Diskusi Konservasi Jenis: Tiga Spesies Akar Kuning untuk Hepatitis dan Kanker

Potensi  alam  Indonesia sangat kaya, salah satu potensi  hutan kita adalah jenis-jenis  tumbuhan berkhasiat obat.  Banyak tumbuhan obat dari hutan yang keberadaannya semakin langka dan meniscayakan untuk dikonservasi. Dalam rangka penyelamatan jenis, Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumberdaya Alam (BALITEK KSDA) Samboja sedang menyiapkan demplot konservasi “tanaman obat dari hutan” di KHDTK Samboja. Untuk memperluas wawasan tentang tanaman obat, pada hari Senin tanggal 26 Maret 2012 diadakan diskusi  Konservasi  Jenis Tanaman Obat, yang diadakan di Ruang Rapat BALITEK KSDA Samboja. Diskusi diikuti oleh para peneliti, teknisi, dosen Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan Kepala Divisi Badan Pengelolaan Hutan Lindung Sungai Wain Balikpapan.

Diskusi dipandu oleh Kepala Herbarium Balitek KSDA Samboja, Dr. Ir. Kade Sidiyasa dengan diawali presentasi oleh Prof. Dr. Ir. Sulandjari, MS dari Pusat Studi Bioteknologi dan Biodiversitas LPPM UNS dengan judul:  Kajian Pengembangan  3 Sp. Familia  Menispermaceae Bagi Ketersediaan Bahan Baku Herbal Medicine Berpotensi Hepatoprotektor dan Anti Kanker.

Akar Kuning sudah masuk dalam daftar Red List IUCN yang berarti sudah langka, sementara usaha budidayanya belum pernah terdengar, sehingga pelestariannya  perlu segera dilakukan. Ketiga spesies yang di Indonesia dikenal dengan nama Sirawan Kunyit atau Peron Sapi (Jawa), Ki Koneng (Sunda), Gumi Modoka (Halmahera), Kayu Kuning (Sulawesi), memilki khasiat istimewa sebagai anti malaria, anti oksidant, obat cervical cancer cells, prostat, dan sebagai  Hepatoprotektor.  Senyawa kimia  yang terkandung didalamnya termasuk golongan alkaloid dan flavonoid antar lain berberine, columbamine, jatrorhizine, dan palmatine.  Dari sejumlah senyawa yang dikandung oleh ketiga spesies tanaman ini senyawa berberine mempunyai arti paling penting karena dari banyak penelitian senyawa ini mempunyai kemampuan antara lain anti bakteri, anti kanker dan hepatoprotektor.

Beberapa permasalahan yang masih dihadapi dalam rangka pengembangan Akar Kuning adalah: (1) Belum diketahui hubungan variabel lingkungan dengan aktivitas pertumbuhan Arcangelicia flavaCoscinium fenestratum dan Fibraurea  tinctoria; (2) Belum diketahui teknik pembibitan tanaman untuk ketersediaan bahan budidayanya; (3)  Belum diketahui efek alelopati yang ditimbulkan oleh eksudat alelokeminya  terhadap lingkungan; (4) Belum diketahui toleransi pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhadap intensitas cahaya dan asupan hara sebagai  dasar pola tanam dalam budidayanya.

Dalam upaya kajian pengembangan tanaman obat itu  Prof. Dr. Ir. Sulandjari, MS, mengambil material tanaman dari KHDTK Samboja dan Hutan Lindung Sungai Wain. Kebetulan  tanaman Akar Kuning yang tumbuh di KHDTK Samboja sedang berbuah, jadi unsur specimen yang dikumpulkan cukup lengkap.

Dalam kesempatan itu Kepala Balai, Dr. Nur Sumedi, mengajak para peneliti termasuk dari instansi di luar Litbang Kehutanan untuk bersinergi dan saling melengkapi, sehingga proses penelitian dan hasil-hasilnya bisa lebih optimal.

Share Button

Bekantan, Strategi Konservasinya di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan

Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb.) atau yang sering juga disebut sebagai Monyet Belanda (jantannya dicirikan dengan hidung besar menggantung) adalah satwa endemik Kalimantan yang hampir punah (endangered species). Tahun 1987  masih terdapat lebih dari 250.000 ekor, dengan 25.000 ekor  diantaranya berada  kawasan konservasi.  Namun penurunan populasinya berlangsung cepat mencapai 50-80% selama 36-40 tahun terakhir. Untuk mencari formula penyelamatannya BALITEK KSDA Samboja mencoba membedahnya dari berbagai aspek melalui diskusi yang diselenggarakan pada hari Kamis tanggal 8 Maret 2012 bertempat di Ruang Pertemuan Balai, dengan bahasan: Bekantan, strategi konservasinya baik di dalam maupun di luar kawasan hutan.

