“Statistik Kawasan Hutan 2013” dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan data dan informasi yang sifatnya khusus, dikarenakan selain menampilkan data numerik, disertai juga dengan data spasial, tentang existing kawasan hutan Indonesia beserta potensi yang terdapat di kawasan hutan.
Day: September 11, 2014
Badan Litbang Gelar Pembekalan Keikutsertaan Peneliti pada XXIV IUFRO World Conggres 2014
IUFRO World Conggres merupakan merupakan pertemuan ilmiah penting bagi para ahli di bidang kehutanan dari seluruh dunia. Ajang ini diselenggarakan setiap lima tahun oleh The International Union of Forest Research Organizations (IUFRO). XXIV IUFRO World Congress 2014 akan diselenggarakan pada tanggal 5-11 Oktober 2014 di Salt Lake City, Utah, Amerika Serikat.
Sesi Pertama Diskusi Ilmiah (tanggal 2 September 2014)
“Sebanyak enam orang peneliti Badan Litbang Kehutanan telah lolos dalam seleksi abstrak dan mendapatkan sponsorship dari IUFRO untuk presentasi pada XXIV IUFRO World Congress 2014 di Amerika Serikat”ungkap Sekretaris Badan Litbang Kehutanan, Ir. Tri Joko Mulyono, MM ketika membuka acara dan memoderatori Diskusi Ilmiah Putaran II dalam rangka persiapan dan pembekalan peneliti menuju XXIV IUFRO World Congress 2014 di Bogor pada Selasa (2/9).
Lebih lanjut Tri Joko mengungkapkan bahwa sebenarnya abstrak dari Badan Litbang Kehutanan banyak yang lolos seleksi untuk presentasi pada XXIV IUFRO World Congress 2014, namun karena tidak mendapatkan sponsorship dan tidak ada anggaran perjalanan sehingga tidak semuanya bisa berangkat mewakili Badan Litbang Kehutanan.
“Acara kali ini untuk mengantarkan teman-teman peneliti yang akan berangkat ke IUFRO, yang hadir bisa memberikan penguatan dan saran-saran” pinta Tri Joko kepada peserta diskusi. Tri Joko memaparkan bahwa siapapun baik peneliti maupun pejabat struktural Badan Litbang Kehutanan apabila menjadi narasumber harus melalui institusi.
“Substansi yang akan dipaparkan bisa disampaikan ke pihak manajemen terlebih dahulu, sehingga bila ada masalah, pihak manajemen tahu terlebih dahulu” jelas Tri Joko.
Pemaparan pertama dalam acara diskusi ini yaitu oleh Budi Hadi Narendra, satu-satunya peneliti yang lolos untuk Oral Presentation. Peneliti Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasiinimemaparkan makalah berjudul “Underutilized and promising fruit tree species to enhance productivity of traditional agroforestry system through participatory domestication in West Java, Indonesia”. Dalam penelitian yang dilakukan di Bogor tersebut terungkap beberapa tanaman buah yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat yaitu durian (Durio zibethinus), petai (Parkia speciosa) dan kecapi (Sandoricum koetjape).
“Ketiga spesies mewakili berbagai tingkat pohon domestikasi, tetapi ketiganya kurang dimanfaatkan oleh para petani dalam sistem agroforestri” jelas Budi. Lebih lanjut Budi menjelaskan bahwa domestikasi difokuskan untuk meningkatkan penanganan dan pengolahan pasca panen serta mengembangkan harga pasar yang stabil melalui pasokan dan kualitas yang konsisten.
Sesi selanjutnya yaitu sesi Poster Presentation, Prof. Dr. Nina Mindawati dan Dr. Enny Widyati keduanya dari Puslibang Peningkatan Produktivitas Hutan masing-masing membawakan dua judul poster yang akan ditampilkan pada Poster Session XXIV IUFRO World Congress 2014. Pada sesi ini Budi Hadi Narendra juga memaparkan poster.
