Selamatkan Ekosistem Teluk Balikpapan!

BPTKSDA (Samboja, 20 April 2012)_“Ekosistem mangrove dan Teluk Balikpapan secara keseluruhan berada dalam ancaman besar”, ujar Stanislav Lotha, Peneliti dari Republik Ceko.  Pernyataan Stanislav Lotha tersebut mengawali  diskusi  bertajuk Bencana ekologis terjadi di Teluk Balikpapan yang dilaksanakan oleh BALITEK KSDA Samboja pada Kamis, 19 April 2012. Lebih lanjut Stanislav Lotha mengemukakan, peneliti adalah stakeholder penting yang seharusnya dilibatkan dari awal dalam proses perencanaan.  Pengelolaan yang salah bukan hanya akan menghancurkan lingkungan, tapi juga akan mematikan perikanan yang menjadi sandaran hidup masyarakat.

teluk1

Diskusi yang dihadiri oleh para peneliti dan praktisi ini membahas isu yang sedang panas di Propinsi Kalimantan Timur.  Harian Tribun Kaltim bersamaan dengan waktu diskusi (19 April 20120) mengusung headline penyelamatan Teluk Balikpapan dengan tajuk “KIK Sampai ke Istana”.  Isu panas itu bergulir luas setelah diketahui bahwa Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota Balikapan 2011-2031 terdapat penambahan luas Kawasan Industri Kariangu (KIK) seluas 2.189 hektar, termasuk kawasan hutan mangrove yang ada dalamnya.

Dalam diskusi yang dimoderatori  oleh Faiqotul Falah, S.Hut, MSi itu, Stanislav Lotha mengungkapkan bahwa  Teluk Balikpapan adalah pusat keragaman hayati  paling kaya di Asia.  Hutan mangrovenya menjadi salah satu tempat , dari enam daerah di dunia yang memiliki populasi bekantan (Nasalis larvatus) terbanyak.  Di habitat Teluk ini juga hidup berbagai hewan langka dan dilindungi seperti  Pesut Mahakam, Ikan Duyung, Penyu Hijau (Chelonia midas) Beruang Madu, Macan Dahan, Buaya Muar dan satwa langka lainnya yang semakin terancam keberadaannya.  Keragaman lain yang juga akan terancam adalah Hutan Primer Dipterocarpaceae, , padang lamun dan terumbu karang, lebih dari 100 jenis mamalia, 300 jenis burung, 1000 jenis pohon, dan lain-lain.

Sesi tanya jawab yang sangat interaktif menghasilkan banyak tanggapan  dan rekomendasi yakni:

  • Alasan mengapa pengawasan di Teluk Balikpapan tidak berhasil menghindarikan kerusakan lingkungan disebabkan oleh perencanaan Tata Ruang yang tidak memperhatikan daya dukung ekologi dan hidrologi di Teluk Balikpapan.
  • Kerusakan di Teluk Balikpapan tidak bisa dihindari hanya dengan cara pengawasan.
  • Secara teknis, industri di bagian hulu Teluk Balikpapan tidak pernah akan bisa menjadi ramah lingkungan karena kondisi ekologis dan hidrologis tidak cocok untuk membuka lahan membangun industri tanpa menyebabkan bencana ekologis terhadap ekosistem alami.
  • Satu-satunya solusi adalah RTRW yang sesuai dengan kemampuan kondisi alam. Industri harus dibangun pada lokasi di mana dampak negatif terhadap lingkungan dapat dibatasi dan dikelola secara efektif.
  • Daerah yang tidak cocok untuk membangun industri harus dipertahankan sebagai kawasan lindung untuk pemanfaatan yang berkelanjutan, misalnya perikanan, ekowisata, konservasi dan lain.
  • Membatasi pembangunan industri di daerah Hilir Teluk Balikpapan, sampai ke pelabuhan peti kemas, Kariangau.
  • Dua perusahaan yang telah membuka lahan di luar KIK, yaitu PT MBA dan PT DKI, bisa di-enclave menjadi kawasan industri khusus di dalam kawasan lindung.
  • Jika lahan yang telah ditetapkan oleh Master Plan tidak mencukupi kebutuhan Kawasan Industri Kariangau, kawasan industri tambahan dapat dibangun sebagai bagian ’hinterland’ yang bersatu dengan Kawasan Industri Penajam / Buluminung, PPU.
  • Perlu pembahasan antara Pemkot Balikpapan dengan Pemkab Penajam Paser Utara, bahkan Pemerintah pusat dalam menyelesaikan masalah tersebut sehingga bisa mempengaruhi Blue Book Nasional yang dibuat oleh Bappenas.
  • Perlu ada Feasibility Study untuk Jalan Trans Kalimantan lewat Tanjung Batu yang akan mengingat kondisi daerah tersebut dan sangat realistis untuk di jadikan alternatif jembatan dan Jalan Trans Kalimantan.

