Area “Konservasi Ulin Sidiyasa” Diresmikan

Bertepatan dengan Hari Keanekaragaman Hayati Internasional (International Day for Biological Diversity) yang jatuh pada 22 Mei 2014, Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) Samboja meresmikan konservasi eks-situ Ulin seluas 72 hektar yang berlokasi di KHDTK Samboja menjadi area “Konservasi Ulin Sidiyasa”.

Acara yang dihadiri oleh karyawan Balitek KSDA dan keluarga almarhum Dr. Kade Sidiyasa ini ditandai dengan pemotongan tumpeng oleh Kepala Balai, Dr. Nur Sumedi dan penandatangan prasasti. Acara dilanjutkan dengan pelepasan burung, pemberian cinderamata kepada keluarga almarhum dan penanaman Ulin kembar bersama Kepala Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan (Pusprohut) yang turut hadir pada peresmian tersebut Dr. Bambang Tri Hartono.

Nama Sidiyasa didedikasikan kepada almarhum Dr. Kade Sidiyasa, peneliti BPTKSDA yang telah merintis pembangunan konservasi Ulin secara eks-situ dari benih yang berasal dari seluruh Indonesia. Sebagaimana keterangan Dr. Kade Sidiyasa semasa hidupnya, terdapat 22 daerah yang menjadi titik penting populasi Ulin di Indonesia, yaitu 16 titik berada di Kalimantan dan 6 lainnya berada di sekitar Sumatera bagian Selatan dan Timur.

peresmian_plot_konservasi_ulin_sidiyasaKonservasi Ulin (Eusideroxylon zwageri Teijsm. Binnend.) bukan hanya penting bagi BPTKSDA atau Badan Litbang Kehutanan atau Kementerian Kehutanan, tetapi penting bagi kehutanan Indonesia. Program penyelamatan ulin sangat penting karena sedikit sekali konservasi eks-situ Ulin yang berhasil, sementara keberadaannya sudah sangat langka, baik karena penebangan maupun karena habitatnya tergusur oleh perkebunan, pertambangan maupun peruntukan lainnya.

Ulin hanya terdapat di kawasan Sumatera bagian Selatan dan Timur, Kalimantan, Kepulauan Sulu dan Pulau Palawan (Filipina). Di Sumatera, keberadaannya sudah sangat sulit diperoleh. Dalam jumlah yang sangat sedikit terdapat di hutan Semani, Batanghari dan Musi Rawas. Demikian juga di Kalimantan, kondisi serupa sudah lama dirasakan di berbagai wilayah yang dulunya merupakan sumber Ulin yang melimpah.

Hasil penelitian Badan Litbang tahun 2013 menyebutkan meskipun harganya sangat tinggi karena termasuk kayu yang sangat kuat dan awet , namun industri hutan tanaman menganggap tidak ekonomis karena pertumbuhannya untuk mencapai diameter yang layak jual sangat lambat.

Peresmian Plot Konservasi Ulin SidiyasaPada kesempatan itu, Kepala Pusprohut menanam sebatang Ulin berpasangan dengan sebatang Ulin lainnya yang ditanam Kepala Balitek KSDA. Ulin tersebut diharapkan menjadi Ulin Kembar dan menjadi pintu gerbang trek konservasi. Setelah menanam pohon Ulin, kunjungan lapang dilanjutkan dengan melihat demplot “Tanaman Obat Kalimantan” seluas 5,6 hektar yang sedang dikembangkan oleh Balitek KSDA.

“Dedikasi, kreativitas dan progresivitas peneliti-peneliti di Samboja sangat mengesankan saya,” kata Bambang.

Sore harinya, Dr. Bambang Tri Hartono memberikan pembinaan tentang ke-TP2I-an, KPH dan “positive thinking Mindful Thought”. Pembinaan yang lengkap ini tidak hanya memberikan hal teknis substansial pekerjaan, tapi juga memberikan motivasi agar para peneliti dan karyawan Balitek KSDA tetap menjaga profesionalitas, kesolidan dan kebersamaan. (NS)***edt_

Share Button

Children Go To Research: Hutanku Tak Boleh Hilang!

