mindawati dan Dr. Enny Widyati keduanya dari Puslibang Peningkatan Produktivitas Hutan masing-masing membawakan dua judul poster yang akan ditampilkan pada Poster Session  XXIV IUFRO World Congress 2014. Pada sesi ini Budi Hadi Narendra juga memaparkan poster.

Menanggapi permintaan Sekretaris Badan Litbang di awal acara, peserta diskusi sangat antusias memberikan masukan dan saran, antara lain perlunya manajemen waktu, sapaan kepada semua audiens, jangan fokus pada slide, format  slide (maksimum baris, font terkecil 16 tahoma, pentingnya gambar), format poster, penekanan pada keyword makalah dan  lain-lain.

Pada akhir acara yang dihadiri oleh 50 orang peneliti lingkup Badan Litbang Kehutanan ini, Tri Joko berpesan masukan dari para peserta diskusi agar dijadikan bahan bagi para presenter untuk memperbaiki cara penyampaian dan substansi penyampaian. **(TS)

Sesi Kedua Diskusi Ilmiah (9 September 2014)

“Kali ini merupakan pembekalan atau gladi bagi teman-teman peneliti yang akan berangkat ke XXIV IUFRO World Conggres 2014“ kata Kepala Bagian Evaluasi, Diseminasi dan Perpustakaan, Ir. C. Nugroho Sulistyo Priyono, MSc ketika membuka acara.

Lebih lanjut Nugroho mengungkapkan bahwa abstrak dari Badan Litbang Kehutanan yang diterima oleh Panitia IUFRO yaitu delapan paper dan 27 poster, tetapi karena Badan Litbang Kehutanan tidak mempunyai biaya untuk mensupport keberangkatan, maka Sekretariat menganjurkan para peneliti yang diterima abstraknya untuk mengajukan beasiswa Scientist Assistance Programme dari IUFRO, sehingga terpilih enam orang peneliti  yang akan membawakan satu paper pada oral presentation dan 12 poster.

Pembekalan kali ini merupakan pembekalan kedua, beberapa peneliti sudah ditampilkan minggu lalu (2/9).  Pembekalan dalam rangka Diskusi Ilmiah Putara 3 ini menampilkan Iis Alviya, S.P., MSE, peneliti Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan, Dr. Budi Leksono dan Dr. Vivi Yuskianti, peneliti Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Budi Hadi Narendra, S.Hut. MSc.  dari Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi. Selain gladi bagi peneliti, dilaksanakan juga sesi khusus Workshop Pembuatan Poster.

“Poster itu lebih sulit daripada oral, oleh karena itu perlu penyajian yang precise” kata Nugroho diawal acara. Lebih lanjut Nugroho mengatakan bahwa untuk mengakomodasi permintaan para peneliti untuk diberikan panduan dalam pembuatan poster, maka kali ini ada sesi  highlight poster oleh ahlinya.

“Peneliti harus bisa mengkomunikasikan hasil penelitiannya baik kepada sesama scientist maupun kepada khalayak umum dalam bentuk poster” kata Nugroho. Untuk itu, lanjut Nugroho diperlukan  informasi hal-hal yang prinsip dalam mendisain poster.

Menanggapi pernyataan Nugroho, Cristian Tampi narasumber dari CV Dapur Design mengatakan bahwa basic  apa saja yang perlu kita perhatikan, walaupun materi yang ditampilkan bersifat scientific, salah satunya yaitu  apakah poster kita ini akan menjadi sesuatu yg renik ataukah sesuatu yang akan terbaca oleh orang.

Cristian juga mengomentari materi poster untuk XXIV IUFRO World Conggres 2014  merupakan poster hasil penelitian dari awal sampai akhir. “Maka perlu ditentukan mana yang akan ditonjolkan untuk di-highlight, poster secara tidak langsung akan menarik emosi pembaca” ungkap Cristian.

“Key point dalam membuat poster yaitu readibility (mudah dibaca), visibility (mudah diliat), legality (mudah dimengerti) dan komposisi/layout, bagaimana menarik orang untuk melihat lebih dekat” terang  Silvia Tampi, Creative Director CV Dapur Design.

Lebih lanjut Silvia menjelaskan bahwa  poster yang baik harus memperhatikan beberapa hal yaitu tujuan, eyecatching, audien, layout/komposisi dan materi/content.