Menanggapi permintaan Sekretaris Badan Litbang di awal acara, peserta diskusi sangat antusias memberikan masukan dan saran, antara lain perlunya manajemen waktu, sapaan kepada semua audiens, jangan fokus pada slide, format slide (maksimum baris, font terkecil 16 tahoma, pentingnya gambar), format poster, penekanan pada keyword makalah dan lain-lain.
Pada akhir acara yang dihadiri oleh 50 orang peneliti lingkup Badan Litbang Kehutanan ini, Tri Joko berpesan masukan dari para peserta diskusi agar dijadikan bahan bagi para presenter untuk memperbaiki cara penyampaian dan substansi penyampaian. **(TS)
Sesi Kedua Diskusi Ilmiah (9 September 2014)
“Kali ini merupakan pembekalan atau gladi bagi teman-teman peneliti yang akan berangkat ke XXIV IUFRO World Conggres 2014“ kata Kepala Bagian Evaluasi, Diseminasi dan Perpustakaan, Ir. C. Nugroho Sulistyo Priyono, MSc ketika membuka acara.
Lebih lanjut Nugroho mengungkapkan bahwa abstrak dari Badan Litbang Kehutanan yang diterima oleh Panitia IUFRO yaitu delapan paper dan 27 poster, tetapi karena Badan Litbang Kehutanan tidak mempunyai biaya untuk mensupport keberangkatan, maka Sekretariat menganjurkan para peneliti yang diterima abstraknya untuk mengajukan beasiswa Scientist Assistance Programme dari IUFRO, sehingga terpilih enam orang peneliti yang akan membawakan satu paper pada oral presentation dan 12 poster.
Pembekalan kali ini merupakan pembekalan kedua, beberapa peneliti sudah ditampilkan minggu lalu (2/9). Pembekalan dalam rangka Diskusi Ilmiah Putara 3 ini menampilkan Iis Alviya, S.P., MSE, peneliti Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan, Dr. Budi Leksono dan Dr. Vivi Yuskianti, peneliti Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Budi Hadi Narendra, S.Hut. MSc. dari Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi. Selain gladi bagi peneliti, dilaksanakan juga sesi khusus Workshop Pembuatan Poster.
“Poster itu lebih sulit daripada oral, oleh karena itu perlu penyajian yang precise” kata Nugroho diawal acara. Lebih lanjut Nugroho mengatakan bahwa untuk mengakomodasi permintaan para peneliti untuk diberikan panduan dalam pembuatan poster, maka kali ini ada sesi highlight poster oleh ahlinya.
“Peneliti harus bisa mengkomunikasikan hasil penelitiannya baik kepada sesama scientist maupun kepada khalayak umum dalam bentuk poster” kata Nugroho. Untuk itu, lanjut Nugroho diperlukan informasi hal-hal yang prinsip dalam mendisain poster.
Menanggapi pernyataan Nugroho, Cristian Tampi narasumber dari CV Dapur Design mengatakan bahwa basic apa saja yang perlu kita perhatikan, walaupun materi yang ditampilkan bersifat scientific, salah satunya yaitu apakah poster kita ini akan menjadi sesuatu yg renik ataukah sesuatu yang akan terbaca oleh orang.
Cristian juga mengomentari materi poster untuk XXIV IUFRO World Conggres 2014 merupakan poster hasil penelitian dari awal sampai akhir. “Maka perlu ditentukan mana yang akan ditonjolkan untuk di-highlight, poster secara tidak langsung akan menarik emosi pembaca” ungkap Cristian.
“Key point dalam membuat poster yaitu readibility (mudah dibaca), visibility (mudah diliat), legality (mudah dimengerti) dan komposisi/layout, bagaimana menarik orang untuk melihat lebih dekat” terang Silvia Tampi, Creative Director CV Dapur Design.
Lebih lanjut Silvia menjelaskan bahwa poster yang baik harus memperhatikan beberapa hal yaitu tujuan, eyecatching, audien, layout/komposisi dan materi/content.