Alam adalah guru yang menarik, mempesona sekaligus sabar. Alam menghidangkan pengetahuan, sekaligus mengajarkan banyak sisi kehidupan termasuk nilai-nilai dengan segala perilakunya. Alam juga senantiasa setia dan terbuka menyediakan dirinya untuk dieksplorasi potensi pengetahuannya, kapan saja kita mau.

Oleh karena itu, dalam rangka memperingati Hari Keragaman Hayati Internasional (International day for Biological Diversity) sekaligus mengisi liburan sekolah, Balitek KSDA Samboja mengadakan field trip lingkungan untuk anak-anak bertajuk “Children Go to Research” yang dilaksanakan di Kantor Balitek KSDA Samboja, Rabu (21/05).

Acara yang diikuti sekitar 30 anak sekolah dasar dari berbagai tingkatan umur dan sebagian besar merupakan anak dari karyawan Balitek KSDA ditambah anak penduduk sekitar ini mengambil tema “Hutanku Tak Boleh Hilang”. Acara tersebut merupakan perpaduan antara permainan, wisata dan pengenalan flora-fauna.

Dimulai dengan kunjungan ke Herbarium Wanariset, anak-anak mendapat penjelasan sederhana tentang apa itu herbarium, kegunaan dan koleksi tanaman. Setelah itu anak-anak diajak ke laboratorium, perpustakaan, melihat penangkaran Rusa Sambar, dan menonton film lingkungan. Semua obyek kunjungan ada di areal kantor Balitek KSDA dan dibimbing oleh para peneliti dan staf Balitek KSDA.

Tentang herbarium, anak-anak mendapat bimbingan dari Swasta Bina Sitepu, S.Hut. Sementara di laboratorium, Septina Asih Widuri, S.Si menjelaskan tentang kegunaan alat-alat seperti mikroskop. Di perpustakaan anak-anak mendapat panduan tentang perpustakaan oleh Eka Purnamawati, S.Hut dan Cici Sri Utami, S.Hut, MSi. Selain itu, Ketua Kelti Konservasi Kawasan, Faiqotul Falah, S.Hut, MSc, juga membacakan buku cerita tentang lingkungan bagi anak-anak.

Setelah mengunjungi penangkaran Rusa Sambar dan mendapat penjelasan tentang berbagai hal tentang rusa oleh Tri Atmoko, S.Hut, MSi, peserta field trip dengan gembira dan antusias menuju gedung kantor lama untuk menyaksikan pemutaran film tentang lingkungan. Rencananya di lain waktu, kegiatan ini akan dilanjutkan dengan kunjungan anak-anak ke persemaian, arboretum, tracking menelusuri hutan, belajar membuat spesimen tumbuhan dan belajar mencetak jejak rusa dengan gips.

Fransisca Emilia, S.Hut., MSc, sebagai inisiator dan pemandu acara, berharap agar melalui kegiatan semacam ini, anak-anak dapat mengenal lingkungan penelitian tempat sebagian besar orang tuanya bekerja, sekaligus mengisi liburan dengan hal yang positif. Dalam jangka panjang, semoga pada diri anak-anak ini semakin tertanam rasa kecintaan dan kesadaran akan lingkungan, terutama hutan sehingga pada waktunya nanti mereka akan menjadi bagian dari kelompok orang yang bisa mengelola lingkungan dengan arif dan penuh rasa tanggung jawab.***(ed)

Sumber : klik di sini

Share Button

Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan No. SE.4/II-KEU/2014

Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan No. SE.4/II-KEU/2014 tanggal 8 Mei 2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Pertanggungjawaban Tunjangan Kinerja Bagi Pegawai di Lingkungan Kementerian Kehutanan Tahun 2014.

silahkan download dokumennya

Share Button

Swara Samboja: Kemana Arah Penelitian Keanekaragaman Hayati Indonesia?

”If the bee disappeared of the surface of the globe then man would only have four years of life left. No more bees, no more pollination, no more plants, no more animals, no more man” -Albert Einstein

ss 2014

Indonesia merupakan mega biodiversity country. Maka sangat tepat jika penelitian dan iptek berbasis sumber kekayaan alam ini terus digali dan diperdalam secara cermat dan dikembangkan secara optimal untuk mengatasi permasalahan pokok bangsa.

