Organisasi Sukses, Organisasi Pembelajar

BPTKSDA (Samboja, 3 Agustus 2012)_Kesuksesan organisasi sangat tergantung pada kemampuan organisasi tersebut untuk belajar dan merespon perubahan-perubahan yang terjadi dengan cepat. Disinilah letak pentingnya organisasi pembelajar.  “Organisasi yang baik adalah organisasi  pembelajar”, kata Dr. Iman Santoso, Kepala Badan Litbang Kehutanan di Samboja, Jumat (3/8).

Organisasi belajar atau organisasi pembelajaran (learning organization) adalah suatu konsep dimana organisasi dianggap mampu untuk terus menerus melakukan proses pembelajaran mandiri (self leraning) sehingga organisasi tersebut memiliki ‘kecepatan berpikir dan bertindak’ dalam merespon beragam perubahan yang muncul. Menurut Sandra Kerka (1995) yang paling konseptual dari learning organizationadalah asumsi bahwa ‘belajar itu penting’, berkelanjutan, dan lebih efektif ketika dibagikan dan bahwa setiap pengalaman adalah suatu kesempatan untuk belajar. (http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_belajar)

Dalam acara pembinaan di BPTKSDA Samboja, Kepala Badan berpesan untuk selalu mengembangkan emosi positif, jauhi sifat curiga, iri hati dan dengki. “Pertahankan kekompakan, saling kontrol, kembangkan koordinasi dalam bentuk silaturahmi ,” katanya.

Kepala Badan juga menyampaikan beberapa isu-isu strategis baik yang menyangkut isu nasional, global maupun pesan bagi internal organisasi litbang. Permasalahan tenurial, penurunan produktivitas hutan serta keterlibatan sektor kehutanan dalam hal penyediaan pangan, energi dan air, adalah isu nasional yang perlu mendapat perhatian utama.

Dalam tataran global Kepala Badan juga menekankan bahwa dampak dari perubahan iklim adalah nyata oleh karena itu peran kehutanan dalam isu perubahan iklim adalah langkah yang benar. Namun demikian perlu juga digarisbawahi bahwa keterlibatan kehutanan tidaklah dengan orientasi utama perdagangan karbon namun dalam kerangka sustainable forest management (SFM).  Isu global yang lain yang juga akan menjadi arus utama adalah berkaitan dengan sertifikasi produk, kecenderungan privatisasi termasuk didalamnya isu reformasi agraria.

Kegiatan pembinaan ini diawali dengan peninjauan KHDTK Samboja, dengan menelusuri  jalan setapak di bawah hutan tropik basah yang masih alami.  KHDTK Samboja adalah Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus untuk penelitian yang ditunjuk berdasarkan SK Menhut No. SK.201/MENHUT-II/2004. Hutan penelitian seluas 3504 ha terletak di TWA Bukit Soeharto di Kabupaten Kutaim Kertanegara dan Kabupaten Pasir Provinsi Kaltim. “Pengelolaan KHDTK Samboja agar mengantisipasi dinamika sosial di sekitarnya”, kata Kepala Badan.

Acara pembinaan di BPTKSDA Samboja tersebut juga di hadiri oleh Kepala Puskonser, Ir. Adi Susmianto, M.Sc., Kepala Balai Besar Penelitian Dipterocarpa, Dr. Rufiie, Kepala Bagian EDP, Ir. C. Nugroho S. Priyono, M.Sc. Acara yang dimulai pukul 16.00 WITA  juga diisi dengan dialog interaktif dengan para karyawan dan diakhiri dengan melaksanakan shalat tarawih bersama. (NS)***

Share Button

Landscape Governance: Swasta Berpengaruh Besar

BPTKSDA (Samboja, 10/8/12)_Pertambangan swasta besar memiliki peran signifikan dalam landscape governance. Bila peran itu mampu memberikan keseimbangan antara aktivitas ekonomi dengan penjagaan lingkungan, maka akan tercipta good governance. Namun bila eksploitasi  lebih mendominasi akan mengarah pada bad governance.  Demikian salah satu kesimpulan diskusi di BALITEK KSDA Samboja  berdasar  hasil penelitian Fenneke yang dilakukan di Kalimantan Timur.