Diskusi dimulai dengan presentasi hasil penelitian Tri Atmoko, peneliti dari BALITEK KSDA Samboja dengan judul:   “Pemanfaatan Ruang oleh Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb.) pada Habitat Terisolasi di Kuala Samboja, Kalimantan Timur”.   Sesi presentasi, selain menyampaikan hasil penelitian juga dilakukan sharing informasi tentang bekantan secara umum, meliputi: state of the art, kehidupan sosial, penyebaran, ancaman, upaya perlindungan, tingkat kerusakan habitat dan penurunan populasi bekantan.

Dalam diskusi yang dipandu oleh Ir. IGN Oka Suparta terungkap betapa mendesaknya penyelamatan terhadap satwa khas, unik dan langka ini. Diskusi yang berjalan sekitar 2 jam dan dihadiri oleh para peneliti dan teknisi menghasilkan beberapa masukan penting yaitu: (1) Upaya konservasi bekantan di areal tidak dilindungi sangat penting dilakukan, mengingat sebagian besar habitat bekantan berada di luar kawasan konservasi dengan berbagai ancaman perubahan fungsi dan fragmentasi habitat; (2) Perlu dikaji lebih dalam strategi bekantan dalam memanfaatkan tumbuhan sumber pakan pada habitat yang terganggu; (3) Terus terjadinya isolasi dan fragmentasi habitat bekantan di Kuala Samboja dan sekitarnya serta (4) Rekomendasi manfaat hasil penelitian untuk pelestarian bekantan di luar kawasan konservasi yang meliputi penunjukan kawasan lindung,  sosialisasi ke masyarakat, ekowisata dan translokasi sebagai upaya penyelamatan terakhir dengan  persiapan matang.

Sebagian peneliti tidak bisa mengikuti diskusi karena pada saat yang sama terdapat kunjungan Dr. David Neidel dengan para stafnya. Dr. David adalah Direktur ELTI (Environmental Leadership and Training Inititiative) Asia yang bermarkas di Singapura.  ELTI adalah joint program dari Yale School of Forestry & Environmental Studies (F&ES) dan Smithsonian Tropical Research Institute (STRI).  David ingin melihat langsung Herbarium  BALITEK KSDA Samboja yang telah dikenal secara internasional dengan kode WAN dan selain itu juga  tidak lupa berkunjung ke KHDTKnya. Dalam perbincangan informal dijajagi kemungkinan akan adanya pelatihan Taxonomi di Samboja  karena semakin langkanya tenaga yang menekuni bidang taxonomi ataupun pengenalan jenis tumbuhan. Hal ini sejalan dengan keinginan Kepala Balai yang sering menekankan pentingnya kaderisasi para taxonom ataupun pengenal jenis  di Indonesia, khususnya di Badan Litbang Kehutanan.

Share Button

Outbond dan Penghijauan Pantai Tanah Merah Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara

Keluarga besar BALITEK KSDA Samboja  pada hari Minggu tanggal 4 Maret 2012 mengadakan outbond dan melakukan penanaman pohon bersama di Pantai Tanah Merah Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara. Acara dengan tagline “With Prayer, Hard Work, Good Attitude, and Support All to Achieve Dreams and Goals Together” itu  dilaksanakan dengan mengikutsertakan seluruh karyawan beserta keluarganya dengan total peserta 200  orang.

Dalam kesempatan itu Kepala Balai, Dr. Nur Sumedi menyampaikan bahwa outbond yang sekaligus dirangkaikan dengan penghijauan pantai ini dimaksudkan untuk mempererat kebersamaan, kekompakan dan soliditas.  Selain itu juga bertujuan untuk  memberikan perhatian terhadap kelestarian ekosistem hutan pantai.  Bekerjasama dengan  tim trainer dari PT JaWsika, outbond berjalan dengan meriah, seru dan sesuai rencana.

Misi yang hendak disampaikan dari semua rangkain acara adalah peningkatan kinerja. Dimulai dengan pendirian tenda sambil membakar ayam di pinggir pantai pada Sabtu malam sebelumnya (3 Maret), esok paginya seluruh keluarga besar BALITEK KSDA secara resmi memulai acara. Peserta dibagi dalam tiga kelompok besar yakni kelompok dewasa, remaja dan anak-anak.  Berbagai permaian diikuti dengan seru diantaranya adalah pick up ball, pendirian menara, flying fox, dan permainan lainnya, sedangkan pada acara bebas peserta disediakan untuk bermain bola dan menikmati banana boat.