Sebagai lembaga riset, Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) berupaya maksimal mendukung pengelolaan sumberdaya keanekaragaman hayati menjadi nilai nyata yang bermanfaat bagi bangsa Indonesia. Kedaulatan pangan, energi, obat-obatan adalah arah penting dari pemanfaatan keanekaragaan hayati yang kita miliki dan sejalan dengan muara tujuan pembangunan, yakni kesejahteraan masyarakat.

Fokus pada kemana arah penelitian keanekaragaman hayati Indonesia, Swara Samboja Vol. III No. 1 Tahun 2014 ini mengemukakan strategi penelitian bertajuk “Mengembangkan Penelitian Keanekaragaman Hayati” yang ditulis oleh Prof. Dr. Hadi S. Alikodra, Guru Besar Bidang Ekologi dan Satwa Liar, IPB. Selain itu, Tri Atmoko, Peneliti Balitek KSDA akan menambah wawasan kita dengan paparannya “Satwa sebagai Obyek Penelitian: Bioetika dan Pemanfaatannya”.

Pemanfaatan yang bijaksana membutuhkan seperangkat persyaratan, yakni kelembagaan yang baik, pengetahuan teknis yang mumpuni dan tentu saja diterima secara sosial. Pengembangan iptek yang bertumpu pada keanekaragaman hayati tentu saja juga meniscayakan keberlanjutan dan kelestariannya.

Dr. Sri Suci Utami Atmoko adalah profil inspiratif edisi kali ini. Kecintaan dan komitmennya pada penelitian serta penyelamatan Orangutan tidak diragukan lagi. Menurut Dr. Suci, konflik Orangutan dengan manusia sejatinya bisa dihindari, jika semua pemangku kepentingan memiliki kesadaran fungsi satwaliar bagi kehidupan yang berkelanjutan. Dari hati yang paling dalam, Dr. Suci menyatakan Orangutan itu AMAZING, SMART, LOW PROFILE dan BEAUTIFUL. “Saya banyak belajar dari mereka,” kata Dr. Suci.

Ir. Wahjudi Wardojo, M.Sc. kembali berbagi pengalaman dan pengetahuannya. Kali ini beliau berbagi tentang kepemimpinan yang dirumuskannya dalam The Golden 4C – 3M (committed, consequent, consistent, confident & mutual respect, mutual trust, mutual benefits).Mantan Sekjen Kemenhut yang dikenal gigih mengembangkan sistem yang berbasis profesional dan menjauhi nepotisme, termasuk nepotisme almamater ini juga berbagi prinsip tentang kebanggaan yang positif yang membuatnya rela tidak disukai kawan-kawannya.

”Kebanggaan adalah apabila kita telah berperan serta secara positif pada keluarga-lembaga-organisasi dan ikut berusaha semaksimal mungkin memperbaiki sistem yang lebih besar. Kebanggaan karena dengan segala keterbatasan yang ada, ikut menjaga agar tidak terombang ambingkan oleh lingkungan yang tidak baik dan tidak pasti. Yang bersangkutan tidak akan mudah terganggu oleh kekuatan-kekuatan dan kepentingan negatif,” demikian tulisnya.

Di tengah kerja keras, sesungguhnya kami sedang dalam duka mendalam karena peneliti senior dengan banyak prestasi dan kontribusi bagi bangsa ini, Dr. Kade Sidiyasa dipanggil menghadap Sang Pencipta. Semoga karya dan amal baiknya menuntun ke tempat kedamaian di kehidupan selanjutnya. Namun pembaca masih bisa menikmati tulisan terakhir Dr. Kade: Ulin, Kayu Berkualitas Tinggi yang Tergolong Langka.

Seperti biasa, catatan perjalanan penelitian juga bisa dinikmati di edisi kali ini, yakni Catatan Terbaru Rafflesia sp di Kalimantan; dan Pengalaman Melihat Bekantan di Gunung Kentawan. Selain itu, beberapa kegiatan Balitek KSDA dapat disimak di halaman Lintas Peristiwa. Selamat membaca dan salam hangat. Salam konservasi. (Nur Sumedi)***

download majalah klik di sini

Share Button

Persepsi tentang Rafflesia

Spesies rafflesia atau bunga padma raksasa merupakan salah satu kekayaan keragaman hayati yang dijumpai di hutan tropis Indonesia.  Meskipun sudah relatif banyak dikenal oleh publik, faktanya masih banyak yang masih banyak fakta keliru tentang raflesia.