Untuk kedua kalinya Fenneke Brascamp siswa postgraduate Wageningen University, Netherlands, menyampaikan presentasinya dalam diskusi di BALITEK KSDA Samboja, yang dilaksanakan pada Jumat (10/8/2012) di Ruang Rapat Balai.  Dalam presentasi hasil penelitiannya yang bertajuk “Landscape Governance  from Private Sector Perspective: Coal Mining In East Kalimantan Indonesia”,  hadir para stakeholder terkait yakni  perwakilan dari Kaltim Prima Coal (KPC), Badan Lingkungan Hidup (BLH) Balikpapan, Konsorsium NGO Balikpapan, Perushaan tambang PT Singlurus Pratama, para peneliti dan praktisi.  Diskusi dibuka oleh Kepala Balai dan selanjutnya dimoderatori oleh peneliti Balitek KSDA Antun Puspanti, S.Hut, M.Sc.

Dalam penelitiannya Fenneke merinci empat perspektif swasta dan telah  mengelaborasinya yakni  (1) Aktor: berapa banyak pelaku atau stakeholder yang terlibat dan bagaimana mereka berinteraksi dan berkoalisi dalam proses-proses kebijakan; (2) Sumberdaya:  aktor mana yang mempunyai kompetensi, tanggung jawab, dana, keahlian dan lainnya, serta kapan mereka menggunakannnya; (3) Aturan main: aturan apa yang digunakan dalam proses-proses yang berlangsung diantara para stakeholder termasuk norma ataupun prosedur formal dalam pengambilan keputusan; dan (4)Wacana: apakah peran negara ketika persoalan lingkungan muncul, siapakah yang bertanggung jawab dalam situasi-situasi tertentu.

Dalam latar belakang konsepnya, Finneke menjelaskan kerangka berpikir yang dipakainya yakni ecological modernization theory yang membahas hubungan antara ekonomi dan lingkungan melalui proses bisnis. Selain itu juga konsep institutional isomorphism yang membahas bagaiman perusahaan merespon tekanan eksternal yang terbagi menjadi coercive isomorphism, mimetic isomorphism dan normative isomorphism.

Dalam diskusi muncul pendapat bahwa persoalan krusial di Kalimantan Timur adalah belum adanya tata ruang wilayah yang mantap yang disepakati oleh stakeholder. Bila dalam waktu dekat tata ruang wilayah ada dan disahkan, maka persoalan lanjutannya adalah tataran implementasinya.  Tumpang tindih lokasi dari aktivitas sektor yang berbasis lahan sangat masif dan mengandung potensi konflik yang besar.   Namun demikian berdasar penelitian dengan sampel tambang besar, menunjukkan ada pertambangan  yang memiliki tanggung jawab lingkungan yang  cukup besar, melalui CSR maupun  aksi lingkungan lainnya.

Pertambangan swasta besar memiliki peran signifikan dalam landscape governance. Bila peran itu mampu memberikan keseimbangan antara aktivitas ekonomi dengan penjagaan lingkungan, maka akan tercipta good governance. Namun bila eksploitasi  lebih mendominasi akan mengarah pada bad governance.  Demikian salah satu kesimpulan diskusi di BALITEK KSDA Samboja  berdasar  hasil penelitian Fenneke yang dilakukan di Kalimantan Timur.

Untuk kedua kalinya Fenneke Brascamp siswa postgraduate Wageningen University, Netherlands, menyampaikan presentasinya dalam diskusi diBALITEK KSDA Samboja, yang dilaksanakan pada hari Jumat 10 Agustus 2012 di Ruang Rapat Balai.  Dalam presentasi hasil penelitiannya yang bertajuk “Landscape Governance  from Private Sector Perspective: Coal Mining In East Kalimantan Indonesia”,  hadir para stakeholder terkait yakni  perwakilan dari Kaltim Prima Coal (KPC), Badan Lingkungan Hidup (BLH) Balikpapan, Konsorsium NGO Balikpapan, Perushaan tambang PT Singlurus Pratama, para peneliti dan praktisi.  Diskusi dibuka oleh Kepala Balai dan selanjutnya dimoderatori oleh peneliti Balitek KSDA Antun Puspanti, S.Hut, M.Sc.