Dalam kesempatan itu Kepala Balai, Dr. Nur Sumedi mengingatkan bahwa perjuangan konservasi memang acapkali diperhadapkan dengan kepentingan ekonomi dan politik dengan horizon jangka pendek. Oleh karenanya dalam perjuangannya diperlukan stamina, langkah strategis dengan pertimbangan yang obyektif. (NS)***

Share Button

Diskusi Konservasi Jenis: Tiga Spesies Akar Kuning untuk Hepatitis dan Kanker

Potensi  alam  Indonesia sangat kaya, salah satu potensi  hutan kita adalah jenis-jenis  tumbuhan berkhasiat obat.  Banyak tumbuhan obat dari hutan yang keberadaannya semakin langka dan meniscayakan untuk dikonservasi. Dalam rangka penyelamatan jenis, Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumberdaya Alam (BALITEK KSDA) Samboja sedang menyiapkan demplot konservasi “tanaman obat dari hutan” di KHDTK Samboja. Untuk memperluas wawasan tentang tanaman obat, pada hari Senin tanggal 26 Maret 2012 diadakan diskusi  Konservasi  Jenis Tanaman Obat, yang diadakan di Ruang Rapat BALITEK KSDA Samboja. Diskusi diikuti oleh para peneliti, teknisi, dosen Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan Kepala Divisi Badan Pengelolaan Hutan Lindung Sungai Wain Balikpapan.

Diskusi dipandu oleh Kepala Herbarium Balitek KSDA Samboja, Dr. Ir. Kade Sidiyasa dengan diawali presentasi oleh Prof. Dr. Ir. Sulandjari, MS dari Pusat Studi Bioteknologi dan Biodiversitas LPPM UNS dengan judul:  Kajian Pengembangan  3 Sp. Familia  Menispermaceae Bagi Ketersediaan Bahan Baku Herbal Medicine Berpotensi Hepatoprotektor dan Anti Kanker.

Akar Kuning sudah masuk dalam daftar Red List IUCN yang berarti sudah langka, sementara usaha budidayanya belum pernah terdengar, sehingga pelestariannya  perlu segera dilakukan. Ketiga spesies yang di Indonesia dikenal dengan nama Sirawan Kunyit atau Peron Sapi (Jawa), Ki Koneng (Sunda), Gumi Modoka (Halmahera), Kayu Kuning (Sulawesi), memilki khasiat istimewa sebagai anti malaria, anti oksidant, obat cervical cancer cells, prostat, dan sebagai  Hepatoprotektor.  Senyawa kimia  yang terkandung didalamnya termasuk golongan alkaloid dan flavonoid antar lain berberine, columbamine, jatrorhizine, dan palmatine.  Dari sejumlah senyawa yang dikandung oleh ketiga spesies tanaman ini senyawa berberine mempunyai arti paling penting karena dari banyak penelitian senyawa ini mempunyai kemampuan antara lain anti bakteri, anti kanker dan hepatoprotektor.

Beberapa permasalahan yang masih dihadapi dalam rangka pengembangan Akar Kuning adalah: (1) Belum diketahui hubungan variabel lingkungan dengan aktivitas pertumbuhan Arcangelicia flavaCoscinium fenestratum dan Fibraurea  tinctoria; (2) Belum diketahui teknik pembibitan tanaman untuk ketersediaan bahan budidayanya; (3)  Belum diketahui efek alelopati yang ditimbulkan oleh eksudat alelokeminya  terhadap lingkungan; (4) Belum diketahui toleransi pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhadap intensitas cahaya dan asupan hara sebagai  dasar pola tanam dalam budidayanya.

Dalam upaya kajian pengembangan tanaman obat itu  Prof. Dr. Ir. Sulandjari, MS, mengambil material tanaman dari KHDTK Samboja dan Hutan Lindung Sungai Wain. Kebetulan  tanaman Akar Kuning yang tumbuh di KHDTK Samboja sedang berbuah, jadi unsur specimen yang dikumpulkan cukup lengkap.

Dalam kesempatan itu Kepala Balai, Dr. Nur Sumedi, mengajak para peneliti termasuk dari instansi di luar Litbang Kehutanan untuk bersinergi dan saling melengkapi, sehingga proses penelitian dan hasil-hasilnya bisa lebih optimal.