1. Rafflesia sama dengan bunga bangkai suweg raksasa

Rafflesia atau padma raksasa merupakan bunga yang dapat mengeluarkan bau busuk. Namun, umumnya masyarakat umum tertukar dan menyamakan antara rafflesia dengan bunga bangkai suweg raksasa (Amorphophallus titanum). Meskipun sama-sama berbau bangkai, jenis rafflesia (rafflesia spp) dan suweg merupakan dua jenis yang sama sekali berbeda.

Jika rafflesia bentuk bunganya melebar, maka suweg raksasa memiliki bunga yang tinggi memanjang. Jika rafflesia merupakan tumbuhan endoparasit, maka suweg adalah tumbuhan seutuhnya yang berkembang dari umbi.

2.  Rafflesia merupakan tumbuhan pemakan bangkai

Masih terdapat persepsi bahwa rafflesia adalah tumbuhan predator, atau tumbuhan yang hidup dari memangsa serangga.  Pemikiran ini disalahartikan dengan pencampuradukan fakta antara rafflesia dan tumbuhan kantong semar (pitcher plant, nepenthes spp.).

Jika bau yang dikeluarkan oleh kantong semar adalah untuk memikat serangga agar terperangkap ke dalamnya, maka bau yang dikeluarkan oleh bunga rafflesia adalah untuk menarik lalat untuk melakukan penyerbukan antara benang sari dan putik.  Menurut para ahli persentase pembuahan rafflesia sangat kecil, karena bunga jantan dan betina sangat jarang bisa mekar bersamaan dalam waktu yang sama.

Bunga rafflesia sendiri hanya berumur satu minggu (5-7 hari) setelah itu layu dan mati, sehingga tidak mungkin keberadaan bunga rafflesia adalah untuk memangsa serangga.

3.   Rafflesia tumbuh dan berakar di atas tanah

Raflesia tidak tumbuh dan berakar di atas tanah, karena rafflesia merupakan jenis tumbuhan parasit yang menempel pada inangnya yaitu sejenis tumbuhan merambat (liana) tetrastigma (tetrastigma spp).

Rafflesia tidak memiliki daun sehingga tidak mampu berfotosintesa, juga tidak memiliki akar dan tangkai batang.  Ketika inangnya mati, maka raflesia juga turut mati. Rafflesia menyerap unsur organik dan anorganik melalui haustorium atau sejenis akar dari jaringan inangnya.

4. Rafflesia hanya ada satu macam jenis

Jenis rafflesia yang paling terkenal di dunia adalah R. arnoldii asal Bengkulu yang sering menghiasi berbagai macam poster maupun buku-buku ilmiah di seluruh dunia.

Faktanya jenis rafflesia tidak hanya terdiri dari satu jenis spesies saja. Diperkirakan di seluruh Asia Tenggara yang melingkupi Sumatera, semenanjung Malaya, Jawa, Borneo dan kepulauan Filipina terdapat sekitar 27 spesies rafflesia. Adapun 17 spesies diantaranya berada di Indonesia.

Jika bunga R. arnoldii dapat berkembang hingga diameter lebih dari 1 meter dan berat hingga 10 kg, jenis bunga rafflesia terkecil adalah R. manillana yang ada di kepulauan Filipina dengan diameter hanya sekitar 20 cm.

5. Rafflesia tumbuh hanya di satu tipe hutan

Faktanya habitat hidup rafflesia pun berbeda-beda, dari yang dapat hidup di hutan pantai seperti R. patma di CA Leuweung Sancang di Jawa Barat, R. zollingeriana di hutan dataran rendah TN Meru Betiri Jawa Timur hingga R. rochusenii yang tumbuh di ketinggian 1.000-1.500 m dpl di lereng Gunung Salak dan Gunung Gede di Jawa Barat.

Selama pada habitat tersebut tumbuh inang rafflesia yaitu liana tetrastigma (famili Vitaceae) terdapat kemungkinan rafflesia dapat dijumpai di situ.

Selain keberadaan inang, faktor kecocokan klimat, seperti kelembaban merupakan faktor penting tumbuhnya rafflesia. Beberapa peneliti menduga musang dan beberapa serangga tertentu turut dalam menyebarluaskan biji parasit rafflesia.