Dalam penelitiannya Fenneke merinci empat perspektif swasta dan telah mengelaborasinya yakni :

  1. Aktor: berapa banyak pelaku atau stakeholder yang terlibat dan bagaimana mereka berinteraksi dan berkoalisi dalam proses-proses kebijakan;
  2. Sumberdaya: aktor mana yang mempunyai kompetensi, tanggung jawab, dana, keahlian dan lainnya, serta kapan mereka menggunakannnya;
  3. Aturan main: aturan apa yang digunakan dalam proses-proses yang berlangsung diantara para stakeholder termasuk norma ataupun prosedur formal dalam pengambilan keputusan; dan
  4. Wacana: apakah peran negara ketika persoalan lingkungan muncul, siapakah yang bertanggung jawab dalam situasi-situasi tertentu.

Dalam latar belakang konsepnya, Finneke menjelaskan kerangka berpikir yang dipakainya yakni ecological modernization theory yang membahas hubungan antara ekonomi dan lingkungan melalui proses bisnis. Selain itu juga konsep institutional isomorphism yang membahas bagaiman perusahaan merespon tekanan eksternal yang terbagi menjadi coercive isomorphism, mimetic isomorphism dan normative isomorphism.

Dalam diskusi muncul pendapat bahwa persoalan krusial di Kalimantan Timur adalah belum adanya tata ruang wilayah yang mantap yang disepakati oleh stakeholder. Bila dalam waktu dekat tata ruang wilayah ada dan disahkan, maka persoalan lanjutannya adalah tataran implementasinya.  Tumpang tindih lokasi dari aktivitas sektor yang berbasis lahan sangat masif dan mengandung potensi konflik yang besar.   Namun demikian berdasar penelitian dengan sampel tambang besar, menunjukkan ada pertambangan  yang memiliki tanggung jawab lingkungan yang  cukup besar, melalui CSR maupun  aksi lingkungan lainnya. (NS)***

Share Button

Balitek KSDA Samboja, Jalin Kerjasama Penelitian Reklamasi Tambang

BPTKSDA (Samboja, 16 Juli 2012) Dalam upaya mengoptimalkan kinerja penelitian, BALITEK KSDA Samboja menjalin kerjasama penelitian dengan perusahaan tambang batubara PT Singlurus Pratama. Kerjasama itu dituangkan dalam Perjanjian Kerjasama yang ditandatangani  antara Kepala Balai, Dr. Nur Sumedi dengan Managing Director PT Singlurus Pratama, Panot Charoensuk. Pengesahan dan serah terima MOU dilakukan pada hari Senin tanggal 16 Juli  2012 bertempat di Ruang Rapat Balai.

Ruang lingkup kegiatan kerjasama meliputi penelitian, pengembangan dan pemanfaatan IPTEK di bidang pengelolaan  lahan pasca tambang batubara melalui pembangunan plot-plot ujicoba teknik reklamasi. Mengingat kegiatan pertambangan berpotensi mengubah bentang alam,  diperlukan upaya untuk menjamin pemanfaatan lahan di wilayah bekas kegiatan pertambangan agar berfungsi  sesuai peruntukannya (Kawasan Budidaya Kehutanan dan Kawasan Budidaya Non Kehutanan).

Potensi batubara di Kalimantan Timur sekitar Kalori 5000 s/d 7000 Ccl, Sulfur 0,8 s/d 1,5 yang meliputi   Sumberdaya 28.429.000.000 M ton dan cadangan   7.798.000.000 M ton. Produksi Tahun 2010 mencapai 148.000.000 M ton atau 60% dari produksi nasional.  Diperkirakan umur tambang dari saat ini hingga kedepan  adalah + 50 Tahun.

Batubara memberikan kontribusi yang penting bagi perkembangan ekonomi dan sosial di seluruh dunia, namun demikian dampak terhadap lingkungan hidup merupakan suatu masalah. Tambang batubara terutama tambang terbuka, memerlukan lahan yang luas  dan menimbulkan dampak lingkungan yang semakin  besar.  Persoalan lingkungan  yang semakin nyata dirasakan adalah erosi tanah, polusi debu, suara dan air, serta dampat terhadap keanekaragaman hayati setempat.  Oleh karena itu tindakan yang dilakukan dalam operasi tambang harusnya juga berusaha kuat untuk menekan dampak-dampak tersebut.