“Tujuan yang dimaksud yaitu tujuan pembuatan poster, apakah memberikan informasi saja atau ajakan untuk berpartisipasi, berdiskusi, dan lain-lain. Poster juga harus eyecatching, artinya bisa menarik pengunjung untuk melihat dan membaca lebih lanjut diantara jajaran poster yang didisplay di sekitarnya. Judul poster juga harus bisa menarik pengunjung. Seperti halnya judul/headline pada koran yang pendek, tajam dan mengajak/mendorong pembaca untuk membaca lebih lanjut” lanjut Silvia.
“Pembuat poster juga harus mencari tahu audiens yang akan membaca poster, apakah sesama peneliti, dalam lingkup kehutanan, atau khalayak umum. Hal ini penting dalam menyusun seberapa dalam isi poster, baik dari judul, materi atau istilah-istilah ilmiah” jelas Silvia.
Sedangkan terkait layout/komposisi, Silvia berpesan “Jangan memadati seluruh area poster dengan content, pastikan point-point penting disampaikan setinggi eye-level audien”. Begitu pula dengan content, Silvia menegaskan bahwa pada poster, materi sebaiknya ditampilkan singkat dan padat. Pemaparan materi yang lebih detail bisa melalui leaflet/brosur yang disiapkan dibawah poster.
Pada akhir acara yang dihadiri oleh 50 peneliti lingkup Badan Litbang Kehutanan, Nugroho berharap “Semoga materi workshop bisa memperkaya wawasan kita tentang poster.” **(TS)
Materi terkait, silahkan download di bawah ini :
- Workshop Membuat Poster
- Kumpulan abstrak materi
- Oral Presentation : Underutilized and Promising Fruit Tree Species to Enhance Productivity of Traditional Agroforestry System through Participatory Domestication in West Java, Indonesia by Budi Hadi Narendra
- Poster Presentation
- Growth and Nutrients Dyanmic of Plantation Forest of Eucalyptus Hybrid as Raw Material for Pulp Industry in Indonesia by Nina Mindawati
- Indonesian Fast Growing Species for Raw Material Alternative of Forest Industries by Nina Mindawati
- Community Involvement in Forest Management (CIFMs) to Improve People Livelihood in Indonesia by Enny Widyati
- Contradictive “Dragon Blood” Rattan : Promissing People Livelihood, Conversely, Species in the Doorway of Extinction by Enny Widyati
- Restoring the Eco-Hydrological function of the Forest on a Small Karst Island: Case Study on Nusa Penida Island, Bali (Indonesia) by Budi Hadi Narendra
- Stakeholders’s Perception as Support for Forest Planning on Upstream Ciliwung Watershed Management Indonesia by Iis Aliya
- Coumarins Contents of Seed and Crude Oil of Calophyllum inophllum from Forest Stands in Indonesia by Budi Laksono
- Intra and Inter-Island Variations of Biofuel Content and Their Physical-Chemical Properties of Calophyllum inophllum in Indonesia by Budi Laksono
- The Effect of Plus Tree Selection to the Genetic Diversity of Two Acacia mangium Seedling Seed Orchards in Indonesia by Vivi Yuskianti
- Recofering Degraded Forest Area using Agroforestry Practice : Case Study on Area of Former Mount Batur Eruption, Bali ( Indonesia) by Budi Hadi Narendra
- Effect of Soil Condition Improvement on Calliandra calothyrsus and Antidesma bunius Growth in Batur Mountain Conservation Area, Bali (Indonesia) by Budi Hadi Narendra
- Selection of Appropriate Legume Cover Crop in Reforestation of Former Tin Mining Overburden in Bangka Islang, Indonesia by Budi Hadi Narendra
sumber : klik di sini
Sulitnya Mencari Hutan Kota di Samarinda
Samarinda, ibu kota Kalimantan Timur, saat ini kesulitan mencari lahan terbuka hijau yang dapat dikembangkan sebagai hutan kota. Padahal, kewajiban mengembangkan hutan kota sebesar 10% dari luas wilayahnya ini sesuai Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota.