6. Sir Stamford Raffles adalah Penemu Rafflesia

Meskipun secara ilmiah seluruh genus patma raksasa diberi nama rafflesia (terambil dari nama Raffles), faktanya Gubernur Jendral Sir Thomas Stamford Raffles bukanlah penemu rafflesia. Bunga rafflesia terbesar di dunia yaitu Rafflesia arnoldii ditemukan pada tahun 1818 oleh seorang pemandu yang bekerja pada Dr. Joseph Arnold, seorang peneliti yang saat itu sedang melakukan penelitian di hutan Bengkulu.

Arnold yang bekerja untuk sebuah tim ekspedisi di bawah Raffles kemudian melaporkan temuan ini kepada atasannya. Nama ilmiah Rafflesia arnoldii merupakan gabungan dari nama Thomas Stamford Raffles sebagai pemimpin ekspedisi dan Josep Arnold sebagai penemu bunga.

Sejak saat itu nama Raffles menjadi atribut lestari yang melekat sebagai nama genus ilmiah dari tumbuhan patma raksasa yang hanya dapat dijumpai di kawasan hutan-hutan di Asia Tenggara.

7.   Rafflesia sudah dapat dikembangbiakan di luar habitatnya

Hingga saat ini rafflesia belum dapat dibudidayakan dan dikembangkan di luar habitat alaminya.  Meski demikian penelitian yang dilakukan oleh Sofi Mursidawati dan timnya dari LIPI telah berhasil menumbuhkan bunga Rafflesia patma di Kebun Raya Bogor.  Teknik ini dikenal dengan nama grafting atau penyambungan akar inang rafflesia yaitu tetrastigma.

Sebelumnya para peneliti telah memperkirakan akar tumbuhan tetrastigma yang memiliki probabilitas terinfeksi biji parasit rafflesia, kemudian memotongnya dan menyambungkannya dengan tetrastigma lain yang telah ada di Kebun Raya Bogor.  Dibutuhkan waktu hingga 6 tahun hingga R. patma tersebut berbunga pertama kalinya di Kebun Raya Bogor pada tahun 2010.  Keberhasilan ini merupakan yang pertama di dunia.

Meskipun telah berhasil dibungakan di luar habitat alaminya, para peneliti melihat hilangnya habitat alami rafflesia akan berakibat musnahnya tumbuhan unik ini.  Masih banyak misteri yang perlu dikaji tentang rafflesia.

Sumber berita selengkapnya : klik di sini

Share Button

Masyarakat menuntut Kemenhut membuka informasi berita acara tata batas

Lembaga dan elemen masyarakat itu antara lain, dari Epistema Institute, HuMa, Walhi, KPA, AMAN, Silvagama, ICEL, RMI, Kontras, SetaM, Agra dan Spuba. Lalu, JPIK, LBH Semarang, Geram dan Lidah Tani.

Lewat pernyataan bersama Minggu(18/5/14), mereka menuntut Kemenhut membuka informasi penetapan kawasan hutan 2014. Juga melibatkan partisipasi dan persetujuan masyarakat terdampak penetapan kawasan hutan.

Jika tuntutan mereka tak dipenuhi Kemenhut, masyarakat dan LSM pendukung akan bersama-sama mengajukan surat pengaduan ke Komisi Informasi Pusat (KIP). Tujuannya, untuk memaksa Kemenhut membuka Berita Acara dan Peta Kawasan Hutan.

Abetnego Tarigan, direktur eksekutif Walhi Nasional, mengatakan, upaya ini karena praktik tak transparan penetapan kawasan ini akan mengulang pengelolaan hutan Orde Baru. Hasilnya, konflik dan kekerasan di berbagai tempat. Transparansi, juga penting guna mengantisipasi kepentingan–kepentingan pelaku usaha besar yang mengabaikan masyarakat adat.

Senada diungkapkan Iwan Nurdin, sekretaris jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA). Menurut dia, penetapan kawasan hutan bukanlah cara melegalkan kawasan hutan saja. Namun, harus membuka akses bagi penyelesaian konflik agraria di kawasan hutan, dan melegalkan kawasan-kawasan kelola rakyat.

Sumber berita selengkapnya : klik di sini

Share Button