Share Button

Bekantan, Strategi Konservasinya di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan

Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb.) atau yang sering juga disebut sebagai Monyet Belanda (jantannya dicirikan dengan hidung besar menggantung) adalah satwa endemik Kalimantan yang hampir punah (endangered species). Tahun 1987  masih terdapat lebih dari 250.000 ekor, dengan 25.000 ekor  diantaranya berada  kawasan konservasi.  Namun penurunan populasinya berlangsung cepat mencapai 50-80% selama 36-40 tahun terakhir. Untuk mencari formula penyelamatannya BALITEK KSDA Samboja mencoba membedahnya dari berbagai aspek melalui diskusi yang diselenggarakan pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2012 bertempat di Ruang Pertemuan Balai, dengan bahasan: Bekantan, strategi konservasinya baik di dalam maupun di luar kawasan hutan.

Diskusi dimulai dengan presentasi hasil penelitian Tri Atmoko, peneliti dari BALITEK KSDA Samboja dengan judul:   “Pemanfaatan Ruang oleh Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb.) pada Habitat Terisolasi di Kuala Samboja, Kalimantan Timur”.   Sesi presentasi, selain menyampaikan hasil penelitian juga dilakukan sharing informasi tentang bekantan secara umum, meliputi: state of the art, kehidupan sosial, penyebaran, ancaman, upaya perlindungan, tingkat kerusakan habitat dan penurunan populasi bekantan.

Dalam diskusi yang dipandu oleh Ir. IGN Oka Suparta terungkap betapa mendesaknya penyelamatan terhadap satwa khas, unik dan langka ini. Diskusi yang berjalan sekitar 2 jam dan dihadiri oleh para peneliti dan teknisi menghasilkan beberapa masukan penting yaitu: (1) Upaya konservasi bekantan di areal tidak dilindungi sangat penting dilakukan, mengingat sebagian besar habitat bekantan berada di luar kawasan konservasi dengan berbagai ancaman perubahan fungsi dan fragmentasi habitat; (2) Perlu dikaji lebih dalam strategi bekantan dalam memanfaatkan tumbuhan sumber pakan pada habitat yang terganggu; (3) Terus terjadinya isolasi dan fragmentasi habitat bekantan di Kuala Samboja dan sekitarnya serta (4) Rekomendasi manfaat hasil penelitian untuk pelestarian bekantan di luar kawasan konservasi yang meliputi penunjukan kawasan lindung,  sosialisasi ke masyarakat, ekowisata dan translokasi sebagai upaya penyelamatan terakhir dengan  persiapan matang.

Sebagian peneliti tidak bisa mengikuti diskusi karena pada saat yang sama terdapat kunjungan Dr. David Neidel dengan para stafnya. Dr. David adalah Direktur ELTI (Environmental Leadership and Training Inititiative) Asia yang bermarkas di Singapura.  ELTI adalah joint program dari Yale School of Forestry & Environmental Studies (F&ES) dan Smithsonian Tropical Research Institute (STRI).  David ingin melihat langsung Herbarium  BALITEK KSDA Samboja yang telah dikenal secara internasional dengan kode WAN dan selain itu juga  tidak lupa berkunjung ke KHDTKnya. Dalam perbincangan informal dijajagi kemungkinan akan adanya pelatihan Taxonomi di Samboja  karena semakin langkanya tenaga yang menekuni bidang taxonomi ataupun pengenalan jenis tumbuhan. Hal ini sejalan dengan keinginan Kepala Balai yang sering menekankan pentingnya kaderisasi para taxonom ataupun pengenal jenis  di Indonesia, khususnya di Badan Litbang Kehutanan.

Share Button

Outbond dan Penghijauan Pantai Tanah Merah Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara

Keluarga besar BALITEK KSDA Samboja  pada hari Minggu tanggal 4 Maret 2012 mengadakan outbond dan melakukan penanaman pohon bersama di Pantai Tanah Merah Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara. Acara dengan tagline “With Prayer, Hard Work, Good Attitude, and Support All to Achieve Dreams and Goals Together” itu  dilaksanakan dengan mengikutsertakan seluruh karyawan beserta keluarganya dengan total peserta 200  orang.

Dalam kesempatan itu Kepala Balai, Dr. Nur Sumedi menyampaikan bahwa outbond yang sekaligus dirangkaikan dengan penghijauan pantai ini dimaksudkan untuk mempererat kebersamaan, kekompakan dan soliditas.  Selain itu juga bertujuan untuk  memberikan perhatian terhadap kelestarian ekosistem hutan pantai.  Bekerjasama dengan  tim trainer dari PT JaWsika, outbond berjalan dengan meriah, seru dan sesuai rencana.