“Tujuan yang dimaksud yaitu tujuan pembuatan poster, apakah memberikan informasi saja atau ajakan untuk berpartisipasi, berdiskusi, dan lain-lain. Poster juga harus eyecatching, artinya bisa  menarik pengunjung untuk melihat dan membaca lebih lanjut diantara jajaran poster yang didisplay di sekitarnya.  Judul poster juga harus bisa menarik pengunjung. Seperti halnya judul/headline pada koran yang pendek, tajam dan mengajak/mendorong pembaca untuk membaca lebih lanjut” lanjut Silvia.

“Pembuat poster juga harus mencari tahu audiens yang akan membaca poster, apakah sesama peneliti, dalam lingkup kehutanan, atau khalayak umum. Hal ini penting dalam menyusun seberapa dalam isi poster, baik dari judul, materi atau istilah-istilah  ilmiah” jelas Silvia.

Sedangkan terkait layout/komposisi, Silvia berpesan “Jangan memadati seluruh area poster dengan content,  pastikan point-point penting disampaikan setinggi eye-level audien”. Begitu pula dengan content, Silvia menegaskan bahwa pada poster, materi sebaiknya ditampilkan singkat dan padat. Pemaparan materi yang lebih detail bisa melalui leaflet/brosur yang disiapkan dibawah poster.

Pada akhir acara yang dihadiri oleh 50 peneliti lingkup Badan Litbang Kehutanan, Nugroho berharap “Semoga materi workshop bisa memperkaya wawasan kita tentang poster.”  **(TS)

 

Materi terkait, silahkan download di bawah ini :

  1. Workshop Membuat Poster
  2. Kumpulan abstrak materi
  3. Oral Presentation : Underutilized and Promising Fruit Tree Species to Enhance Productivity of Traditional Agroforestry System through Participatory Domestication in West Java, Indonesia by Budi Hadi Narendra
  4. Poster Presentation

sumber : klik di sini

Share Button

Sulitnya Mencari Hutan Kota di Samarinda

Samarinda, ibu kota Kalimantan Timur, saat ini kesulitan mencari lahan terbuka hijau yang dapat dikembangkan sebagai hutan kota. Padahal, kewajiban mengembangkan hutan kota sebesar 10% dari luas wilayahnya ini sesuai Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota.

Penelitian cepat “Evaluasi Luasan dan Sebaran Hutan Kota Samarinda” yang dilakukan oleh tim peneliti Balitbangda Kalimantan Timur bisa dijadikan patokan awal. Berdasarkan SK Walikota Samarinda Nomor 224 Tahun 1992 diketahui bahwa luas hutan kota Samarinda adalah 218,77 hektar. Sedangkan berdasarkan Keputusan Walikota Samarinda Nomor 178/HK-KS/2005 luas hutan kota Samarinda sekitar 690,23 hektar.

Untuk menguji penambahan luasan tersebut maka dilakukanlah penghitungan menggunakan software ArcGis 10.1 berdasarkan citra QuickBird. Hasil yang didapat adalah luasan hutan kota hingga tahun 2013 sebesar 586,43 hektar.

Dengan demikian, bila merunut luasan hutan kota berdasarkan Keputusan Walikota Samarinda yakni 690,23 hektar menjadi 586,43 hektar maka terjadi pengurangan luasan hutan kota sebesar 103,8 hektar.

Deddy Hadriyanto, Ketua Pusat Studi Perubahan Iklim Universitas Mulawarman, menyatakan bahwa alih fungsi lahan hutan menjadi tambang batubara mengakibatkan hutan kota Samarinda tersisa 0,9% dari total wilayah kota yang luasnya 71.800 hektar.

Nusyirwan Ismail, Wakil Walikota Samarinda dalam acara ‘Rembuk Banjir Kota Samarinda’ di Polder Air Hitam, Senin 1 April 2014 menjelaskan, hutan kota sebagai pengendali keseimbangan tata air yang berada di Samarinda saat ini mulai berkurang. Bahkan, hanya 8,25% dari luas Kota Samarinda. “Hal ini disebabkan banyaknya hutan kota yang digusur menjadi permukiman, sehingga berdampak buruk bagi masyarakat luas,” katanya.