Penelitian reklamasi dirasakan sangat penting karena:

  • Kegiatan eksplorasi tambang mengakibatkan hutan alami hilang yang berarti biodiversitas menurun secara drastis.
  • Industri tambang dituntut untuk mampu mengembalikan lahan bekas tambang ke kondisi yang sesuai dengan persyaratan tataguna lahan, misal dengan teknik bioremediasi.
  • Reklamasi perlu direncanakan secara terintegrasi secara ekologis, ekonomis dan kultural.

Reklamasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai dengan peruntukannya.  Cakupan reklamasi meliputi: (1) Pemulihan  LAHAN BEKAS TAMBANG untuk memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya akibat aktifitas penambangan, (2) Mempersiapkan LAHAN BEKAS TAMBANG YANG SUDAH DIPERBAIKI ekologinya untuk pemanfaatan selanjutnya.

Menekan dampak negatif dari kegiatan manusia terhadap lingkungan hidup termasuk penggunaan energi merupakan prioritas bersama.  Perencanaan dan pengelolaan lingkungan yang baik akan menekan dampak pertambangan terhadap lingkungan hidup dan membantu melestarikan keanekaragaman hayati. BALITEK KSDA berharap agar metoda atau temuan IPTEK yang diperoleh nantinya dapat bermanfaat bukan hanya kepada PT Singlurus Pratama, namun juga untuk pengguna lainnya yang lebih luas, terutama perusahaan tambang skala menengah ke bawah. (NS)***

Share Button

Diskusi: Perspektif Stakeholder terhadap Landscape Governance

BPTKSDA Samboja (Samboja, 20 Juni 2012)_Saat ini, pendekatan lansekap semakin berkembang dalam studi dan penelitian yang melibatkan berbagai stakeholder dalam pengelolaannya. Terkait dengan itu, dalam kesempatan diskusi di Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA), Samboja (Balitek), Fenneke Willemien Brascamp, peneliti dari Wageningen University mempresentasikan rencana penelitiannya yang berjudul “Research on Landscape Governance of Coal Mining Areas In East Kalimantan”.

Diskusi yang dilaksanakan di Ruang Rapat Balitek Samboja pada 20 Juni 2012 dimoderatori oleh Antun Puspanti, M.Sc, dengan peserta para peneliti, teknisi dan pengurus Tropenbos.  Fenneke yang juga  ikut berpartisipasi dalam English Club Balitek KSDA ini memfokuskan pada lansekap governance dan restorasinya pada areal bekas tambang di Kalimantan Timur.

Menurut Fenneke lansekap governance adalah konsep yang tidak sederhana untuk dijelaskan. Hanya saja untuk keperluan riset ini, lansekap governance didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan antara berbagai aktor yang berbeda, yaitu pemerintah, pihak swasta dan masyarakat. Berbagai stakeholder memiliki pengaruh terhadap proses pengelolaan, namun demikian pemerintah memilki peran penting  untuk mengkoordinir pengaruh publik dan swasta agar lansekap dan para aktornya tetap berada dalam arah dan jalur yang benar.

Dalam diskusi yang berlangsung sekitar 1,5 jam itu, Fenneke merinci empat perpektif yang ingin digalinya, yaitu: (1) Aktor, berapa banyak pelaku atau stakeholder yang terlibat dan bagaimana mereka berinteraksi dan berkoalisi dalam proses-proses kebijakan; (2) Sumberdaya, aktor mana yang mempunyai kompetensi, tanggung jawab, dana, keahlian dan lainnya, serta kapan mereka menggunakannya; (3) Aturan main, aturan apa yang digunakan dalam proses-proses yang berlangsung di antara para stakeholder termasuk norma ataupun prosedur formal dalam pengambilan keputusan; dan (4) Wacana, apakah peran negara ketika persoalan tentang lingkungan muncul dan siapakah yang bertanggung jawab dalam situasi-situasi tertentu.