Misi yang hendak disampaikan dari semua rangkain acara adalah peningkatan kinerja. Dimulai dengan pendirian tenda sambil membakar ayam di pinggir pantai pada Sabtu malam sebelumnya (3 Maret), esok paginya seluruh keluarga besar BALITEK KSDA secara resmi memulai acara. Peserta dibagi dalam tiga kelompok besar yakni kelompok dewasa, remaja dan anak-anak.  Berbagai permaian diikuti dengan seru diantaranya adalah pick up ball, pendirian menara, flying fox, dan permainan lainnya, sedangkan pada acara bebas peserta disediakan untuk bermain bola dan menikmati banana boat.

Penanaman pohon dilakukan sepanjang pantai tempat outbond berlangsung dengan jenis-jenis yang sesuai dengan habitat pantai diantaranya adalah Nyamplung (Calophyllum inophyillum)  dan Blangeran (Shorea balangeran). Bertindak sebagai penyaran jenis adalah Dr. Ir. Kade Sidiyasa, ahli pengenalan jenis sekaligus kepala Herbarium BALITEK KSDA Samboja.

Pantai Tanah Merah adalah sedikit tempat di wilayah Kutai Kartanegara yang masih tersisa vegetasi pantainya.  Tanaman yang sudah ada adalah jenis Cemara Pantai, Nyamplung, Api-api dan sedikit jenis mangrove  lainnya. Ancaman ekosistem pantai oleh usaha pertambangan, pertambakan dan alih fungsi untuk perumahan terus berlangsung, oleh karena itu penjagaan dan pengembangan tanaman baru perlu terus dilakukan.

Dalam kesempatan itu penanaman tidak hanya dilakukan oleh para karyawan tapi juga ibu-ibu Dharma Wanita dan anak-anaknya. Dengan demikian budaya menanam pohon tidak hanya meresap di kalangan rimbawan tapi juga keluarganya, bahkan sudah diperkenalkan semenjak  usia dini.

Dengan telah terlaksanakannya acara outbond dan penanaman pohon pantai, diharapkan semangat berprestasi, kerjasama tim, dan soliditas semakin kuat disamping memperdalam keterampilan bertoleransi dan mengelola kesabaran. Pada giliranya nilai-nilai itu semoga bisa menambah pengaruh positif pada capaian-capaian yang diharapkan di tempat bekerja.  Viva Litbang Kehutanan, “bersama akan saling menguatkan”.

Share Button

The Sungai Wain protection forest-An example of landscape governance? Diskusi BALITEK Samboja

Hutan Lindung Sungai Wain yang yang berjarak sekitar 25 Km dari kantor Balitek KSDA menarik untuk dikaji dari berbagai sisi, baik dari aspek perlindungan lingkungan, politik ekologi maupun governancenya.

Bas van den Dries mahasiswa dari Wageningen University pada hari Selasa tanggal 7 Februari 2012 memaparkan rencana kegiatan penelitiannya di depan para peneliti Balitek KSDA-Samboja. Bekerjasama dengan Tropenbos International Indonesia Programme, Bas van den Dries akan melakukan penelitian dengan judul “The Sungai Wain protection forest-An example of landscape governance?”

Difasilitasi langsung oleh kepala Balitek KSDA Dr. Nur Sumedi dan dipandu oleh Ishak Yasir M.Si, Bas van den Dries memaparkan rencana penelitiannya yang akan mengidentifikasi peran dan kontribusi stakeholder kunci didalam pengelolaan Hutan Lindung Sungai Wain di Kota Balikpapan-Kalimantan Timur. Bas van den Dries berharap dari hasil penelitiannya tidak hanya akan memperoleh informasi peran dan kontribusi stakeholder kunci didalam pengelolaan Hutan Lindung Sungai Wain, akan tetapi juga akan dapat mendokumentasikan proses pembelajaran di dalam mengelola Hutan Lindung Sungai Wain. Selain itu hasil penelitiannya juga diharapkan dapat mempromosikan keberhasilan model pengelolaan Hutan Lindung Sungai Wain di dunia Internasional.

Selama kurang lebih satu jam pertemuan, cukup banyak masukan yang diberikan oleh beberapa peneliti Balitek KSDA-Samboja. Diakhir pertemuan Kepala Balitek KSDA-Samboja Dr. Nur Sumedi menyampaikan bahwa Balitek KSDA-Samboja selalu terbuka untuk menerima, memberikan masukan serta mendiskusikan baik berupa rencana maupun hasil penelitian khususnya berkaitan dengan kegiatan konservasi sumber daya alam di Indonesia. Selanjutnya Dr. Nur Sumedi berharap Bas van den Dries dapat menjalankan penelitiannya dengan baik dan lancar serta dapat memaparkan kembali hasil penelitiannya sebelum kembali ke Belanda.