Penelitian cepat “Evaluasi Luasan dan Sebaran Hutan Kota Samarinda” yang dilakukan oleh tim peneliti Balitbangda Kalimantan Timur bisa dijadikan patokan awal. Berdasarkan SK Walikota Samarinda Nomor 224 Tahun 1992 diketahui bahwa luas hutan kota Samarinda adalah 218,77 hektar. Sedangkan berdasarkan Keputusan Walikota Samarinda Nomor 178/HK-KS/2005 luas hutan kota Samarinda sekitar 690,23 hektar.
Untuk menguji penambahan luasan tersebut maka dilakukanlah penghitungan menggunakan software ArcGis 10.1 berdasarkan citra QuickBird. Hasil yang didapat adalah luasan hutan kota hingga tahun 2013 sebesar 586,43 hektar.
Dengan demikian, bila merunut luasan hutan kota berdasarkan Keputusan Walikota Samarinda yakni 690,23 hektar menjadi 586,43 hektar maka terjadi pengurangan luasan hutan kota sebesar 103,8 hektar.
Deddy Hadriyanto, Ketua Pusat Studi Perubahan Iklim Universitas Mulawarman, menyatakan bahwa alih fungsi lahan hutan menjadi tambang batubara mengakibatkan hutan kota Samarinda tersisa 0,9% dari total wilayah kota yang luasnya 71.800 hektar.
Nusyirwan Ismail, Wakil Walikota Samarinda dalam acara ‘Rembuk Banjir Kota Samarinda’ di Polder Air Hitam, Senin 1 April 2014 menjelaskan, hutan kota sebagai pengendali keseimbangan tata air yang berada di Samarinda saat ini mulai berkurang. Bahkan, hanya 8,25% dari luas Kota Samarinda. “Hal ini disebabkan banyaknya hutan kota yang digusur menjadi permukiman, sehingga berdampak buruk bagi masyarakat luas,” katanya.
Yusrinda Prababeni, mahasiswa program S1 Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Mulawarman dalam studinya tentang Implementasi Kebijakan Hutan Kota di Samarinda memberikan olahan datanya.
Masalah dan jalan keluar
Simpang siur wilayah hutan kota Samarinda terjadi karena sebagian besar area hutan kota berada dalam penguasaan masyarakat dan swasta. Di atas lahan yang dikenal sebagai area hutan kota telah berdiri gedung, lapangan olahraga, juga perkantoran.
Yusrinda Prababeni dalam studinya itu menemukan penunjukkan hutan kota tidak mengikuti prosedur yang diisyaratkan. Kasus Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS) misalnya yang tidak melalui komunikasi terlebih dahulu untuk mendapat persetujuan dari pengelolanya. Ada juga hutan kota PT. Gani Mulya yang luasnya hanya 0,097 hektar. Ini tentunya tidak sesuai Pasal 8 bahwa luas hutan kota dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit adalah 0,25 hektar.
Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan (Distanbunhut) Samarinda telah mengusulkan pembuatan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Hutan Kota. Raperda diusulkan sebagai upaya menindaklanjuti kondisi Kota Samarinda yang sudah tidak memiliki hutan, seperti hutan konservasi dan hutan lindung.
Yang patut ditunggu adalah perubahan rencana lahan eks SMPN 1 dan SMAN 1 di Jalan Bhayangkara yang awalnya akan dijadikan taman kota, kini ditinjau ulang dijadikan hutan kota.
“Kita ubah konsepnya dan anggaran bisa dialihkan untuk kebutuhan lain. Hutan kota ini tentunya akan dinikmati warga, tanpa ada bangunan lain,” ucap Syahrie Ja’ang, Walikota Samarinda.