Berbagai masukan  disampaikan oleh peserta, antara lain perlunya mengambil perspektif tidak hanya dari perusahaan besar tapi juga perusahaan menengah dan kecil. Selain itu, sangat penting mengkaji dimensi sosialnya, yaitu pandangan masyarakat lokal sekitar tambang tersebut. (NS)

Share Button

Swara Samboja Majalah Suara Konservasi

Balitek KSDA (Samboja, 5 Juni 2012)_Balai Penelitian Teknologi  Konservasi  Sumber daya Alam  (Balitek KSDA) Samboja baru saja meluncurkan edisi perdana majalah ilmiah populer  bernama Swara Samboja. Majalah  ini digagas untuk memenuhi kebutuhan informasi penelitian yang dikemas dalam bahasa yang lebih memasyarakat, cair dan populer. Dengan mengusung tagline “Swara Samboja, Majalah Suara Konservasi” penerbit mengharapkan isinya mampu menginspirasi dan mendorong pengelolaan yang benar  untuk biodiversitas Indonesia yang sangat kaya.

Edisi perdana Majalah Swara Samboja menyajikan tajuk utama “Bekantan, Monyet Belanda  yang Unik”.  Dalam tajuk ini, dipaparkan  status dan perilaku Bekantan yang dilengkapi dengan reportase penelusuran ke habitatnya di Kalimantan. Dalam sambutannya di halaman Salam Redaksi, Dr. Nur Sumedi, selaku Penanggungjawab menyampaikan kekhawatirannya tentang kenyataan semakin rusaknya ekologis akibat pembangunan yang menekankan pada eksploitasi yang tidak diimbangi dengan kendali konservasi yang sangat mendesak untuk dibenahi.

Selayang pandang Balitek KSDA di edisi ini menyampaikan informasi tentang upaya penjagaan KHDTK Samboja dengan judul ”Menyelamatkan KHDTK Samboja Melalui Kampanye Konservasi” serta artikel tentang ekosistem pegunungan dan pengelolaan lahan gambut di Indonesia.

Tak ketinggalan, untuk menginspirasi pembacanya, majalah ini akan menampilkan Profil sosok inspiratif di setiap edisinya. Dan untuk edisi perdana ini menampilkan kisah Dr. Tachrir Fathoni, yang menceritakan latar belakang keluarganya, suka dukanya ketika menjadi Kepala Badan Litbang Kehutanan, prinsip hidupnya dan tentu saja pandangannya tentang konservasi di Indonesia.

“Kita perlu serius dan sungguh-sungguh menjaga dan mengelola kawasan konservasi secara profesional”, kata Tachrir Fathoni yang memulai karirnya di bidang konservasi ini. Tentang majalah Swara Samboja, beliau berpesan kepada redaksi untuk menjadikan majalah ini sebagai majalah penelitian konservasi berskala nasional, dengan memuat artikel-artikel yang bermutu dari narasumber para pakar KSDA nasional maupun internasional, memiliki kualitas tinggi dengan tampilan yang menarik dan selalu update beritanya.

Di rubrik terakhir, Lintas Peristiwa memuat liputan berita dari kegiatan yang diselenggarakan oleh Balitek KSDA Samboja, antara lain Outbound dan Penghijauan, Diskusi orangutan dan Seminar Hasil-hasil Penelitiannya.(NS & Riz)

Silahkan download disini

Share Button

Selamatkan Ekosistem Teluk Balikpapan!

BPTKSDA (Samboja, 20 April 2012)_“Ekosistem mangrove dan Teluk Balikpapan secara keseluruhan berada dalam ancaman besar”, ujar Stanislav Lotha, Peneliti dari Republik Ceko.  Pernyataan Stanislav Lotha tersebut mengawali  diskusi  bertajuk Bencana ekologis terjadi di Teluk Balikpapan yang dilaksanakan oleh BALITEK KSDA Samboja pada Kamis, 19 April 2012. Lebih lanjut Stanislav Lotha mengemukakan, peneliti adalah stakeholder penting yang seharusnya dilibatkan dari awal dalam proses perencanaan.  Pengelolaan yang salah bukan hanya akan menghancurkan lingkungan, tapi juga akan mematikan perikanan yang menjadi sandaran hidup masyarakat.

teluk1

Diskusi yang dihadiri oleh para peneliti dan praktisi ini membahas isu yang sedang panas di Propinsi Kalimantan Timur.  Harian Tribun Kaltim bersamaan dengan waktu diskusi (19 April 20120) mengusung headline penyelamatan Teluk Balikpapan dengan tajuk “KIK Sampai ke Istana”.  Isu panas itu bergulir luas setelah diketahui bahwa Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota Balikapan 2011-2031 terdapat penambahan luas Kawasan Industri Kariangu (KIK) seluas 2.189 hektar, termasuk kawasan hutan mangrove yang ada dalamnya.