Yusrinda Prababeni, mahasiswa program S1 Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Mulawarman dalam studinya tentang Implementasi Kebijakan Hutan Kota di Samarinda memberikan olahan datanya.

Hutan Kota

Masalah dan jalan keluar

Simpang siur wilayah hutan kota Samarinda terjadi karena sebagian besar area hutan kota berada dalam penguasaan masyarakat dan swasta. Di atas lahan yang dikenal sebagai area hutan kota telah berdiri gedung, lapangan olahraga, juga perkantoran.

Yusrinda Prababeni dalam studinya itu menemukan penunjukkan hutan kota tidak mengikuti prosedur yang diisyaratkan. Kasus Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS) misalnya yang tidak melalui komunikasi terlebih dahulu untuk mendapat persetujuan dari pengelolanya. Ada juga hutan kota PT. Gani Mulya yang luasnya hanya 0,097 hektar. Ini tentunya tidak sesuai Pasal 8 bahwa luas hutan kota dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit adalah 0,25 hektar.

Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan (Distanbunhut) Samarinda telah mengusulkan pembuatan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Hutan Kota. Raperda diusulkan sebagai upaya menindaklanjuti kondisi Kota Samarinda yang sudah tidak memiliki hutan, seperti hutan konservasi dan hutan lindung.

Yang patut ditunggu adalah perubahan rencana lahan eks SMPN 1 dan SMAN 1 di Jalan Bhayangkara yang awalnya akan dijadikan taman kota, kini ditinjau ulang dijadikan hutan kota.                                                                             

“Kita ubah konsepnya dan anggaran bisa dialihkan untuk kebutuhan lain. Hutan kota ini tentunya akan dinikmati warga, tanpa ada bangunan lain,” ucap Syahrie Ja’ang, Walikota Samarinda.

Share Button

Menuju Restrukturisasi Badan Litbang Kehutanan yang Adaptif

Untuk meningkatkan sinergisitas arah dan program Badan litbang kehutanan dengan agenda prioritas pemerintahan baru yang tertuang dalam “NAWA CITA”, diperlukan restrukturisasi Badan Litbang kehutanan. Dalam rangka proses tersebut, Badan Litbang Kehutanan mengundang beberapa stakeholder dari BAPPENAS dan Kementerian Pertanian, Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kehutanan serta para sesepuh Badan Litbang Kehutanan untuk memberikan masukan serta sharing pengalaman dalam acara pembahasan Kelembagaan Badan Litbang Kehutanan di Hotel Puri Avia Resort, Cipayung – Bogor, pada hari Rabu (03/09).

“Efektifitas organisasi dan tata kerja litbang kehutanan perlu mendapat perhatian khusus agar sinergisitas kegiatan litbang dapat berjalan sebagaimana mestinya,” kata Prof. Dr. Ir.San Afri Awang, M.Sc, Kepala Badan Litbang Kehutanan dalam Sambutan dan Arahannya.

Kabadan berharap bahwa dalam proses restrukturisasi perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a). Badan Litbang kehutanan harus mampu menerjemahkan “NAWA CITA” dalam setiap program dan kegiatan; b). Evaluasi distribusi SDM untuk proses sharing pengetahuan antara senior dan yunior; c). Memantapkan hubungan struktural dan fungsional; d). Sarana dan prasarana litbang harus diperkuat untuk mendukung inovasi dan perkembangan ilmu pengetahuan terkini.

Selain itu, Kabadan berharap bahwa para pemimpin mempunyai orientasi ke depan untuk menjadikan Iptek menjadi sesuatu yang sangat strategis. “Penelitian dasar dilakukan dan pengembangan tetap berjalan. Dengan demikian, Litbang betul-betul akan dipakai dan para peneliti akan merasa seperti di rumah sendiri,” kata Kabadan.

“Litbang sangat strategis!,” kata Dr.Basah Hernowo, Direktur Konservasi Hutan dan Sumber Daya Hutan Bappenas mendukung kebijakan Kabadan. “Ilmu pengetahuan essensial bagi kesejahteraan, keamanan, kesehatan, lingkungan dan kualitas hidup kita ke depan,” tegas Dr. Basah

Dr. Basah berharap bahwa kelembagaan litbang kehutanan dapat berbasis pada 3 hal yaitu produk, bisnis proses dan ekosistem. Penelitian dan pengembangan (litbang) berbasis produk diklasifikasikan pada tingkat hulu (benih hingga panen) saja atau hulu sampai hilir. Litbang berbasis bisnis proses meliputi penelitian dasar, penelitian aplikatif, hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu serta keanekaragaman hayati dan industri. Sedangkan Litbang berbasis ekosisitem meliputi ekonomi, sosial dan budaya, lingkungan hidup serta kemitraan.

