Menyelamatkan Orangutan di Lanskap Kutai Melalui Pembangunan Koridor
Habitat orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus morio) yang saat ini terfragmentasi oleh berbagai aktivitas manusia perlu dihubungkan kembali dengan membangun koridor. Salah satu habitat orangutan tersebut berada di Lanskap Kutai, Kalimantan Timur. Habitatnya yang awalnya berhutan luas telah berubah fungsi menjadi areal Hutan Tanaman Industri (HTI), pertambangan batubara, perkebunan kelapa sawit dan pemukiman.
Pembangunan koridor adalah salah satu solusi untuk mempertahankan dan menghubungkan habitat orangutan guna menyelamatkan orangutan di Lanskap Kutai. Menurut Dr. Yaya Rayadin, Pakar Orangutan dari Universitas Mulawarman, pembangunan koridor orangutan ini penting. “Banyak areal bervegetasi di kebun sawit atau tambang yang terfragmentasi sehingga areal tersebut dapat menjadi jebakan satwa apabila tidak ada koridor yang menghubungkan areal-areal tersebut,” kata Dr. Yaya.
Terkait itu, tahun 2011 Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) telah memulai kegiatan penelitian pembangunan koridor orangutan yang dilaksanakan oleh tim penelitinya yaitu Dr. Wawan Gunawan, M.Si, drh. Amir Ma’ruf, M.Hum, Mukhlisi, M.Si dan Tri Sayektiningsih, S.Hut.
Kajian sementara telah menghasilkan kriteria dalam menentukan keputusan kelayakan pembangunan koridor di suatu tempat dan kriteria desain pembangunan koridor. Dr. Wawan Gunawan, peneliti pengelolaan kawasan, salah satu tim penelitinya menyatakan bahwa kriteria ini merupakan hasil dari kristalisasi wawancara dengan para pakar orangutan, pakar kehutanan, pakar ekologi lansekap dan birokrat di jajaran Kementerian Kehutanan.
“Kriteria pembangunan koridor orangutan masih memerlukan pengujian di lapangan untuk menyempurnakan kriteria yang ada dan agar dapat diimplementasikan dengan mudah di lapangan,” jelas Wawan.
Tahun ini kegiatan kajian pengembangan koridor dilaksanakan di areal reklamasi tambang batubara PT. KPC Sangatta. Areal ini adalah bagian dari lanskap Kutai dan berada tidak jauh dari kawasan TN. Kutai. Dari luas konsesi kurang lebih 90 ribu ha terdapat beberapa fragmen hutan yang difungsikan sebagai gudang benih untuk mempercepat reklamasi. Fragmen hutan juga berperan sebagai kantung habitat pengungsian untuk satwaliar di sekitar areal pertambangan.
Berdasarkan pengamatan pada areal tersebut masih dijumpai banyak sarang orangutan di setiap fragmennya. Menurut Mukhlisi, M.Si., salah satu anggota tim penelitian, terdapat beberapa fragmen potensial untuk dihubungkan dengan koridor dalam areal PT. KPC yaitu antara areal Pit ABeast dan Pit Taman Payau serta antara Pit Telaga Batu Arang (TBA) dan kawasan Taman Nasional Kutai.
Di kawasan tersebut juga teridentifikasi jenis tumbuhan pakan yang kerap dikonsumsi oleh orangutan yaitu Cassia suratensis dan Cassia siamea. Dengan menggunakan pendekatan analisis pairwise comparasion dan spasial selanjutnya akan dapat dihasilkan rekomendasi antar fragmen mana saja yang harus dan layak dibangun serta bagaimana desain koridornya.
Menghubungkan antar fragmen hutan tidak hanya penting untuk orangutan namun juga bagi satwaliar lainnya. Namun demikian untuk pembangunan koridor di areal reklamasi tambang batubara memerlukan komitmen yang kuat dari pihak perusahaan. Sejauh ini perusahaan sangat mendukung pelaksanaan penelitian pembangunan koridor di areal reklamasi PT. KPC. “Kami sangat mendukung penelitian terkait pembangunan koridor orangutan,” ungkap Immanuel Manege, General Manager of the Health, Safety, Environment and Security (HSES) division PT. KPC.***(TA)