Dalam diskusi yang dimoderatori  oleh Faiqotul Falah, S.Hut, MSi itu, Stanislav Lotha mengungkapkan bahwa  Teluk Balikpapan adalah pusat keragaman hayati  paling kaya di Asia.  Hutan mangrovenya menjadi salah satu tempat , dari enam daerah di dunia yang memiliki populasi bekantan (Nasalis larvatus) terbanyak.  Di habitat Teluk ini juga hidup berbagai hewan langka dan dilindungi seperti  Pesut Mahakam, Ikan Duyung, Penyu Hijau (Chelonia midas) Beruang Madu, Macan Dahan, Buaya Muar dan satwa langka lainnya yang semakin terancam keberadaannya.  Keragaman lain yang juga akan terancam adalah Hutan Primer Dipterocarpaceae, , padang lamun dan terumbu karang, lebih dari 100 jenis mamalia, 300 jenis burung, 1000 jenis pohon, dan lain-lain.

Sesi tanya jawab yang sangat interaktif menghasilkan banyak tanggapan  dan rekomendasi yakni:

  • Alasan mengapa pengawasan di Teluk Balikpapan tidak berhasil menghindarikan kerusakan lingkungan disebabkan oleh perencanaan Tata Ruang yang tidak memperhatikan daya dukung ekologi dan hidrologi di Teluk Balikpapan.
  • Kerusakan di Teluk Balikpapan tidak bisa dihindari hanya dengan cara pengawasan.
  • Secara teknis, industri di bagian hulu Teluk Balikpapan tidak pernah akan bisa menjadi ramah lingkungan karena kondisi ekologis dan hidrologis tidak cocok untuk membuka lahan membangun industri tanpa menyebabkan bencana ekologis terhadap ekosistem alami.
  • Satu-satunya solusi adalah RTRW yang sesuai dengan kemampuan kondisi alam. Industri harus dibangun pada lokasi di mana dampak negatif terhadap lingkungan dapat dibatasi dan dikelola secara efektif.
  • Daerah yang tidak cocok untuk membangun industri harus dipertahankan sebagai kawasan lindung untuk pemanfaatan yang berkelanjutan, misalnya perikanan, ekowisata, konservasi dan lain.
  • Membatasi pembangunan industri di daerah Hilir Teluk Balikpapan, sampai ke pelabuhan peti kemas, Kariangau.
  • Dua perusahaan yang telah membuka lahan di luar KIK, yaitu PT MBA dan PT DKI, bisa di-enclave menjadi kawasan industri khusus di dalam kawasan lindung.
  • Jika lahan yang telah ditetapkan oleh Master Plan tidak mencukupi kebutuhan Kawasan Industri Kariangau, kawasan industri tambahan dapat dibangun sebagai bagian ’hinterland’ yang bersatu dengan Kawasan Industri Penajam / Buluminung, PPU.
  • Perlu pembahasan antara Pemkot Balikpapan dengan Pemkab Penajam Paser Utara, bahkan Pemerintah pusat dalam menyelesaikan masalah tersebut sehingga bisa mempengaruhi Blue Book Nasional yang dibuat oleh Bappenas.
  • Perlu ada Feasibility Study untuk Jalan Trans Kalimantan lewat Tanjung Batu yang akan mengingat kondisi daerah tersebut dan sangat realistis untuk di jadikan alternatif jembatan dan Jalan Trans Kalimantan.

Dalam kesempatan itu Kepala Balai, Dr. Nur Sumedi mengingatkan bahwa perjuangan konservasi memang acapkali diperhadapkan dengan kepentingan ekonomi dan politik dengan horizon jangka pendek. Oleh karenanya dalam perjuangannya diperlukan stamina, langkah strategis dengan pertimbangan yang obyektif. (NS)***

Share Button