Share Button

DISKUSI ORANGUTAN: MANUSIA MEMBUTUHKAN ORANGUTAN

Dalam upaya merespon isu-isu strategis di wilayahnya, BALITEK KSDA Samboja mengadakan diskusi Restorasi Habitat Orangutan. Diskusi dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 30 Januari 2012 bertempat di Ruang Rapat  Balai. Bertindak selaku narasumber adalah DR. Aldrianto Priadjati Deputi Direktur  PT. RHOI (Restorasi  Habitat Orangutan Indonesia) yang berkantor pusat di Bogor.  Diskusi diikuti oleh para peneliti dan staf, dan dimoderatori oleh Kepala Balai.

Persoalan dan isu tentang orangutan cukup menyita perhatian media massa akhir-akhir ini.  Isu tentang pembantaian orangutan sampai sekarang masih menjadi perhatian media, baik media lokal, nasional bahkan internasional. Untuk memperoleh dan memberikan gambaran yang obyektif berkaitan dengan persoalan orangutan, termasuk langkah-langkah solusinya diperlukan informasi dari stakeholder utama.   PT RHOI adalah salah satu pelaku utama di lapang dalam pelestarian orangutan dengan fokus pada pemulihan habitat.  Menurut RHOI, HPH restorasi ekosistem untuk pelepasliaran orangutan adalah solusi yang bertanggungjawab dan berkelanjutan.

Orangutan  adalah satu-satunya Ape yang berada di Asia.  Mereka memiliki kecerdasan  paling tinggi diantara primate lainnya. Ketika menyebut satuan dari orangutan biasanya digunakan “individu” bukan “ekor”.  Saat ini di alam aslinya orangutan hanya dapat ditemukan di Pulau Kalimantan dan Sumatera, yang terdiri dari  dua jenis  yakni Pongo pygmaeus dan Pongo abelii .   Hampir seluruh orangutan yang ada di bumi hidup di Indonesia yang meliputi sekitar 90% sedangkan sisanya sekitar 10% dapat dijumpai di Sabah dan Sarawak Malaysia.  Orangutan yang hidup di Kalimantan terdiri dari tiga subspecies, yakni Pongo pygmaeus pygmaeus, Pongo pygmaeus wurmbii,  dan Pongo pygmaeus morio. PT RHOI adalah LSM yang memilki perhatian terhadap pelepasliaran orangutan, saat ini sedang menyiapkan area rehabilitasi  di dua tempat yakni di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah dengan spesies   Pongo pygmaeus morio untuk yang di Kalimantan Timur dan , Pongo pygmaeus wurmbii  untuk yang di Kalimantan Tengah.

Tinggi orang utan saat berdiri dapat mencapai rata-rata  1,2 hingga 1,5 meter, sedangkan beratnya dapat mencapai rata-rata 33 hingga 82 kg, untuk  jantan bahkan dapat mencapai berat 110 kg lebih.   Berdasarkan berbagai survey jumlah orangutan semakin hari terus menurun dengan cepat,  saat ini diperkirakan jumlah orangutan di alam di Pulau Sumetera tinggal sekitar 7.300 individu  dan di Kalimantan tinggal sekitar 45.000-69.000 individu.  Orangutan yang hidup di Kalimantan mengonsumsi paling tidak 317 macam makanan yang meliputi daun-daun muda, buah, kulit kayu, serangga, madu dan telur burung.

Kita sangat perlu melestarikan orangutan karena orang utan merupakan pemencar biji yang sangat efektif, penjelajah yang cepat yang meliputi areal yang luas di hutan, orang utan juga membuka tajuk pepohonon ketika membuat sarang yang memungkinkan sinar matahari masuk dalam bagian tengah atau bahkan lantai hutan, orang utan juga dapat mengobati dirinya saat sakit dengan mengonsumsi tumbuhan-tumbuhan tertentu.  Dengan demikian orangutan memiliki peranan penting bagi regenerasi hutan disamping peran lainnya yang masih perlu dipelajari dalam ekosistem hutan yang sangat kompleks.  Mereka juga bisa menjadi inspirasi penyembuhan beberapa jenis penyakit dengan melakukan kajian dan pengamatan jenis-jenis makanan ketika orangutan sakit.  Jadi “manusia membutuhkan hutan, hutan membutuhkan orangutan, jadi kita membutuhkan orangutan”.

Share Button