Penanaman pohon dilakukan sepanjang pantai tempat outbond berlangsung dengan jenis-jenis yang sesuai dengan habitat pantai diantaranya adalah Nyamplung (Calophyllum inophyillum)  dan Blangeran (Shorea balangeran). Bertindak sebagai penyaran jenis adalah Dr. Ir. Kade Sidiyasa, ahli pengenalan jenis sekaligus kepala Herbarium BALITEK KSDA Samboja.

Pantai Tanah Merah adalah sedikit tempat di wilayah Kutai Kartanegara yang masih tersisa vegetasi pantainya.  Tanaman yang sudah ada adalah jenis Cemara Pantai, Nyamplung, Api-api dan sedikit jenis mangrove  lainnya. Ancaman ekosistem pantai oleh usaha pertambangan, pertambakan dan alih fungsi untuk perumahan terus berlangsung, oleh karena itu penjagaan dan pengembangan tanaman baru perlu terus dilakukan.

Dalam kesempatan itu penanaman tidak hanya dilakukan oleh para karyawan tapi juga ibu-ibu Dharma Wanita dan anak-anaknya. Dengan demikian budaya menanam pohon tidak hanya meresap di kalangan rimbawan tapi juga keluarganya, bahkan sudah diperkenalkan semenjak  usia dini.

Dengan telah terlaksanakannya acara outbond dan penanaman pohon pantai, diharapkan semangat berprestasi, kerjasama tim, dan soliditas semakin kuat disamping memperdalam keterampilan bertoleransi dan mengelola kesabaran. Pada giliranya nilai-nilai itu semoga bisa menambah pengaruh positif pada capaian-capaian yang diharapkan di tempat bekerja.  Viva Litbang Kehutanan, “bersama akan saling menguatkan”.

Share Button

The Sungai Wain protection forest-An example of landscape governance? Diskusi BALITEK Samboja

Hutan Lindung Sungai Wain yang yang berjarak sekitar 25 Km dari kantor Balitek KSDA menarik untuk dikaji dari berbagai sisi, baik dari aspek perlindungan lingkungan, politik ekologi maupun governancenya.

Bas van den Dries mahasiswa dari Wageningen University pada hari Selasa tanggal 7 Februari 2012 memaparkan rencana kegiatan penelitiannya di depan para peneliti Balitek KSDA-Samboja. Bekerjasama dengan Tropenbos International Indonesia Programme, Bas van den Dries akan melakukan penelitian dengan judul “The Sungai Wain protection forest-An example of landscape governance?”

Difasilitasi langsung oleh kepala Balitek KSDA Dr. Nur Sumedi dan dipandu oleh Ishak Yasir M.Si, Bas van den Dries memaparkan rencana penelitiannya yang akan mengidentifikasi peran dan kontribusi stakeholder kunci didalam pengelolaan Hutan Lindung Sungai Wain di Kota Balikpapan-Kalimantan Timur. Bas van den Dries berharap dari hasil penelitiannya tidak hanya akan memperoleh informasi peran dan kontribusi stakeholder kunci didalam pengelolaan Hutan Lindung Sungai Wain, akan tetapi juga akan dapat mendokumentasikan proses pembelajaran di dalam mengelola Hutan Lindung Sungai Wain. Selain itu hasil penelitiannya juga diharapkan dapat mempromosikan keberhasilan model pengelolaan Hutan Lindung Sungai Wain di dunia Internasional.

Selama kurang lebih satu jam pertemuan, cukup banyak masukan yang diberikan oleh beberapa peneliti Balitek KSDA-Samboja. Diakhir pertemuan Kepala Balitek KSDA-Samboja Dr. Nur Sumedi menyampaikan bahwa Balitek KSDA-Samboja selalu terbuka untuk menerima, memberikan masukan serta mendiskusikan baik berupa rencana maupun hasil penelitian khususnya berkaitan dengan kegiatan konservasi sumber daya alam di Indonesia. Selanjutnya Dr. Nur Sumedi berharap Bas van den Dries dapat menjalankan penelitiannya dengan baik dan lancar serta dapat memaparkan kembali hasil penelitiannya sebelum kembali ke Belanda.

Share Button