Sedari pagi Komari, istrinya Noerbaeti dan ketujuhbelas penggugat lain yang tergabung dalam Gerakan Samarinda Menggugat (GSM) telah hadir di Pengadilan Negeri Samarinda. Hari itu (16/07/2014) adalah saat penting untuk mendengarkan keputusan majelis hakim terhadap gugatan mereka kepada Walikota Samarinda, Menteri ESDM, Gubernur Kaltim, Menteri LH dan DPRD Kota Samarinda tentang persoalan tambang di kota Samarinda.
Gugatan mereka lakukan lewat mekanisme citizen lawsuit (CLS/ gugatan warga negara) merupakan yang pertama dalam persoalan lingkungan hidup di Samarinda.
Tidak hanya Komari, Chandra De Boer, akademisi Universitas Mulawarman menyatakan harapan serupa. “Kalau hasilnya, kita harapkan akan dimenangkan. Tuntutan ini adalah tuntutan tentang kebenaran dan keadilan. Kalau para Hakim punya hati nurani kita akan menang,” ungkapnya.
Menurutnya dari 14 tuntutan yang disampaikan oleh GSM, ada beberapa yang sudah atau sementara dilaksanakan oleh para pihak tergugat. Namun apa yang sudah dilakukan itu belum cukup untuk memberikan bukti yang menyakinkan bahwa pemerintah tanggap terhadap tuntutan masyarakat.
“Kalau beberapa waktu yang lalu Pemkot menutup perusahaan tambang, itu belum signifikan. Kita masih khawatir karena selalu ada proses penambahan-penambahan itu,” tandasnya.
Demikian pula koordinator GSM, Merah Johansyah menyatakan keyakinannya bahwa pengadilan akan mengabulkan gugatan yang diajukan oleh GSM. “Melihat dari fakta-fakta persidangan, dari 38 bukti tertulis yang kita berikan dan bukti audiovisual lainnya, ditambah 2 saksi korban dan saksi ahli, sejauh ini kita optimis GSM akan memenangkan gugatan ini. Majelis hakim akan mengabulkan petitum yang kita perjuangkan selama ini,” ujarnya.
Sebaliknya keyakinan pun muncul dari pihak tergugat yang diwakili oleh kuasa hukum Pemerintah Kota Samarinda, mereka optimis hakim akan memenangkan pihak tergugat atau tidak mengabulkan tuntutan dari pihak tergugat. Ansar selaku kuasa hukum pemerintah kota Samarinda menyatakan bahwa pihaknya bukti-bukti yang cukup untuk mementahkan tuntutan dari GSM.
“Eksepsi dari ahli sudah menyatakan bahwa ada syarat formil notifikasi yang tidak terpenuhi, dan juga adanya pendapat saksi ahli yang menyatakan bahwa walaupun tambang tidak ada di Samarinda, tidak ada pengaruhnya pada pemanasan global (global warming). Dalil penggugat yang sejak awal memposisikan dirinya sebagai korban dari global warming itu salah. Makanya kita yakin saja,” kata Ansar.
Sidang dimulai sekitar pukul 14.15 dipimpin ketua majelis hakim Sugeng Hiyanto, hakim anggota Hongkum Okto dan Yul Effendi serta panitera penganti Mulyadi. Pihak tergugat 2 yaitu Menteri ESDM dan pihak tergugat 4 yaitu Menteri Lingkungan Hidup tidak hadir.
Dalam pembacaan keputusannya, majelis hakim menolak keseluruhan eksepsi dari pihak tergugat yang menyatakan bahwa gugatan tidak sah, tidak memenuhi hukum formal, penggugat dianggap tidak mempunyai hak gugat, gugatan tidak lengkap dan salah alamat. Terkait dengan citizen lawsuit majelis hakim berpendapat bahwa apa yang telah dilakukan oleh penggugat melalui kuasa hukumnya telah sesuai dengan peraturan perundangan yang diatur oleh Mahkamah Agung nomor 256/2009 dan UU Kekuasaan Kehakiman.
Dalam keputusannya, majelis hakim menyatakan bahwa persoalan pemanasan global telah melanda dunia dan dapat mempengaruhi seluruh iklim dunia karena dampaknya luas. Perubahan iklim bisa saja penyebabnya lokal atau bisa saja penyebabnya ditempat lain. Perubahan iklim di Samarinda penyebabnya bukan hanya dari Samarinda melainkan juga dari seluruh dunia. Hakim juga melihat tidak berarti jika seluruh tambang di Samarinda ditutup itu tidak terlalu mempengaruhi perubahan iklim karena banyak daerah lain yang menyumbang lebih dominan emisi yang berpengaruh pada perubahan iklim.
Hakim menilai, meskipun Pemerintah kota Samarinda telah mengambil tindakan berupa penutupan tambang maupun somasi kepada beberapa perusahaan sebagaimana diminta dalam notifikasi, namun tindakan itu belum cukup. Dampak perubahan iklim telah menyebabkan perubahan intensitas hujan, curah hujan yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan banjir dan longsor di berbagai tempat, dan berdasarkan keterangan saksi korban bahwa suhu di tempat tinggalnya berubah dan kesulitan mendapatkan air bersih karena adanya aktivitas pertambangan batubara.
Atas dasar UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, telah disebutkan bahwa kewenangan dan tugas pemerintah di tingkat nasional, propinsi, kabupaten/kota terkait kebijakan, norma dan standar, kinerja serta pengawasan untuk memastikan lingkungan yang baik dan sehat. Dengan alasan tersebut, majelis hakim memutuskan para tergugat dinyatakan telah lalai dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, terutama dalam menciptakan lingkungan yang baik dan sehat, serta pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Sebelum menutup persidangan, ketua majelis hakim Sugeng Hiyanto mempersilahkan baik tergugat maupun penggugat untuk menerima atau berpikir-pikir terhadap putusan sebagaimana diatur oleh perundangan.
Sorak Kemenangan
Begitu sidang ditutup, simpatisan, pendukung dan para penggugat yang hadir dalam sidang keluar ruang sidang sambil bersorak merayakan kemenangan. Senyum dan rasa haru menghiasi wajah. Ditemui di depan ruang sidang Merah Johansyah, koordinator GSM, menyampaikan kegembiraan atas putusan persidangan gugatan warga negara di Kota Samarinda.
“Kemenangan GSM adalah kemenangan warga Samarinda,” ujarnya singkat.
Sementara para penasehat hukum tergugat hanya menyatakan bahwa mereka akan pikir-pikir dan membentuk tim untuk mengaji keputusan. “Kami belum bisa memutuskan untuk menerima atau tidak,” ucapnya.
Kepala bagian Humas dan Protokol Sekretariat Kota Samarinda, Nasrulah yang dikonfirmasi Antara terkait putusan PN Samarinda juga belum bisa memberikan komentarnya. “Kami masih belum menerima salinan putusan. Akan kami pelajari terlebih dahulu baru kemudian menentukan sikap,” jelasnya.
Sumber : http://www.mongabay.co.id/2014/07/18/saat-majelis-hakim-kabulkan-gugatan-warga-samarinda-untuk-stop-tambang/