Peraturan Menteri Kehutanan

Share Button

Konversi Lahan Gerus Habitat Bekantan Sungai Hitam

Salah satu habitat bekantan (Nasalis larvatus) di Kalimantan Timur yang berada di luar kawasan konservasi adalah Sungai Hitam di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara. Sungai ini merupakan bagian dari DAS Seluang yang bermuara di Selat Makassar. Masyarakat lebih mengenal sungai ini dengan sebutan Sungai Hitam.

Disebut Sungai Hitam karena pada waktu tertentu aliran sungai ini berwarna hitam saat bertemu dengan aliran dari Sungai Kuala Samboja, warna air tersebut berasal dari lahan gambut dan dedaunan yang membusuk di tepi sungai dan terbawa oleh aliran sungai.

Habitat bekantan itu sendiri, terletak di sepanjang Sungai Hitam atau Sungai Kuala Samboja. Selain habitat bekantan, Sungai Kuala Samboja juga memiliki arti penting bagi kehidupan masyatakat di sekitarnya. Sungai Kuala Samboja mempunyai fungsi hidro-orologis sebagai daerah tangkapan air, sebagai penampung limpasan air hujan, dan tempat perkembangbiakan berbagai ikan komersial serta indikator banjir.

Sungai Kuala Samboja menampung seluruh aliran sungai di wilayah Kelurahan Margomulyo, Kelurahan Sungai Merdeka, Kelurahan Karya Merdeka dan beberapa kelurahan lainnya. Di kawasan tersebut bukan hanya terdapat habitat bekantan, vegetasi di Sungai Kuala Samboja dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Kondisi tersebut menyebabkan terdapatnya perubahan formasi vegetasi mulai dari muara sungai menuju kea rah hulu. Jenis flora yang yang dijumpai seperti Mangrove dan nipah.

Sumber : berita selengkapnya klik di sini

Share Button

Swara Samboja: Keanekaragaman Hayati

Swara Samboja Vol II No 3 Tahun 2013Tantangan konservasi akan semakin berat. Nampaknya konservasi akan berhasil hanya apabila menggunakan pendekatan yang realistis. Konservasi tidak boleh menjadi pemikiran yang menggantung di langit-langit, namun perlu menjadi gerakan bersama masyarakat yang terarah. Pemikiran akan memiliki daya gerak terhadap masyarakat luas jikalau dapat dipahami dan memiliki manfaat nyata. Dengan demikian bahasa konservasi juga membutuhkan bahasa yang praktis dan populis. Dalam dialektika negatif juga dapat dikatakan bahwa masyarakat luas akan tergerak apabila dampak negatif dari mengabaikan konservasi akan berakibat langsung dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Kita tahu dan sadar alangkah beranekaragamnya makhluk hidup yang diciptakan oleh Sang Maha Kuasa dan “ditempatkan” di bumi Indonesia. Negara dengan megaragam kehidupan, negara super biodiversitas, negara megabiodiversitas adalah label yang melekat dengan indah. Ya, kita adalah negara spesial, salah satu negara dengan keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Namun pertanyaan pentingnya adalah apa yang kita lakukan dengan potensi besarnya itu?

Keragaman hayati telah memberikan manfaat langsungnya kepada umat manusia dalam nilai yang teramat besar, apalagi dengan aneka manfaat tidak langsungnya. Tanpa kehidupan hayati lain, jelas manusia tidak akan bisa bertahan. Kebutuhan akan “sandang-pangan-papan” hampir seluruhnya hanya bisa terpenuhi dari keragaman hayati yang disediakan oleh alam.

Tahun 1997 sebuah tim pernah mencoba menghitung manfaat langsung yang diberikan ekosistem secara gratis pada manusia. Hasilnya paling tidak 33 triliun US$ telah dinikmati tanpa biaya, dan ini berarti lebih dua kali lipat pendapatan domestik bruto seluruh dunia. Dengan demikian, strategi yang jelas dan realistik disertai dengan gerak cepat implementasinya adalah langkah yang harus segera diambil, di tengah potret muram kepunahan jenis di atas ambang normal yang terus membayang.

Dalam edisi Swara Samboja kali ini disajikan “Permasalahan dan upaya pengelolaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan” dengan mengulas sisi bioprospeksinya. Harapan dari bioprospeksi setelah diketahui nilai aktual dan potensial dari ragam hayati, adalah benefit nyata bagi masyarakat dan stakeholder lainnya termasuk bagi keberlanjutan keragaman hayati itu sendiri.

Swara Samboja kali ini juga mengulas tentang Ki Beusi (Pongamia pinnata L.) di Kalimantan Timur, tidak kalah menarik adalah bahasan mengenai Jarak Kepyar (Ricinus communis L.) baik tentang keragaman maupun pemanfaatannya.

Sementara itu, laporan perjalanan peneliti bisa disimak lewat catatannya tentang Hutan Kemasyarakatan di Dusun Meragun di Kalimantan Barat dan ada juga catatan tentang kehidupan Suku Tengger di Taman Nasional Brmo Tengger Semeru Jawa Timur.

Halaman Selayang Pandang Balitek KSDA mengetengahkan Pembangunan Sumber Benih yang sedang dilaksanakan oleh Balai dengan lokasi di KHDTK Samboja, yakni sumber benih jenis Ulin, Meranti, Kruing dan Kapur yang saat ini sudah tersertifikasi. Halaman Lintas Peristiwa menyajikan sebagian momen kegiatan yang dilakukan oleh Balitek KSDA. Profil inspriratif kali ini adalah Guru Besar Konservasi kelahiran Cirebon dari Institut Pertanian Bogor (IPB), yakni Prof. Dr. Hadi S. Alikodra. Salam konservasi. (NS)***

Sumber : http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/1629
dokumen majalah
Share Button

Pelantikan Pejabat Struktural Eselon II Lingkup Kementerian Kehutanan

Pelantikan Pejabat Struktural Eselon II Lingkup Kementerian Kehutanan tanggal 17 Januari 2014.

Daftar Pejabat Eselon II

Share Button

Beasiswa Prestasi USAID

Informasi Beasiswa Prestasi USAID yang diterima oleh Pusat Kerjasama Luar Negeri Kementerian Kehutanan

Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran berikut :
1. Panduan Pendaftaran
2. Prestasi Application Form
3. Flyer USAID
4. Poster USAID

Share Button

Program Fellowship KOICA di Seoul National University

Dokumen dapat di download di sini

Share Button