Di sisi lain Dr. Ir. Sunaryo, Staf Khusus Menteri Kehutanan, Bidang Pengembangan SDM dan Reformasi Birokrasi menyatakan bahwa kondisi kelembagaan Kementerian Kehutanan saat ini adalah 1) Inkonsisten: Tipe integrasi tapi tidak benar-benar terintegrasi; 2) Terfragmentasi (penanganan satu fungsi oleh banyak unit) dan Inefisien; 3) Ketepatan diferensiasi (division of labor); dan 4) Tumpang tindih dengan K/L lain.

Sejalan dengan pernyataan Ir. Sunaryo, Ir. Happy Rezkiana, Kepala Bagian Kelembagaan dan Biro Hukum Kehutanan berpendapat bahwa harus ada alternatif kelembagaan Kementerian Kehutanan pada periode 2015 -2019. “Dengan mengintegrasikan Badan REDD (PERPRES 62/2013) kedalam Kementerian Kehutanan, maka Struktur Organisasi Kementerian Kehutanan menjadi 10 Unit Eselon I, dengan penghematan berupa satu Kepala Badan setingkat Menteri, 3 Deputi setingkat eselon I, 1 Sekretaris setingkat eselon I, serta 16 unit Eselon II, dan 64 unit eselon III,” kata Ir. Happy

Dalam proses pembahasan tersebut telah menghasilkan beberapa alternatif kelembagaan Badan Litbang Kehutanan dari Ir. Happy, Ir. Sunaryo dan Dr. Ginting (Sesepuh Badan Litbang Kehutanan).

Ir. Happy  menyarankan bahwa struktur Badan Litbang sebagai berikut: 1) Sekretariat; 2) Pusat Penelitian Hutan dan Konservasi Alam; 3) Pusat Penelitian Hasil Hutan; 4) Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan; 5) Pusat Inovasi dan Pengembangan.

Sedangkan, Ir Sunaryo merekomendasikan organisai Litbang sebagai berikut: 1) Kelompok Penelitian Hutan dan Konservasi Alam (Keberadaan SDA, produksi barang hulu, produksi jasa, konservasi SDA); 2) Kelompok Penelitian Peningkatan Nilai Tambah Hasil Hutan (Pengolahan barang, pengembangan teknologi, industri kreatif); 3) Kelompok Penelitian Sosial Ekonomi (aspek pelaku/terdampak, nilai ekonomi, pengelolaan hutan, pemasaran); 4) Kelompok  Pengembangan IPTEK (penerapan IPTEK, Sosialisasi IPTEK, Pendidikan IPTEK); dan 5) Balai Penelitian Kehutanan (semua memiliki kekhususan tertentu/kelompok kekhususan tertentu).

Disisi lain, Dr. Ginting mengusulkan organisasi litbang sebagai berikut: 1) Rasionaliasisal Organisasi di Pusat untuk efesiensi-efektifitas pemanfaatan SDA, 2) Perlu ditata, nomenklatur nama-nama unit kerja sulit dipahami dan jauh dari kebiasaan internasional. Contoh Puskonser; dan 3) Penyempurnaan tata aturan tata hubungan kerja Pusat dan Balai-balai.

“Perubahan organisasi selalu terjadi. Oleh sebab itu, fokus untuk mendukung litbang dan bukan pada jabatan,” tegas Dr. Ginting.***

Materi terkait, silahkan download di bawah ini:

  1. Implikasi Program Pembangunan Sektor Kehutanan Terhadap Organisasi Litbang Kehutanan
  2. Struktur Organisasi Kementerian Kehutanan
  3. Kelembagaan Badan LITBANG Kehutanan yang Adaptive thd Reformasi Birokrasi Pasca Transisi Pemerintah Baru
  4. Pengalaman dan Tantangan Kelembagaan Balitbangtan

sumber : klik di sini

Share Button